Beranda / Zaman Kuno / Perjalanan Sang Batara / 18.Banjir Darah Sang Cakar Iblis

Share

18.Banjir Darah Sang Cakar Iblis

Penulis: Gibran
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-13 08:06:02

Gondo Sula menatap delapan pendekar bertopeng itu. Mereka adalah pendekar-pendekar kaki tangan Karna. Namun meski delapan orang sakti didepan mata, tak membuat nyali si Botak Gondo Sula takut. Jaka melihatnya sambil tersenyum. Sedangkan Putri Maharani mencoba membuka sedikit matanya untuk menyaksikan apa yang akan terjadi.

"Gondo! Kau mengkhianati paduka! Kami telah sepakat untuk membunuhmu sekarang. Dan juga dua orang bodoh yang tengah tidur di sana. Masih ada kesempatan untukmu kembali! Tapi, segera bunuh pendekar yang ada di atas sana dan juga wanita yang di bawah pohon!" teriak pendekar bertopeng wanita. Namun jelas-jelas suaranya itu serak dan mirip seorang pria. Dan konyolnya si botak ini penasaran dengan suara aneh orang tersebut.

"Hei, topeng wanita! Kau ini lelaki atau wanita!? Suaramu membuatku merinding atas bawah!" ucap Gondo keras. Namun sejurus kemudian dia teringat sesuatu dan meraba kepalanya. Lalu diapun melanjutkan perkataannya.

"Maksudku, ka
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Perjalanan Sang Batara   138. Ciuman Beracun

    Tubuh indah dan sintal itu duduk di atas perut Pendekar Tangan Gledek yang masih terpejam tak bisa berbuat apa-apa. Dalam keadaan separuh sadar, Jaka merasakan setiap sentuhan dan belaian wanita yang di panggil sebagai Ratu di Kerajaan Lubang Sewu tersebut. Jaka Geni hanya berdiam diri tak mampu menggerakkan seluruh tubuhnya sama sekali. Meski ajian Semar Mesem itu tidak sepenuhnya merenggut kesadarannya, namun sebagian nuraninya telah hilang. Yang tersisa hanyalah tekat dan tanggung jawabnya terhadap janji suci dengan Maharani. Apa yang di lakukan oleh Ratu itu bukanlah sebuah keinginan sang Pendekar. "Kau benar-benar luar biasa Jaka Geni... Bisa bertahan hingga sejauh ini meski dalam desakan ajian pengasihan milikku. Sejauh ini, hanya kau seorang yang bisa bertahan... Aku suka itu... Menikmati seseorang dalam keadaan masih sedikit sadar lebih menyenangkan dibanding menikmati budak yang diam saja seperti patung dan menurut seperti anjing... Hahaha" ucap Ratu Suhita sambil menggerak

  • Perjalanan Sang Batara   137. Kerajaan Lubang Sewu (3)

    Mata Jaka Geni terbuka lebar. Dia menoleh ke kiri dan ke kanan. Banyak wanita cantik yang mengelilinginya. Semuanya tampil menggoda. Dengan sedikit merasakan berat pada tubuhnya, Jaka mencoba bangkit berdiri. Tangannya telah terlepas dari rantai yang tadi sempat dia lihat. Entah kemana rantai itu. Dia juga celingukan mencari wanita-wanita seram itu. "Aneh... Tadi perasaan yang membawaku ke dalam air makhluk-makhluk seram. Kenapa sekarang jadi wanita-wanita cantik dan sintal seperti ini... Aneh... Apakah ini mirip alam batas kerajaan Wates?" batin Jaka Geni heran. "Selamat datang di kerajaan Lubang Sewu, pendekar hebat dari dunia manusia!" tiba-tiba terdengar suara merdu berkata kepada Jaka dari balik kerumunan wanita-wanita cantik itu. Para wanita itu menyingkir memberi jalan kepada seorang wanita yang sangat cantik dan juga anggun. Pakaian hitamnya membuat kulitnya yang putih terlihat semakin putih mengkilat. Wajahnya yang cantik jelita dihiasi dengan manik-manik permata biru di

  • Perjalanan Sang Batara   136. Kerajaan Lubang Sewu(2)

    Ratu Suhita yang saat itu tengah berada di atas singgasananya merasakan aura tak biasa dari atas kerajaannya. Tiba-tiba istana Lubang Sewu terguncang keras seperti dilanda gempa bumi. Semua bawahannya berteriak panik. "Apa yang terjadi!?" tanya Ratu Suhita kepada penjaganya. "Ampun Ratu, ada serangan dari atas langit! Serangan itu adalah petir dahsyat yang seperti sedang mengurung waduk Wadaslintang." jawab penjaganya yang seorang wanita cantik. Para penghuni yang ada di kerajaan itu semuanya wanita muda yang berpakaian sangat terbuka. Rata-rata menggunakan gaun dengan belahan dada rendah sehingga sebagian dadanya menyembul keluar memperlihatkan bentuk dada yang indah dan menantang siapapun yang melihatnya. Ratu Suhita pun tak kalah mempesonanya dengan balutan gaun warna hitam yang membuat kulit putih nya semakin bersinar. Bagian bahu hingga ke dada sangat rendah sehingga sedikit saja gaun itu merosot, maka dadanya yang putih segar itu akan menyembul keluar. Semua wanita it

  • Perjalanan Sang Batara   135. Kerajaan Lubang Sewu

    Dengan gerakan cepat Jati Saba melancarkan satu pukulan tangan kosong ke arah pinggiran waduk dimana dia merasakan kemunculan seseorang. Blaarr! Gelombang serangannya menghantam air hingga air waduk membubung tinggi ke udara. Jaka berdiri tegap dengan sikap waspada. Tiba-tiba angin bertiup kencang membuat api unggun itu meredup hingga akhirnya padam. Keadaan pun menjadi gelap gulita. Dua orang ini saling celingukan dan hanya bisa merasakan dengan aura di sekitar mereka. "Tidak salah lagi... Mereka benar-benar ada!" ucap Jati Saba panik. Jaka Geni pergunakan ilmu Agni Maya di sekujur tubuhnya. Lalu dengan pengolahan yang terkontrol, dia kerahkan cahaya kekuatan itu sehingga membuat tubuhnya bercahaya kuning. Tempat sekitar pun mulai terlihat. Jati Saba kagum dengan apa yang Jaka lakukan. "Benar-benar pendekar hebat...!" batinnya. Saat mereka menatap ke sekitar, beberapa bayangan melintas di belakang mereka. Hal itu cukup membuat bulu kuduk Jati Saba berdiri. Namun berbeda dengan J

  • Perjalanan Sang Batara   134. Waduk Wadaslintang (5)

    Kawasan Waduk Wadaslintang terlihat gelap gulita. Hanya ada satu cahaya berkedip di pinggir waduk yang luas itu. Cahaya itu adalah api unggun dimana Jaka Geni dan tiga orang yang bersama dengannya beristirahat malam. Gondo Sula tiduran di sebuah kayu yang tumbang melintang di tepian waduk. Jati Saba duduk memisahkan diri di bawah pohon tak jauh dari api unggun. Sedangkan Jaka Geni dan Melati duduk berdua di depan api sambil membakar beberapa ikan yang cukup besar. Aroma wangi ikan bakar itu membuat perut kedua orang yang memisahkan diri itu keroncongan. Namun mereka sungkan untuk mendekat. Apalagi melihat dua muda mudi yang sangat dekat itu. Jati Saba hanya mengelus perutnya. Dia belum makan seharian itu. Sedangkan Gondo Sula meski sudah makan, dia merasa lapar lagi karena tenaganya terkuras waktu bertarung dengan orang-orang Perkumpulan Gerhana Bulan. Namun dia juga sama, sungkan kepada dua muda mudi yang ada di sana. "Beruntung sekali menjadi seorang pemuda yang tampan dan disuk

  • Perjalanan Sang Batara   133. Waduk Wadaslintang (4)

    Leksono terkapar pingsan setelah menerima serangan Gondo Sula. Melati dan beberapa orang padepokan Wadaslintang segera menghampiri Leksono yang tergeletak tak berdaya. Sebagian lagi menyerang ke arah Gondo Sula karena marah kawan mereka terkena serangan. Dengan nafas mendengus kesal Gondo angkat pedangnya ke bahu. "Kalian berani mengusik sahabatku, kalian harus mati!" ucap Gondo garang. Empat orang menyerang secara bersamaan. Dengan garang Gondo Sula mengimbangi gerakan empat lawannya. Pertarungan sengit terjadi. Ternyata orang-orang Padepokan Wadaslintang ini mempunyai ilmu kanuragan yang cukup tinggi. Berbeda dengan orang-orang Perkumpulan Gerhana Bulan yang dia hadapi sebelumnya. Kali ini Gondo Sula harus kerahkan seluruh tenaga untuk menghadapi serangan empat Pendekar. Melati duduk bersimpuh di samping tubuh Leksono. Air matanya berurai membasahi pipinya. Ketua rombongan langsung mendudukkan tubuh Leksono dan mengalirkan tenaga dalam melalui punggung pemuda itu. "Kakang Jati

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status