Gondo Sula menatap delapan pendekar bertopeng itu. Mereka adalah pendekar-pendekar kaki tangan Karna. Namun meski delapan orang sakti didepan mata, tak membuat nyali si Botak Gondo Sula takut. Jaka melihatnya sambil tersenyum. Sedangkan Putri Maharani mencoba membuka sedikit matanya untuk menyaksikan apa yang akan terjadi.
"Gondo! Kau mengkhianati paduka! Kami telah sepakat untuk membunuhmu sekarang. Dan juga dua orang bodoh yang tengah tidur di sana. Masih ada kesempatan untukmu kembali! Tapi, segera bunuh pendekar yang ada di atas sana dan juga wanita yang di bawah pohon!" teriak pendekar bertopeng wanita. Namun jelas-jelas suaranya itu serak dan mirip seorang pria. Dan konyolnya si botak ini penasaran dengan suara aneh orang tersebut."Hei, topeng wanita! Kau ini lelaki atau wanita!? Suaramu membuatku merinding atas bawah!" ucap Gondo keras. Namun sejurus kemudian dia teringat sesuatu dan meraba kepalanya. Lalu diapun melanjutkan perkataannya."Maksudku, kaJaka duduk termenung di kursi batu yang dipakai waktu dirinya bersama Ria alias Iyana Tunggadewi. Sebuah kursi tunggal di atas puncak bukit Candi Sukmo Piliang. Dalam benaknya terpikirkan kenangan-kenangan semenjak dia turun gunung dari puncak Semeru. Ingatannya tertuju pada gurunya, Eyang Mahameru. Seorang guru yang sangat baik baginya. Merawatnya dan melatihnya menjadi Pendekar sehebat saat ini. Senyum mengembang di bibirnya saat teringat bagaimana dia selalu membuat kesal gurunya. Terutama adalah masalah makan. Sejak kecil gurunya hanya memberinya makan ayam hutan bakar. Terkadang ikan ataupun kelinci. Seadanya yang ada di gunung. Dan Jaka selalu menghabiskan makanan itu tanpa menunggu gurunya datang. Karena saking enaknya buatan sang guru, Jaka pun mulai belajar sendiri cara membakar daging. Dan dia pun berhasil. Dengan rempah yang ada banyak di gunung, Jaka membuat satu makanan kesukaannya sendiri. Saat Eyang Mahameru datang ingin mencicipi, yang tersisa hanyalah tulang. Jak
Jaka Geni masih terkapar tak berdaya. Tangan kanannya hancur mengerikan. Meski telah menggunakan ajian Gledek Membelah Langit yang dipadu dengan ajian Gledek Mengguncang Bumi, tetap saja Jaka mengalami luka parah. Meski Santana yang menjadi lawannya pun sama-sama terluka parah. Namun Santana masih bisa berdiri untuk meneruskan pertarungan. Luka di perutnya masih sangat terasa panas dan sakit luar biasa hingga membuat keringat sang pangeran itu bercucuran. Tiga wanita yang berada di tribun penonton menatap cemas ke arah Jaka Geni yang masih terkapar. Santana berjalan perlahan sambil menahan sakit pada perut dan tangannya. Ajian Gledek Mengguncang Bumi milik Jaka benar-benar membuatnya terluka parah untuk kedua kali. Setelah beberapa waktu lalu dia juga terluka parah saat melawan Tribuana Mahadewi. Yang akhirnya dia dipukuli oleh patung-patung Buta Bala Serewu penjaga Candi Sukmo Piliang. Tribuana Mahadewi akan segera melesat ke arah panggung. Namun langkahnya tertahan saat meliha
Santana dengan teriakan lantang menerjang ke arah Jaka Geni yang telah siap dengan ajian Gledek miliknya. Saat tubuh besar berbulu itu menerjang, terdengar suara bergemuruh seperti suara badai besar. Tinju Santana melayang ke arah kepala Jaka Geni. Dengan penuh percaya diri Jaka menangkis dengan tangan kirinya. Glegarrr! Terdengar suara petir menggelegar membuat semua penonton kembali terkejut. Mata Santana melotot tak percaya. Jaka Geni masih berdiri dan menahan tinju kanannya dengan tangan kiri. Meski bisa menahan, Jaka Geni merasakan satu tekanan kuat luar biasa yang membuat tubuhnya sedikit merunduk menahan tinju besar itu. "Ba... Bagaimana bisa... Bagaimana bisa kau menahan ajian Brajamusti milikku..." ucap Santana tak percaya. Jaka Geni tersenyum. Darah menetes dari sela bibirnya. "Kau pikir aku tidak tersiksa menahan tinju mu ini?" tanya Jaka balik. Jaka memang berhasil menahan kekuatan Brajamusti. Namun dia tetap terluka dalam karena ajian Brajamusti memang tidak boleh
"Sebelum bertarung, aku ingin menanyakan satu hal kepadamu Jaka Geni!" ucap Santana dengan sorot mata tajam. Jaka Geni tersenyum. "Silahkan Pangeran jika kau ingin bertanya." ucap Jaka masih tenang. "Bagaimana kau bisa mengalahkan Panglima Prada Abang!? Dia adalah makhluk sakti mandraguna yang tidak bisa kau kalahkan begitu saja! Cara curang apa yang kau lakukan kepadanya!?" tanya Santana dengan wajah yang merendahkan. Jaka mulai muak melihat wajah yang tidak beda dengan pangeran-pangeran dari dunia manusia yang pernah dia temui. "Jika kau ingin tahu, kenapa tidak kau coba saja sendiri? Bukankah kau akan tahu saat kau berhadapan denganku? Aku tidak akan segan-segan lagi menginjak-injak dirimu." jawab Jaka Geni membuat Santana meradang. "Sombong... Manusia keparat! Mati kau!" teriak Santana langsung melesat ke arah Jaka Geni dengan cepat. "Segoro Gaib..." bisik Jaka Geni menggunakan ajian pemberian Rara Wilis. Di mata Jaka Geni, Santana terlihat seperti monyet besar yang tengah me
Beberapa hari berlalu setelah pertarungan sengit antara Tribuana Mahadewi melawan Lawe Segara. Kematian Lawe Segara tersiar hingga ke Kerajaan lain di alam gaib. Salah satunya adalah Kerajaan Brata, tempat tinggal Pangeran Santana. Pangeran Santana yang telah sembuh dari lukanya bersama para kesatria Kerajaan Brata mendatangi Kerajaan Jagat Lelembut untuk melawan Tribuana Mahadewi. Dia menantang kembali Mahadewi untuk bertarung hidup mati. Namun Jaka Geni tidak bisa menerimanya. Dengan alasan bahwa istrinya itu tidak ada sangkut pautnya dengan urusan percintaan Santana. Jaka mengatakan kepada Santana bahwa yang layak jadi lawan Pangeran adalah dirinya. Karena dialah saingan sebenarnya dalam memperebutkan hati Putri Iyana Tunggadewi. Akhirnya dengan penuh pertimbangan dari dua kubu, Jaka Geni lah yang akan menggantikan Mahadewi melawan Pangeran Santana. Raja Jagat Lelembut tak bisa berbuat banyak karena Santana mengajak tanding secara adil. Meski nyawa yang menjadi taruhannya. San
Hari yang telah di tentukan pun tiba. Tribuana Mahadewi akan melawan Lawe Segara di atas panggung. Banyak penonton yang mulai ramai ingin melihat, siapa yang akan bertarung dengan budak petarung lagi. Saat mereka melihat Mahadewi yang ternyata adalah lawan Lawe Segara mereka semua terpana. "Wanita secantik itu kenapa harus melawan siluman sekuat Lawe Segara?" bertanya-tanya para penonton sekaligus kagum dengan kecantikan Mahadewi. "Dengar-dengar wanita ini adalah istri pendekar manusia yang kemarin itu mengalahkan Prada Abang!" ucap salah satu siluman. Semua menjadi gempar mendengar kabar tersebut. "Itu artinya nanti Yang Mulia Putri akan menikah dengan manusia yang sudah beristri!? Astaga! Aku tidak rela!""Urusan seperti itu bukan hak kita untuk ikut campur! Kita hanyalah makhluk kasta bawah! Apa yang bisa kita lakukan hanyalah berharap dan siap sakit hati!" Mereka ramai membicarakan kehidupan Jaka Geni yang tidak mer