Home / Zaman Kuno / Perjalanan Sang Batara / 142. Dua Mahkluk Kecil

Share

142. Dua Mahkluk Kecil

Author: Gibran
last update Last Updated: 2025-08-12 06:00:57

Melati masih asik menggosok kakinya lalu pindah ke pahanya hingga ke bagian dadanya. Dibalik semak belukar itu, dua pasang mata yang mengamati si gadis yang tengah mandi itu semakin gusar.

"Lihat itu, baru sekali ini dalam hidupku bertemu dengan wanita yang sangat cantik. Di tempat kita tidak ada wanita secantik dia. Sebenarnya kita ini apa?" tanya salah satu pengintip yang bertubuh kerdil dengan rambut jabrik.

"Pertanyaan bodoh! Harusnya sebenarnya dia itu siapa!? Kau bisa bicara tidak!?" teman satunya mengumpat. Poni rambutnya yang belah tengah itu dia usap agar tidak menutupi matanya. Mendengar umpatan si rambut belah tengah itu malah membuat kawannya yang jabrik itu tadi ketawa cekikikan.

"Ssst... Diam dulu! Aku merasakan ada hawa aneh di sekitar kita..." bisik si rambut belah tengah. Si jabrik mengawasi sekitar. Namun tiba-tiba sepasang tangan kekar menjambak rambut mereka dan tubuh mereka pun terangkat dari semak belukar tempat persembunyian
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Perjalanan Sang Batara   151. Cemeti Pembakar Jiwa

    Tubuh Jaka Geni terlempar hingga menabrak pagar halaman pondok. Pagar itu pun hancur berantakan. Dengan sempoyongan dia mencoba bangkit berdiri. "Tubuhku semakin melemah... Cambuk itu sangat panas!" batin Jaka Geni sambil mengusap darah dari sela bibirnya. Ajian Gledek Membelah Langit masih digunakan. Namun serangan cambuk milik Kresna Andika alias Hakim Neraka sangat kuat. Meski Gledek Membelah Langit bisa menahannya, tetap saja Jaka masih merasakan kesakitan. "Sekarang aku percaya setelah melihat kekuatan milikmu, ternyata kau memang sakti. Aku pernah melihat ajian sakti milikmu saat seorang Pendekar berjuluk Pendekar Tangan Dewa bertarung di padepokan tempatku berguru. Dia meratakan padepokan kami... Dan sekarang aku melihatnya lagi. Apakah kau murid orang sakti itu?" tanya Kresna Andika sambil menghampiri Jaka Geni yabg terlihat kepayahan. Sekujur tubuhnya babak belur dengan luka dimana-mana. Bahu kirinya terluka parah oleh benang sakti milik R

  • Perjalanan Sang Batara   150. Gledek Di Tengah Malam

    Tubuh Rara Wilis terkapar di atas tanah. Tak ada pergerakan sama sekali. Jaka Geni yang melihat hal itu menjadi geram. Dengan amarah yang meluap dia membalas serangan Resi Jaya Dipa dengan serangan cepat dan mengandung tenaga dalam tinggi. Melihat lawan semakin mengganas, Resi Jaya Dipa tak mau berlaku konyol menahan setiap serangan itu. Dia segera mundur ke belakang dengan gerakan jungkir balik hingga beberapa kali. Saat kakinya menyentuh tanah, tangan kirinya menyambar satu gulung benang perak di pinggangnya. Dengan kecepatan tinggi benang itu telah menyerang ke arah Jaka Geni. Mata Jaka masih sempat melihat kilatan benang Kahyangan tersebut sebelum benang itu menembus bahu kirinya! Jaka meraung setinggi langit. Rasa sakit dan panas luar biasa menjalar dari bahu kirinya. Lengan kirinya seketika mati rasa dan tak bisa digunakan. Tribuana Mahadewi yang mendengar teriakan Jaka ingin keluar untuk melihat. Namun dia takut dengan uc

  • Perjalanan Sang Batara   149. Sang Halim Neraka

    Tubuh Rara Wilis terlempar ke bawah. Jaka Geni yang melihat wanita itu melayang karena terkena pukulan tenaga dalam, langsung melesat ke arah Rara Wilis dan menangkap tubuh ramping wanita itu. Jaka mendarat dengan aman. Wanita itu terlihat meringis kesakitan. Dari sela bibirnya mengalir darah merah segar. Jaka menatap wajah ayu itu dan melihat ada satu titik hijau di bagian kening nya. Rara Wilis tersenyum kepada Jaka. "Ternyata kamu memang lelaki yang baik hati. Aku jadi merasa bersalah pernah berpikir yang tidak-tidak tentangmu dulu..." ucap Rara Wilis perlahan. "Apa maksudmu Wilis?" tanya Jaka penasaran. "Sudahlah, aku tak akan membicarakan itu lagi. Bantu aku berdiri Jaka..." kata Rara Wilis lalu mencoba berdiri dengan bantuan Jaka Geni. Dua orang di atas atap saling pandang. "Aku akan menyerang pemuda gila itu, kau bunuh wanitanya. Dia sangat merepotkan." bisik salah satu orang yang masih berada di atas atap itu.

  • Perjalanan Sang Batara   148. Serangan Di Malam Hari

    Malam semakin larut. Jaka Geni menutup jendela kamarnya. Dia juga mengunci pintunya dengan memalangkan sebuah balok kayu di balik pintu. Dengan pelan dia merebahkan tubuhnya di atas dipan kasar karena tak ada kasur empuk di atasnya. Suara berderit terdengar saat tubuhnya menekan dipan tersebut. "Rasanya nyaman sekali setelah sekian lama tidak tidur di rumah..." ucap Jaka Geni sambil memejamkan matanya. Tiba-tiba dia merasakan hembusan angin dingin menerpa tubuhnya dari arah jendela. Jaka merasakan sekujur tubuhnya merinding. Perlahan satu sosok wanita berpakaian putih muncul di hadapan Jaka. Semakin lama semakin jelas terlihat hingga Jaka pun sadar siapa yang ada di depannya saat ini. "Tribuana Mahadewi..." ucap Jaka menyebut nama itu dengan lirih. Meski lirih, Mahadewi mendengarnya dengan jelas sehingga dia pun tersenyum sangat manis kepada Jaka Geni. Perlahan dia menghampiri dipan dimana Jaka tengah berbaring. Lalu dengan anggun dia mengangkat kakinya ke atas dipan dan perlahan

  • Perjalanan Sang Batara   147. Kaki Dewa Menendang Langit

    "Ki Lintang! Keluar kau!" teriak salah satu pendekar yang baru saja datang beramai-ramai bersama Pendekar-pendekar lain dari Perkumpulan Gerhana Bulan. Wajah pendekar itu terlihat garang dengan mata tanpa alis. Seragam mereka sama, pakaian hitam dengan gambar bulan warna merah di bagian punggung. Ki Lintang Samudra keluar dari pondoknya. Dia tersenyum melihat banyaknya pendekar yang datang ke Padepokan nya. Jati Saba berdiri di samping orang tua itu. Para murid padepokan berkumpul dan bersiap jika terjadi serangan. "Ada apa kisanak datang-datang kesini membawa serombongan Pendekar-pendekar hebat?tanya Ki Lintang Samudra sambil tersenyum ramah. "Jangan pura-pura di balik senyuman! Cepat katakan, dimana dua orang yang baru saja datang ke padepokan ini!? Mereka yang harus bertanggung jawab atas terlukanya salah satu ketua kami dan kematian para pendekar di Perkumpulan Gerhana Bulan kami!" ucap lelaki tanpa alis itu. Ki Lintang Samudra sadar dan tak mungkin berbohong mengenai kedatang

  • Perjalanan Sang Batara   146.Ki Lintang Samudra

    Siang hari yang terik ketiga orang tersebut melangkahkan kakinya ke dalam Padepokan Wadaslintang. Gapura besar terpampang di pintu masuk. Dua penjaga menyapa Melati. Setelah menjelaskan siapa dua orang itu, para penjaga itu mempersilahkan masuk. Melati membawa Jaka Geni dan Gondo Sula ke sebuah pondok besar. Pondok itu adalah tempat para guru padepokan Wadaslintang. Di halaman pondok para guru, Jati Saba yang melihat kedatangan Melati dan dua tamu itu langsung menyongsong mereka dengan wajah berbinar-binar. Jati Saba pun heboh sendiri. Para guru yang ada di dalam ruangan pun pada keluar karena penasaran. Melihat siapa yang datang, seorang lelaki tua berjenggot putih dengan rambut putih di sanggul datang menghampiri dengan senyum mengembang. "Silahkan masuk dulu kisanak. Kita bicara di dalam saja." ucap lelaki tua itu. Jaka Geni dan Gondo Sula pun mengikuti langkah lelaki tua itu masuk ke dalam pondok. Tribuana Mahadewi yang dalam bentuk roh pun mengikuti mereka. Namun saat dia m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status