Home / Zaman Kuno / Perjalanan Sang Batara / 7.Padepokan Sigaluh(2)

Share

7.Padepokan Sigaluh(2)

Author: Gibran
last update Last Updated: 2025-06-10 15:28:31

Sosok itu mendekati Jaka yang masih terlelap. Sesaat dia diam di depan Jaka dan menatapi pemuda itu dengan tatapan tajam.

"Kamu harus mati anak muda... agar semua yang direncanakan lebih cepat berhasil. Keadaanmu sangat membahayakan..." sosok itu bergumam.

Dari balik bajunya dia keluarkan sebilah keris. Ketika keris itu di tarik dari sarungnya, satu sinar biru redup memancar pertanda keris itu mengandung racun jahat.

Dengan cepat sosok itu hunjamkan keris ke dada Jaka.

Di saat krisis keadaan, tiba-tiba Jaka Geni menggerakkan tangan kirinya menangkis tangan sosok berbaju hitam itu dan dalam satu tarikan nafas tangan kanannya melepas ajian Angin Menyapa Semeru yang ternyata sudah disiapkan dari tadi.

Hantaman itu telak mendarat di perut sosok tadi hingga terpental beberapa meter hingga terhenti oleh pagar.

Dari cadar orang itu merembes darah merah segar. Dalam keadaan terluka cukup parah, sosok itu bangkit berdiri lalu pergi keluar pondok tempat Jaka. Pemuda yang ternyata tak terpengaruh ilmu tidur segera berlari mengejar. Namun dia kehilangan jejak. Dia melihat ke lantai kayu dan terlihat satu keris yang dipakai sosok tadi untuk membunuhnya.

"Pukulan ku cukup telak, meski hanya setengah tenaga dalam ku, dia pasti akan kesakitan beberapa hari. Untungnya aku tahu ilmu tidur itu, jadi dengan tenaga dalam petir, bisa melindungi dari pengaruh sihir dan racun... Aku akan melihat keadaannya besok. Kalau kecurigaan ku benar, mati kau Ki Damar..." tinju Jaka terkepal.

Keris ditangannya bersinar biru redup. Tenaga dalamnya mengalir di keris itu. Amarahnya hampir tak bisa di bendung, mengingat dirinya seolah hanya jadi mainan seseorang.

Keesokan harinya...

Kinasih membuka pintu pondok Jaka. Sambil membawa nampan berisi makanan dia masuk kedalam ruangan itu. Terlihat Jaka tengah bertelanjang dada. Matanya terpejam. Tubuhnya berkeringat. Dia tengah melatih tenaga dalamnya.

Melihat tubuh kekar berotot dan kokoh itu membuat jantung Kinasih berdebar. Dia menggigit bibir mungilnya karena merasa sangat ingin memegang dada bidang Pendekar kita. Namun itu tak berani dia lakukan. Dia hanya berdiri mematung sambil menatap Jaka Geni berlatih.

Jaka Geni membuka matanya. Pandangan matanya beradu dengan mata Kinasih yang masih menatap ke arahnya. Sejurus kemudian Kinasih memalingkan wajahnya dengan rona merah terlihat menghiasi wajahnya hingga terlihat semakin cantik.

Jaka tersenyum.

Di tariknya gadis cantik itu hingga duduk disampingnya. Kinasih hanya diam membisu. Jantungnya sudah berdebar sangat keras. Tangan Jaka masih memegang pergelangan tangannya.

"Sakit kang..." ucap Kinasih sambil mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Jaka.

"Oh.. Maaf adik.." Jaka melepaskan genggamannya. Kinasih mengangguk. Wajahnya masih terlihat memerah.

"Terimakasih adik, sudah membawakan aku makanan..." kata Jaka.

"Sama-sama kang, silahkan sarapan dulu kang, itu Kinasih yang masak..." ucap Kinasih malu-malu.

Jaka tersenyum lalu diambilnya nampan di atas meja.

"Kita makan bersama saja adik," ajak Jaka yang membuat Kinasih semakin berdebar.

"Apa kakang tidak apa-apa?" tanya Kinasih merasa tak yakin dengan ajakan Jaka.

"Apa kamu tidak mau?" Jaka balik bertanya.

Kinasih memainkan rambut panjangnya. Jaka yang tidak begitu paham perasaan apa yang berkecamuk di hati si gadis, langsung menyodorkan piring berisi makanan.

Lalu dengan perasaan tak menentu, Kinasih ikut makan bersama Jaka. Perasaan yang hangat terus menjalar di hatinya. Dia telah jatuh hati kepada pemuda yang baru beberapa hari di kenalnya.

Beberapa saat kemudian, setelah mereka selesai makan, Kinasih pamit. Jaka keluar pondok. Dia berkeliling sambil memperhatikan sekitar. Banyak murid yang berpapasan menyapanya, namun ada juga yang acuh tak acuh. Saat Jaka lewat di depan pondok Ki Damar, dia melihat pintu itu sedikit terbuka. Dengan gerakan tanpa suara, Jaka mendekat lalu mengintip dari celah pintu.

Dia melihat ada beberapa orang di dalam pondok. Dan terlihat Ki Damar tengah berada di atas balai-balai seperti tengah tidur. Saat dua orang itu berbalik badan akan keluar Jaka segera pura-pura berjalan seperti biasa.

Saat berpapasan dengan dua orang murid tadi dia segera bertanya.

"Ada apa dengan Ki Damar?" tanyanya.

Dua orang murid Ki Damar itu saling pandang.

"Guru tengah sakit secara tiba-tiba. Kami mengantarkan makan dan obat yang guru minta..." ucap salah seorang murid. Jaka mengelus janggutnya sambil mengangguk.

"Baiklah, terimakasih saudara..." ucap Jaka lalu ijin kembali berjalan-jalan. Senyum tipis tersungging di bibirnya.

"Kena kau Damar..." batin Jaka dengan puas.

Di dekat tempat pelatihan adu tanding murid, Jaka bertemu dengan seorang murid padepokan yang terlihat berbeda dengan murid lain. Dia terlihat orang berkelas jika dilihat dari penampilannya. Murid ini bernama Arya yang dijuluki kawan-kawan seperguruannya dengan julukan Pendekar Rajawali.

Julukan itu melekat padanya sejak dia sering menjuarai adu tanding antar murid di padepokan. Saat berpapasan dengan Jaka, mata Arya terlihat tidak menganggap keberadaan Jaka. Jaka merasa, itu tatapan merendahkan. Arya seperti mempunyai identitas besar.

"Apa kau pemuda yang diselamatkan para guru?" tanya Arya dengan nada angkuh.

Jaka menatapnya dengan senyum tipis di bibirnya. Arya merasa tak suka melihat senyuman itu.

"Benar saudara, saya Jaka Geni, siapakah saudara ini?" tanya Jaka basa-basi.

Arya menjabat tangan Jaka lalu berucap, "Aku Arya Kartajaya, putra Raja Sigaluh."

Sambil berkata, tangannya menyalurkan tenaga dalam. Jaka tersenyum lebar.

"Ternyata ada Pangeran Sigaluh di padepokan ini, saya merasa sangat terhormat!" kata Jaka sambil tersenyum.

Awalnya Arya yakin, Jaka akan berlutut menerima tekanan tenaga dalamnya. Tapi tak di sangka, Jaka malah bisa bertahan bahkan tersenyum lebar kepadanya.

Selesai jabat tangan Jaka ijin untuk kembali berjalan mengitari padepokan. Arya melihat telapak tangan kanannya yang tadi menjabat tangan Jaka, dia terkejut melihat telapak tangannya melepuh!

"Dia orang yang kuat...!" ucapnya lirih. Namun perasaannya berkecamuk. Darahnya mendidih mengingat senyum Jaka yang mempermalukan dirinya.

Siang hari para murid berkumpul di arena adu tanding. Hari ini akan di adakan adu tanding antar murid.

Ki Sapta tidak bisa hadir karena dia tengah turun gunung menyelidiki kasus yang menimpa Jaka. Sedangkan Ki Damar juga tak bisa hadir karena sakit yang menimpanya secara tiba-tiba.

"Damar sakit? Tidak biasanya seorang pendekar kelas tinggi sepertinya mendadak sakit." ucap Resi Sumbing kepada dua wanita yang tak lain adalah Nyai Laras dan Nyai Sari.

"Dia tak mau di obati Resi. Katanya dia hanya tak enak badan. Aku juga tidak menyangka, ini pertama kalinya dia tiba-tiba sakit," kata Nyai Laras. Resi Sumbing mengelus janggut putihnya yang panjang.

"Apakah ada sesuatu menimpa dirinya?" tanya Resi Sumbing.

"Mungkin dia terkena luka tenaga dalam," Jaka tiba-tiba menjawab membuat tiga guru itu sontak kaget dan menatap ke arahnya.

"Bagaimana kau bisa tahu anak muda?" tanya Nyai Sari penasaran. Jaka tersenyum.

"Hanya menduga Nyai, seorang pendekar sepertiku saja tidak pernah sakit kecuali terkena serangan tenaga dalam. Apalagi Ki Damar yang sudah malang melintang di dunia persilatan..?" ucap Jaka membuat Nyai Sari dan Resi Sumbing mengangguk-angguk.

"Benar, tapi siapa yang melukainya?" tanya Nyai Laras mulai tertarik pada Jaka.

"Kalian bisa menanyainya, aku tak bisa menjawab pastinya." jawab Jaka santai.

"Huh, jika benar dia terluka dalam, bukankah lawannya cukup hebat? Siapa di kerajaan Sigaluh ini yang bisa melukainya?" kata Nyai Laras merasa aneh. Jaka tersenyum. 'Aku hebat ternyata hahaha...'

"Sudah lah, nanti kita jenguk dia. Sekarang fokus dulu ke arena adu tanding para murid." lata Resi Sumbing.

Para murid lelaki dan perempuan telah berkumpul. Jumlahnya ada belasan murid kelas atas dan puluhan murid kelas bawah. Mereka terbagi menurut kelas.

Kinasih ada di kelas atas bersama dengan murid perempuan lainnya. Jaka melihat Kinasih memang yang tercantik di antara lara murid lainnya.

Nyai Laras tersenyum melihat Jaka yang terus mengarahkan tatapan matanya pada Kinasih.

"Dia adalah murid ku yang paling berbakat. Apa kau tertarik padanya?" tanya Nyai Laras.

Jaka tersenyum lebar.

"Dia terlihat cantik, tapi ada satu lagi yang sepertinya cukup kuat, siapa dia?" tanya Jaka melihat satu gadis lain yang kecantikannya tak kalah dengan Kinasih.

"Namanya Anggita. Dia murid terkuat ku. Kinasih belum tentu bisa mengalahkannya." ujar Nyai Sari tak mau kalah dengan Nyai Laras. Resi Sumbing tertawa terkekeh-kekeh.

"Kalian, dari kecil hingga sekarang tidak berubah. Mirip dengan Kinasih dan Anggita. Mereka juga kelak akan menguasai seluruh ilmu seperti kalian." kata Resi Sumbing terlihat senang.

Jaka melihatnya dengan perasaan senang juga. Dia jadi teringat kepada gurunya yg sendiri kesepian di puncak Semeru.

Dari arah para murid melesat satu bayangan putih dan mendarat di tengah arena. Dia tak lain adalah Arya Kartajaya, Pangeran Kerajaan Sigaluh. Resi tersenyum melihat murid kebanggaannya itu telah turun ke arena.

"Dia murid paling berbakat di padepokan ini, sejauh ini hanya ada beberapa murid yang bisa sedikit mengimbanginya. Sayang sekali sifatnya selalu arogan." Resi Sumbing berkata sambil mengelus janggutnya.

"Seorang Pangeran sudah biasa menjadi arogan. Pangeran seperti itu sebenarnya tak layak menjadi seorang Raja." kata Jaka kembali membuat tiga guru terkejut.

"Kau kenal padanya?" tanya Resi penasaran dengan perilaku Jaka yang terasa tak sopan.

"Bukan hanya kenal, dia juga pernah tegur sapa denganku padi tadi. Dan salam kenalnya luar biasa..." jawab Jaka sambil tersenyum. Nyai Sari menanggapi jawaban Jaka.

"Sebenarnya dia anak ketiga dari tujuh bersaudara. Kakak pertamanya seorang perempuan yg sekarang tengah berguru di Padepokan Atas Awan di kadipaten Diyang. Orang-orang Sigaluh menyebutnya Negri di atas awan. Padepokan ini besar hingga punya ratusan murid berbakat dan semua muridnya perempuan. Kamu pasti tahu, seorang pendekar wanita berjuluk Dewi Awan Putih. Dia adalah mahaguru di padepokan atas awan. Dan kakaknya Arya ini, punya gelar hebat di Kerajaan Sigaluh dengan gelar Dewi Mentari."

Jaka terdiam. Otaknya berputar mengingat nama Dewi Awan Putih. Akhirnya dia mengingat satu kejadian, yang membuat gurunya si Eyang Mahameru mundur dari dunia persilatan.

"Aku ingat, wanita tercantik di tanah jawa waktu itu, membuat perjanjian dengan guruku. Hingga guruku terpaksa mundur dan mengasingkan diri." ucap Jaka Geni.

"Benar, kejadian 20 tahun lalu itu, cukup menggemparkan dunia persilatan. Pendekar kelas wahid seperti Mahameru tunduk pada kecantikan seorang wanita, sangat disayangkan..." berkata Resi Sumbing.

"Biarlah itu menjadi kenangan. Aku ingin tahu, siapa kakak kedua Arya Kartajaya ini? Kenapa bukan dia yang jadi putra mahkota?" tanya Jaka.

"Dia telah mundur dari calon mahkota. Karena dia punya kekurangan pada tubuhnya. Sejak kecil, dia buta. Hingga sekarang, dia pergi dan belum kembali ke Sigaluh. Katanya, dia pergi bersama seorang petapa sepertiku. Aku berharap, pemuda itu menjadi pendekar yang baik di masa mendatang." terang Resi Sumbing. Jaka mengangguk-anggukan kepala.

Dari arena, terlihat Arya berdiri angkuh setelah mengalahkan rival lamanya, Kusuma murid unggulan Ki Sapta dan Lindu murid Ki Damar. Arya menang telak. Dengan wajah terlihat bangga, dia menantang siapapun murid padepokan itu untuk melawannya. Dua pertandingan tadi tak membuatnya puas.

"Hei! Pemuda asing bernama Jaka Geni! Meski kamu bukan murid padepokan Sigaluh, apa kamu berani bertukar jurus denganku!?" teriak Arya membuat Jaka tersenyum lalu menoleh ke arah Resi.

Sang Resi mempersilahkan Jaka pergi ke arena. Lalu dengan ilmu meringankan tubuh Kaki Awan yang diajari gurunya dia meloncat dengan enteng. Resi Sumbing dan dua Nyai kagum.

"Anak muda ini sepertinya lebih dari yang ku bayangkan," ucap Resi.

Jaka Geni mendarat di arena dengan tanpa suara. Arya cukup takjub melihat hal itu.

"Ilmu meringankan tubuhnya sudah sekelas ini...? " batin Arya sedikit merasa khawatir.

"Pangeran, orang rendahan ini memohon bimbingan kepada pangeran," ucap Jaka sambil membungkuk hormat.

Di tempat penonton Kinasih dan Anggita menatap Jaka dengan perasaan masing-masing terlihat cemas. Mereka khawatir Jaka mengalami luka serius melawan murid berbakat seperti Arya Kartajaya.

Arya melesat dengan cepat ke arah Jaka. Dalam satu gerakan, Arya menggunakan beberapa jurus. Dengan dipadu kecepatan tinggi terlihat hanya satu jurus. Beberapa mata tak bisa ditipu, namun banyak mata merasa tertipu. Jurus Arya ini bernama Seribu Jarum.

Jaka tak tinggal diam, dia kerahkan satu jurus sakti miliknya bernama Banteng Geni. Dua jurus beradu, dan terdengar keras saat kedua tinju bertemu. Saat jurus itu beradu, ada satu pukulan tak terlihat mengarah pada Jaka. Inilah yang disebut jurus Seribu Jarum. Pukulan utama hanyalah pengalih perhatian saja, namun pukulan aslinya adalah pukulan tak terlihat itu. Jurus ini jarang ada yang bisa menahannya. Hanya sesama murid kelas atas yang tentu bisa memahami cara menahannya.

Meski tak terlihat, Jaka Geni bisa merasakan aura tenaga dalam yang sangat kuat dari pukulan itu. Dia tak mau ambil resiko. Dikerahkannya satu kekuatan tenaga dalam yang luar biasa kuatnya. Bahkan dari atas langit yang cerah seketika menjadi mendung dan dengan sangat cepat satu cahaya kilat menyambar kebawah! Suara dahsyat terdengar menggelegar di puncak Gunung Sumbing.

Petir itu menghantam tubuh Jaka Geni bersamaan dengan pukulan Jarum Seribu menghantam dada pemuda.

"Celaka!" pekik Arya namun tak sempat menarik tangannya. Alhasil ketika tinjunya menghantam tubuh Jaka yang tersambar petir, justru dia yang terpental jauh. Pukulan Jarum Seribu tidak melukai tubuh Jaka sama sekali. Arya terkejut melihat baju bagusnya sedikit terbakar. Lebih terkejut lagi, saat dia menatap Jaka yang berdiri dengan gagah tanpa terluka sedikitpun.

"Bagaimana bisa... " ucap Arya perlahan.

Para Guru dan Resi dibuat terheran-heran.

"Benar-benar pendekar yang mengerikan... Petir itu benar-benar menyambar tubuhnya..." ucap Nyai Laras yang sangat takjub. Nyai Sari hanya terdiam dengan wajah sedikit pucat.

Resi Sumbing terlihat tenang.

"Itu adalah ajian Gledek milik Mahameru. Kemungkinan yang ini ajian Gledek Membelah Langit. Aku tak percaya anak semuda ini bisa menguasai tiga ajian Gledek gurunya yang sangat sakti. Kalau dia sudah menguasai ajian ini, dua ajian lainnya yaitu Ajian Gledek Sambar Nyawa dan Ajian Gledek Mengguncang Bumi sudah dikuasai sepenuhnya oleh pendekar ini. Itu berarti, dia hampir sekelas gurunya di usia yang masih sangat muda!" kata Resi Sumbing dengan dada bergetar.

"Bahkan, tak ada satu murid pun dari padepokan ini yang menguasai seluruh ilmu dariku. Mahameru, kau sangat beruntung..." batin sang Resi.

Kembali ke arena...

Jaka menatap Arya yang segera bangkit berdiri.

"Sihir macam apa yang kau lakukan Jaka!? Bahkan jika itu batu sekalipun, akan hancur dihantam petir! Bagaimana dirimu tetap utuh setelah tersambar petir!?" tanya Arya diliputi rasa penasaran. Jaka tersenyum.

"Aku tak bisa menjawabnya Pangeran Arya. Kau bisa tanyakan kepada gurumu nanti, sekarang sebaiknya jangan diteruskan. Kalau kau tak mau cacat seumur hidup." kata Jaka Geni tenang. Namun ucapan itu membuat Arya meradang.

"Sombong!!!" Arya kembali melesat dengan tenaga dalam penuh. Dia kerahkan satu jurus rahasia yang dia dalami dari kakak wanitanya sang Dewi Mentari.

Semua orang terkejut Arya menggunakan ajian milik perguruan lain.

"Itu, jurus Mentari Pagi tahap pertama!" ucap Nyai Laras merasa gusar. Resi Sumbing diam tak berucap satu kata pun.***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjalanan Sang Batara   280.Utari Dewi Melarikan Diri

    Mendengar kabar Yang Sian Kan pergi untuk menangkap orang asing bernama Jaka Geni, mata Utari Dewi segera terbuka. "Kakang..." ucap gadis itu dalam hati. Utari menghentikan bertapanya. Dia berjalan keluar menyusuri lorong kediaman Yang Sian Kan. Saat berpapasan dengan wanita-wanita budak nafsu Pangeran itu, Utari Dewi bersembunyi di balik pilar merah besar. Dengan berjalan mengendap, Utari melewati sebuah taman di samping kediaman Yang Sian Kan. Taman itu lumayan luas. Saat gadis itu akan melewati pagar tembok yang tinggi, seorang prajurit wanita memergokinya. "Hei, siapa itu!" teriak prajurit itu keras. Suaranya membuat dua prajurit wanita yang lain langsung mendatangi taman. Utari Dewi segera berlari ke arah pagar. Namun langkahnya terhenti saat satu tombak menghadang jalannya. "Terpaksa harus bertarung!" batin Utari. Tiga wanita berpakaian lengkap itu melesat ke arah Utari Dewi. Mereka terkejut melihat siapa gadis yang akan kabur itu. "Ternyata kau! Gadis asing yang selama

  • Perjalanan Sang Batara   279.Pertarungan Maut(2)

    Perbatasan gerbang itu terlihat sepi. Beberapa bangunan rumah hancur dan tembok gerbang juga terlihat runtuh. Pertarungan dahsyat antara Jaka Geni melawan Pendekar Tombak Api masih berlanjut. Mereka berdiri saling berhadapan. Saling bertatap mata dengan tatapan tajam. Hawa membunuh terpancar keluar dari dua orang yang sesaat lagi akan saling adu kekuatan untuk terakhir kali. "Aku tidak menyangka, kau orang asing bisa membuatku terluka separah ini. Bahkan orang-orang Serikat Teratai Biru tidak ada yang bisa melukai diriku kecuali orang itu. Kau tidak beda dengan monster berwujud manusia itu... Tapi, kau masih terlihat lebih lemah darinya. Bagiku, kau sudah cukup hebat untuk menjadi bagian dari kami. Apakah kau tidak menginginkan bergabung bersama kami?" Sio Tong menawarkan kerja sama kepada Jaka Geni. Dia mengakui kehebatan Jaka Geni. Namun jika lelaki itu berpikir Jaka Geni akan mudah menerima tawaran, dia salah besar. Jaka Geni adalah seorang kesatria yang bebas. Jaka tersenyum s

  • Perjalanan Sang Batara   278.Pertarungan Maut

    Saat para pendekar itu tertekan oleh dua serangan, tiba-tiba muncul Sio Tong yang langsung menyerang Chang Yun. Sekali tebas membuat Chang Yun terpental saat menangkis serangan tombak Pendekar Tombak Api. Pedang di tangannya terasa terasa terbakar. Panas menyengat. Chang Yun menahan tubuhnya dengan menancapkan pedang pada tanah di pinggir jalan. Tak berhenti sampai di situ, Sio Tong kembali menghilang dan tiba-tiba sudah berada di dekat gadis itu. Melihat orang sekuat Sio Tong mengincar Chang Yun, Jaka Geni langsung meninggalkan beberapa pendekar yang masih tersisa begitu saja. Dia melesat ke arah Sio Tong dengan cepat. Chang Yun kembali gunakan pedang untuk menangkis. Namun tetap saja tenaga Sio Tong lebih kuat dari dirinya. Pedang terlepas dari tangannya. Dengan gerak cepat lelaki itu telah mendaratkan kakinya di dada Chang Yun. Jaka Geni berteriak keras melihat Chang Yun terpental keras menabrak rumah hingga jebol. Sio Tong tertawa terkekeh-kekeh. Lalu dia memutar tombak nya

  • Perjalanan Sang Batara   277.Tombak Ruang & Waktu

    Sio Tong tertawa keras mendengar ucapan Chang Yun. "Cinta sehidup semati! Hahaha bagus! Aku akan satukan kalian di alam lain!" ucap Sio Tong. Jaka Geni sedikit khawatir dengan kekuatan aneh yang di miliki oleh lelaki itu. "Dia bisa berpindah tempat semau dia. Sungguh kemampuan yang aneh dan berbahaya. Apakah dia bisa di katakan manusia?" batin Jaka Geni. Bahkan setahu dia yang sudah mengenal banyak makhluk gaib, tidak ada satu pun yang dengan mudah berpindah tempat. Bahkan para makhluk gaib itu membutuhkan tumbal di setiap portal yang akan di lewati. Sio Tong langsung melesat ke arah Jaka Geni. Gerakan nya cepat dan aneh. Jaka waspada dengan serangan musuh. Benar saja, saat Sio Tong berada di hadapan Jaka Geni, tiba-tiba tubuhnya lenyap begitu saja. Dan tahu-tahu lelaki berpakaian merah dengan zirah perang itu telah berada di belakang Jaka sambil menusuk. Jaka terkejut. Namun dia telat menghindar. Ujung tombak itu menusuk bahu kanannya dengan cepat. Jaka menjerit keras menahan

  • Perjalanan Sang Batara   276.Pendekar Tombak Api

    Jaka Geni terkejut saat tangannya di tarik hingga tubuhnya masuk ke dalam kamar mandi. Di hadapannya saat ini adalah Chang Yun yang berdiri tanpa selembar benang pun menutupi tubuhnya. Jaka membuang mukanya ke arah lain. "Apa yang kau lakukan Chang Yun? Katanya kau hanya minta di hantarkan handuk." tanya Jaka Geni berusaha tidak menatap tubuh gadis itu. Bagaimana oun, dia adalah lelaki yang waras dan sehat. Di hadapkan dengan pemandangan indah itu tak mungkin dia bisa menolaknya. "Tidak apa-apa kakak, bukankah dulu kakak sudah pernah melihatnya?" tanya Chang Yun dengan bibir bergetar. Entah apa yang membuat dirinya menjadi berani seperti itu. "Tapi... Apa kau tidak masalah dengan itu? Aku ini lelaki waras Chang Yun, bisa kau bayangkan jika aku melihatmu. Apa yang terjadi selanjutnya bukanlah keinginan ku." kata Jaka Geni berusaha mengalihkan pandangan mata nya ke arah lain. Namun Chang Yun terlihat bernafsu memperlihatkan tubuh mulusnya. "Aku tidak merasa tersinggung atau apa ka

  • Perjalanan Sang Batara   275.Menjadi Buronan

    Ratusan ribu pasukan kerajaan berjalan menggunakan kuda beriringan menuju Dermaga Kanal Besar. Pasukan besar ini akan menyerang kerajaan Goryeo. Ambisi Kaisar Yang Sui untuk menaklukan negara-negara besar itu tak bisa terbendung. Pasukan dengan jumlah sangat besar itu di perkirakan akan sampai di kerajaan Goryeo satu bulan perjalanan. Itu karena saking banyaknya lautan pasukan yang Kaisar kerahkan. Rakyat Sui semakin terpuruk dengan ambisi besar sang Raja. Pajak di naikkan untuk membiayai perang dan foya-foya para Pangeran di kerajaan. Sementara rakyat kelaparan dan terus di paksa bekerja di kanal besar dan tembok besar. Semua itu membuat Menteri Pertahanan Li Yuan yang berada di kota Henan trenyuh. Dia merasa iba dengan rakyat yang semakin tertindas oleh pemimpin tiran. Namun apa daya, dia pun hanyalah seorang bawahan. Beberapa waktu lalu ada kabar dari kota Jinan tentang sebuah fenomena aneh yang kembali terjadi di hutan kota tersebut. Sejumlah prajurit khusus yang di pimpin Li

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status