Home / Zaman Kuno / Perjalanan Sang Batara / 7.Padepokan Sigaluh(2)

Share

7.Padepokan Sigaluh(2)

Author: Gibran
last update Last Updated: 2025-06-10 15:28:31

Sosok itu mendekati Jaka yang masih terlelap. Sesaat dia diam di depan Jaka dan menatapi pemuda itu dengan tatapan tajam.

"Kamu harus mati anak muda... agar semua yang direncanakan lebih cepat berhasil. Keadaanmu sangat membahayakan..." sosok itu bergumam.

Dari balik bajunya dia keluarkan sebilah keris. Ketika keris itu di tarik dari sarungnya, satu sinar biru redup memancar pertanda keris itu mengandung racun jahat.

Dengan cepat sosok itu hunjamkan keris ke dada Jaka.

Di saat krisis keadaan, tiba-tiba Jaka Geni menggerakkan tangan kirinya menangkis tangan sosok berbaju hitam itu dan dalam satu tarikan nafas tangan kanannya melepas ajian Angin Menyapa Semeru yang ternyata sudah disiapkan dari tadi.

Hantaman itu telak mendarat di perut sosok tadi hingga terpental beberapa meter hingga terhenti oleh pagar.

Dari cadar orang itu merembes darah merah segar. Dalam keadaan terluka cukup parah, sosok itu bangkit berdiri lalu pergi keluar pondok tempat Jaka. Pemuda yang ternyata tak terpengaruh ilmu tidur segera berlari mengejar. Namun dia kehilangan jejak. Dia melihat ke lantai kayu dan terlihat satu keris yang dipakai sosok tadi untuk membunuhnya.

"Pukulan ku cukup telak, meski hanya setengah tenaga dalam ku, dia pasti akan kesakitan beberapa hari. Untungnya aku tahu ilmu tidur itu, jadi dengan tenaga dalam petir, bisa melindungi dari pengaruh sihir dan racun... Aku akan melihat keadaannya besok. Kalau kecurigaan ku benar, mati kau Ki Damar..." tinju Jaka terkepal.

Keris ditangannya bersinar biru redup. Tenaga dalamnya mengalir di keris itu. Amarahnya hampir tak bisa di bendung, mengingat dirinya seolah hanya jadi mainan seseorang.

Keesokan harinya...

Kinasih membuka pintu pondok Jaka. Sambil membawa nampan berisi makanan dia masuk kedalam ruangan itu. Terlihat Jaka tengah bertelanjang dada. Matanya terpejam. Tubuhnya berkeringat. Dia tengah melatih tenaga dalamnya.

Melihat tubuh kekar berotot dan kokoh itu membuat jantung Kinasih berdebar. Dia menggigit bibir mungilnya karena merasa sangat ingin memegang dada bidang Pendekar kita. Namun itu tak berani dia lakukan. Dia hanya berdiri mematung sambil menatap Jaka Geni berlatih.

Jaka Geni membuka matanya. Pandangan matanya beradu dengan mata Kinasih yang masih menatap ke arahnya. Sejurus kemudian Kinasih memalingkan wajahnya dengan rona merah terlihat menghiasi wajahnya hingga terlihat semakin cantik.

Jaka tersenyum.

Di tariknya gadis cantik itu hingga duduk disampingnya. Kinasih hanya diam membisu. Jantungnya sudah berdebar sangat keras. Tangan Jaka masih memegang pergelangan tangannya.

"Sakit kang..." ucap Kinasih sambil mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Jaka.

"Oh.. Maaf adik.." Jaka melepaskan genggamannya. Kinasih mengangguk. Wajahnya masih terlihat memerah.

"Terimakasih adik, sudah membawakan aku makanan..." kata Jaka.

"Sama-sama kang, silahkan sarapan dulu kang, itu Kinasih yang masak..." ucap Kinasih malu-malu.

Jaka tersenyum lalu diambilnya nampan di atas meja.

"Kita makan bersama saja adik," ajak Jaka yang membuat Kinasih semakin berdebar.

"Apa kakang tidak apa-apa?" tanya Kinasih merasa tak yakin dengan ajakan Jaka.

"Apa kamu tidak mau?" Jaka balik bertanya.

Kinasih memainkan rambut panjangnya. Jaka yang tidak begitu paham perasaan apa yang berkecamuk di hati si gadis, langsung menyodorkan piring berisi makanan.

Lalu dengan perasaan tak menentu, Kinasih ikut makan bersama Jaka. Perasaan yang hangat terus menjalar di hatinya. Dia telah jatuh hati kepada pemuda yang baru beberapa hari di kenalnya.

Beberapa saat kemudian, setelah mereka selesai makan, Kinasih pamit. Jaka keluar pondok. Dia berkeliling sambil memperhatikan sekitar. Banyak murid yang berpapasan menyapanya, namun ada juga yang acuh tak acuh. Saat Jaka lewat di depan pondok Ki Damar, dia melihat pintu itu sedikit terbuka. Dengan gerakan tanpa suara, Jaka mendekat lalu mengintip dari celah pintu.

Dia melihat ada beberapa orang di dalam pondok. Dan terlihat Ki Damar tengah berada di atas balai-balai seperti tengah tidur. Saat dua orang itu berbalik badan akan keluar Jaka segera pura-pura berjalan seperti biasa.

Saat berpapasan dengan dua orang murid tadi dia segera bertanya.

"Ada apa dengan Ki Damar?" tanyanya.

Dua orang murid Ki Damar itu saling pandang.

"Guru tengah sakit secara tiba-tiba. Kami mengantarkan makan dan obat yang guru minta..." ucap salah seorang murid. Jaka mengelus janggutnya sambil mengangguk.

"Baiklah, terimakasih saudara..." ucap Jaka lalu ijin kembali berjalan-jalan. Senyum tipis tersungging di bibirnya.

"Kena kau Damar..." batin Jaka dengan puas.

Di dekat tempat pelatihan adu tanding murid, Jaka bertemu dengan seorang murid padepokan yang terlihat berbeda dengan murid lain. Dia terlihat orang berkelas jika dilihat dari penampilannya. Murid ini bernama Arya yang dijuluki kawan-kawan seperguruannya dengan julukan Pendekar Rajawali.

Julukan itu melekat padanya sejak dia sering menjuarai adu tanding antar murid di padepokan. Saat berpapasan dengan Jaka, mata Arya terlihat tidak menganggap keberadaan Jaka. Jaka merasa, itu tatapan merendahkan. Arya seperti mempunyai identitas besar.

"Apa kau pemuda yang diselamatkan para guru?" tanya Arya dengan nada angkuh.

Jaka menatapnya dengan senyum tipis di bibirnya. Arya merasa tak suka melihat senyuman itu.

"Benar saudara, saya Jaka Geni, siapakah saudara ini?" tanya Jaka basa-basi.

Arya menjabat tangan Jaka lalu berucap, "Aku Arya Kartajaya, putra Raja Sigaluh."

Sambil berkata, tangannya menyalurkan tenaga dalam. Jaka tersenyum lebar.

"Ternyata ada Pangeran Sigaluh di padepokan ini, saya merasa sangat terhormat!" kata Jaka sambil tersenyum.

Awalnya Arya yakin, Jaka akan berlutut menerima tekanan tenaga dalamnya. Tapi tak di sangka, Jaka malah bisa bertahan bahkan tersenyum lebar kepadanya.

Selesai jabat tangan Jaka ijin untuk kembali berjalan mengitari padepokan. Arya melihat telapak tangan kanannya yang tadi menjabat tangan Jaka, dia terkejut melihat telapak tangannya melepuh!

"Dia orang yang kuat...!" ucapnya lirih. Namun perasaannya berkecamuk. Darahnya mendidih mengingat senyum Jaka yang mempermalukan dirinya.

Siang hari para murid berkumpul di arena adu tanding. Hari ini akan di adakan adu tanding antar murid.

Ki Sapta tidak bisa hadir karena dia tengah turun gunung menyelidiki kasus yang menimpa Jaka. Sedangkan Ki Damar juga tak bisa hadir karena sakit yang menimpanya secara tiba-tiba.

"Damar sakit? Tidak biasanya seorang pendekar kelas tinggi sepertinya mendadak sakit." ucap Resi Sumbing kepada dua wanita yang tak lain adalah Nyai Laras dan Nyai Sari.

"Dia tak mau di obati Resi. Katanya dia hanya tak enak badan. Aku juga tidak menyangka, ini pertama kalinya dia tiba-tiba sakit," kata Nyai Laras. Resi Sumbing mengelus janggut putihnya yang panjang.

"Apakah ada sesuatu menimpa dirinya?" tanya Resi Sumbing.

"Mungkin dia terkena luka tenaga dalam," Jaka tiba-tiba menjawab membuat tiga guru itu sontak kaget dan menatap ke arahnya.

"Bagaimana kau bisa tahu anak muda?" tanya Nyai Sari penasaran. Jaka tersenyum.

"Hanya menduga Nyai, seorang pendekar sepertiku saja tidak pernah sakit kecuali terkena serangan tenaga dalam. Apalagi Ki Damar yang sudah malang melintang di dunia persilatan..?" ucap Jaka membuat Nyai Sari dan Resi Sumbing mengangguk-angguk.

"Benar, tapi siapa yang melukainya?" tanya Nyai Laras mulai tertarik pada Jaka.

"Kalian bisa menanyainya, aku tak bisa menjawab pastinya." jawab Jaka santai.

"Huh, jika benar dia terluka dalam, bukankah lawannya cukup hebat? Siapa di kerajaan Sigaluh ini yang bisa melukainya?" kata Nyai Laras merasa aneh. Jaka tersenyum. 'Aku hebat ternyata hahaha...'

"Sudah lah, nanti kita jenguk dia. Sekarang fokus dulu ke arena adu tanding para murid." lata Resi Sumbing.

Para murid lelaki dan perempuan telah berkumpul. Jumlahnya ada belasan murid kelas atas dan puluhan murid kelas bawah. Mereka terbagi menurut kelas.

Kinasih ada di kelas atas bersama dengan murid perempuan lainnya. Jaka melihat Kinasih memang yang tercantik di antara lara murid lainnya.

Nyai Laras tersenyum melihat Jaka yang terus mengarahkan tatapan matanya pada Kinasih.

"Dia adalah murid ku yang paling berbakat. Apa kau tertarik padanya?" tanya Nyai Laras.

Jaka tersenyum lebar.

"Dia terlihat cantik, tapi ada satu lagi yang sepertinya cukup kuat, siapa dia?" tanya Jaka melihat satu gadis lain yang kecantikannya tak kalah dengan Kinasih.

"Namanya Anggita. Dia murid terkuat ku. Kinasih belum tentu bisa mengalahkannya." ujar Nyai Sari tak mau kalah dengan Nyai Laras. Resi Sumbing tertawa terkekeh-kekeh.

"Kalian, dari kecil hingga sekarang tidak berubah. Mirip dengan Kinasih dan Anggita. Mereka juga kelak akan menguasai seluruh ilmu seperti kalian." kata Resi Sumbing terlihat senang.

Jaka melihatnya dengan perasaan senang juga. Dia jadi teringat kepada gurunya yg sendiri kesepian di puncak Semeru.

Dari arah para murid melesat satu bayangan putih dan mendarat di tengah arena. Dia tak lain adalah Arya Kartajaya, Pangeran Kerajaan Sigaluh. Resi tersenyum melihat murid kebanggaannya itu telah turun ke arena.

"Dia murid paling berbakat di padepokan ini, sejauh ini hanya ada beberapa murid yang bisa sedikit mengimbanginya. Sayang sekali sifatnya selalu arogan." Resi Sumbing berkata sambil mengelus janggutnya.

"Seorang Pangeran sudah biasa menjadi arogan. Pangeran seperti itu sebenarnya tak layak menjadi seorang Raja." kata Jaka kembali membuat tiga guru terkejut.

"Kau kenal padanya?" tanya Resi penasaran dengan perilaku Jaka yang terasa tak sopan.

"Bukan hanya kenal, dia juga pernah tegur sapa denganku padi tadi. Dan salam kenalnya luar biasa..." jawab Jaka sambil tersenyum. Nyai Sari menanggapi jawaban Jaka.

"Sebenarnya dia anak ketiga dari tujuh bersaudara. Kakak pertamanya seorang perempuan yg sekarang tengah berguru di Padepokan Atas Awan di kadipaten Diyang. Orang-orang Sigaluh menyebutnya Negri di atas awan. Padepokan ini besar hingga punya ratusan murid berbakat dan semua muridnya perempuan. Kamu pasti tahu, seorang pendekar wanita berjuluk Dewi Awan Putih. Dia adalah mahaguru di padepokan atas awan. Dan kakaknya Arya ini, punya gelar hebat di Kerajaan Sigaluh dengan gelar Dewi Mentari."

Jaka terdiam. Otaknya berputar mengingat nama Dewi Awan Putih. Akhirnya dia mengingat satu kejadian, yang membuat gurunya si Eyang Mahameru mundur dari dunia persilatan.

"Aku ingat, wanita tercantik di tanah jawa waktu itu, membuat perjanjian dengan guruku. Hingga guruku terpaksa mundur dan mengasingkan diri." ucap Jaka Geni.

"Benar, kejadian 20 tahun lalu itu, cukup menggemparkan dunia persilatan. Pendekar kelas wahid seperti Mahameru tunduk pada kecantikan seorang wanita, sangat disayangkan..." berkata Resi Sumbing.

"Biarlah itu menjadi kenangan. Aku ingin tahu, siapa kakak kedua Arya Kartajaya ini? Kenapa bukan dia yang jadi putra mahkota?" tanya Jaka.

"Dia telah mundur dari calon mahkota. Karena dia punya kekurangan pada tubuhnya. Sejak kecil, dia buta. Hingga sekarang, dia pergi dan belum kembali ke Sigaluh. Katanya, dia pergi bersama seorang petapa sepertiku. Aku berharap, pemuda itu menjadi pendekar yang baik di masa mendatang." terang Resi Sumbing. Jaka mengangguk-anggukan kepala.

Dari arena, terlihat Arya berdiri angkuh setelah mengalahkan rival lamanya, Kusuma murid unggulan Ki Sapta dan Lindu murid Ki Damar. Arya menang telak. Dengan wajah terlihat bangga, dia menantang siapapun murid padepokan itu untuk melawannya. Dua pertandingan tadi tak membuatnya puas.

"Hei! Pemuda asing bernama Jaka Geni! Meski kamu bukan murid padepokan Sigaluh, apa kamu berani bertukar jurus denganku!?" teriak Arya membuat Jaka tersenyum lalu menoleh ke arah Resi.

Sang Resi mempersilahkan Jaka pergi ke arena. Lalu dengan ilmu meringankan tubuh Kaki Awan yang diajari gurunya dia meloncat dengan enteng. Resi Sumbing dan dua Nyai kagum.

"Anak muda ini sepertinya lebih dari yang ku bayangkan," ucap Resi.

Jaka Geni mendarat di arena dengan tanpa suara. Arya cukup takjub melihat hal itu.

"Ilmu meringankan tubuhnya sudah sekelas ini...? " batin Arya sedikit merasa khawatir.

"Pangeran, orang rendahan ini memohon bimbingan kepada pangeran," ucap Jaka sambil membungkuk hormat.

Di tempat penonton Kinasih dan Anggita menatap Jaka dengan perasaan masing-masing terlihat cemas. Mereka khawatir Jaka mengalami luka serius melawan murid berbakat seperti Arya Kartajaya.

Arya melesat dengan cepat ke arah Jaka. Dalam satu gerakan, Arya menggunakan beberapa jurus. Dengan dipadu kecepatan tinggi terlihat hanya satu jurus. Beberapa mata tak bisa ditipu, namun banyak mata merasa tertipu. Jurus Arya ini bernama Seribu Jarum.

Jaka tak tinggal diam, dia kerahkan satu jurus sakti miliknya bernama Banteng Geni. Dua jurus beradu, dan terdengar keras saat kedua tinju bertemu. Saat jurus itu beradu, ada satu pukulan tak terlihat mengarah pada Jaka. Inilah yang disebut jurus Seribu Jarum. Pukulan utama hanyalah pengalih perhatian saja, namun pukulan aslinya adalah pukulan tak terlihat itu. Jurus ini jarang ada yang bisa menahannya. Hanya sesama murid kelas atas yang tentu bisa memahami cara menahannya.

Meski tak terlihat, Jaka Geni bisa merasakan aura tenaga dalam yang sangat kuat dari pukulan itu. Dia tak mau ambil resiko. Dikerahkannya satu kekuatan tenaga dalam yang luar biasa kuatnya. Bahkan dari atas langit yang cerah seketika menjadi mendung dan dengan sangat cepat satu cahaya kilat menyambar kebawah! Suara dahsyat terdengar menggelegar di puncak Gunung Sumbing.

Petir itu menghantam tubuh Jaka Geni bersamaan dengan pukulan Jarum Seribu menghantam dada pemuda.

"Celaka!" pekik Arya namun tak sempat menarik tangannya. Alhasil ketika tinjunya menghantam tubuh Jaka yang tersambar petir, justru dia yang terpental jauh. Pukulan Jarum Seribu tidak melukai tubuh Jaka sama sekali. Arya terkejut melihat baju bagusnya sedikit terbakar. Lebih terkejut lagi, saat dia menatap Jaka yang berdiri dengan gagah tanpa terluka sedikitpun.

"Bagaimana bisa... " ucap Arya perlahan.

Para Guru dan Resi dibuat terheran-heran.

"Benar-benar pendekar yang mengerikan... Petir itu benar-benar menyambar tubuhnya..." ucap Nyai Laras yang sangat takjub. Nyai Sari hanya terdiam dengan wajah sedikit pucat.

Resi Sumbing terlihat tenang.

"Itu adalah ajian Gledek milik Mahameru. Kemungkinan yang ini ajian Gledek Membelah Langit. Aku tak percaya anak semuda ini bisa menguasai tiga ajian Gledek gurunya yang sangat sakti. Kalau dia sudah menguasai ajian ini, dua ajian lainnya yaitu Ajian Gledek Sambar Nyawa dan Ajian Gledek Mengguncang Bumi sudah dikuasai sepenuhnya oleh pendekar ini. Itu berarti, dia hampir sekelas gurunya di usia yang masih sangat muda!" kata Resi Sumbing dengan dada bergetar.

"Bahkan, tak ada satu murid pun dari padepokan ini yang menguasai seluruh ilmu dariku. Mahameru, kau sangat beruntung..." batin sang Resi.

Kembali ke arena...

Jaka menatap Arya yang segera bangkit berdiri.

"Sihir macam apa yang kau lakukan Jaka!? Bahkan jika itu batu sekalipun, akan hancur dihantam petir! Bagaimana dirimu tetap utuh setelah tersambar petir!?" tanya Arya diliputi rasa penasaran. Jaka tersenyum.

"Aku tak bisa menjawabnya Pangeran Arya. Kau bisa tanyakan kepada gurumu nanti, sekarang sebaiknya jangan diteruskan. Kalau kau tak mau cacat seumur hidup." kata Jaka Geni tenang. Namun ucapan itu membuat Arya meradang.

"Sombong!!!" Arya kembali melesat dengan tenaga dalam penuh. Dia kerahkan satu jurus rahasia yang dia dalami dari kakak wanitanya sang Dewi Mentari.

Semua orang terkejut Arya menggunakan ajian milik perguruan lain.

"Itu, jurus Mentari Pagi tahap pertama!" ucap Nyai Laras merasa gusar. Resi Sumbing diam tak berucap satu kata pun.***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjalanan Sang Batara   113. Pendekar Sinting Dari Sikidang

    Rombongan berkuda itu berhenti tak jauh dari Gerbang Timur yang telah di kuasai oleh Panglima Karna. Mereka melihat perkemahan yang di didirikan oleh prajurit pemberontak. Ke enam orang itu turun dari atas kudanya. "Gerbang utama telah di kuasai. Kita harus lewat mana Laras?" tanya Nyai Sari dengan suara berbisik. "Kita pantau lebih dulu. Hei prajurit, sini." panggil Nyai Laras kepada dua prajurit yang bersama mereka sejak turun gunung Sumbing. Kedua prajurit itu mendekat. "Ada apa nyai?" tanya salah satunya. "Apakah kalian berani berjalan ke gerbang yang lain? Jika ada gerbang yang masih dikuasai Kerajaan, kalian datang kesini dan kabari kami. Kami akan menunggu disini. Kalau bergerak ramai-ramai bisa terlihat." ucap Nyai Laras kepada dua prajurit itu. Sesaat dua lelaki itu saling tetap. "Baiklah, aku akan ke sebelah selatan dan temanku ke sebelah utara. Secepatnya kami akan lapor kesini jika masih ada gerba

  • Perjalanan Sang Batara   112. Amarah Panglima Karna

    Pertarungan masih terjadi antara Iblis Cantik dan Raden Mandala. Beberapa kali serangan Iblis Cantik mendarat di tubuh pemuda berkumis tipis mengenakan blangkon itu. Sedangkan Gondo Sula malah sudah mendapat korban untuk pedang Barong Ireng miliknya. Dua orang meregang nyawa dalam keadaan terputus kepalanya. Tak bisa mendesak lawan sedikitpun membuat Raden Mandala sangat marah. Dia menyerang membabi buta dengan liar. Justru kali ini dia membuat kesalahan dengan kurangnya perhitungan. Saat tubuhnya melesat dan menebas ke arah Iblis Cantik, dengan tenang wanita itu putar tubuhnya menghindari serangan Kuku Pancanaka itu. Dan dengan mudah menyarangkan pukulan dengan tenaga dalam tinggi ke punggung sang Raden. Terkena pukulan kuat membuat tubuh Raden Mandala terdorong ke arah Gondo Sula. Dengan sekali tebas, kepala Raden Mandala terlepas dari tubuhnya. Pedang Barong Ireng berlumuran darah. Melihat tuannya tewas, membuat Arya Loka berang. Denga

  • Perjalanan Sang Batara   111. Rahasia Kepala Dalam Kantong

    Kita kembali ke waktu Raden Mandala si tugaskan untuk meminta keris Batu Raden milik Pangeran Slamet yang di bawa Sekar Wangi atau Iblis Cantik. Setelah meninggalkan istana Sigaluh, Raden Mandala bersama sepuluh pendekar pilihan bergerak cepat menggunakan kuda menuju kawasan hutan Larangan. Menurut kabar mata-mata, Iblis Cantik terakhir kali terlihat berada di sekitar hutan dimana Begal Edan menghadang Jaka Geni, Ratu Ambarwati dan Putri Maharani. Di hutan itu pula Ratu Ambarwati di sekap dalam goa oleh Topeng Mas. Setelah perjalanan satu hari penuh Raden Mandala berhenti di sebuah kedai kecil di pinggiran kampung untuk beristirahat. Dia turun dari kudanya lalu berjalan masuk ke dalam kedai di ikuti para pendekar. Dua pendekar berjaga di pintu kedai, sedangkan dua lagi berkeliling sekitar kedai untuk memastikan keamanan daerah tersebut. Enam Pendekar lainnya masuk ke dalam kedai kecil. Melihat orang berpakaian mewah, pemilik kedai da

  • Perjalanan Sang Batara   110. Benteng Sigaluh

    Serangan Bayan Taka sangat cepat saat tepat dihadapan Jaka Geni. Tebasan pedangnya penuh dengan tenaga dalam. Itu menunjukan betapa murkanya Bayan Taka terhadap Jaka Geni. Namun Jaka Geni dengan mudah mampu menangkis semua serangan. Bahkan sesekali kakinya mengait kaki orang tersebut hingga beberapa kali Bayan Taka terjatuh. Semakin dia marah dan lepas kendali, semakin mudah Jaka mempermainkan orang tua itu. Gerakan Bayan Taka semakin liar dan tidak beraturan. Dia benar-benar kehilangan kendali karena amarah. Jaka tak ingin membuang waktu terlalu lama. Setelah di rasa puas mempermainkan orang tua tersebut, dengan satu tebasan kuat, pedang Guntur Saketi telah membelah leher Bayan Taka dengan sangat cepat. Bahkan Bayan Taka tak sempat menangkis. Orang tua yang dulunya adalah orang kepercayaan Raja itu terkapar bersimbah darah. Menambah genangan darah yang sudah berceceran dimana-mana. Bayan Taka pun tewas di tangan Jaka Geni. Para prajurit

  • Perjalanan Sang Batara   109. Kemunculan Pedang Guntur

    Jaka Geni berkelit dengan berguling kesamping kiri saat tendangan Bayan Taka menerjang kearahnya. Melihat tendangan nya mengenai tempat kosong, tubuh Bayan Taka berputar di udara satu kali, dan tangannya melepas pukulan tangan kosong ke arah Jaka Geni. Gelombang kekuatan melabrak tubuh Sang Pendekar dengan keras. Jaka Geni terpental cukup jauh hingga tubuhnya berguling beberapa kali di lantai batu. Dengan sedikit mengalirkan tenaga dalam Agni Maya, Jaka Geni bangkit berdiri. Namun tubuhnya oleng dan sempoyongan. Bayan Taka yang melihat Jaka lengah, segera berteriak menyuruh pasukan pemanah untuk memanahnya! Kali ini para prajurit kerajaan tidak sempat melindungi Jaka Geni karena mereka juga tengah disibukkan peperangan. Hanya para pemanah yang mencoba memanah para pemanah lawan hingga beberapa terbunuh. Namun, tetap saja masih adab ratusan pemanah yang telah siap memanah Jaka Geni yang masih sedikit sempoyongan. Ratusan pan

  • Perjalanan Sang Batara   108. Pertarungan Di Gerbang Barat

    Sentana bersama Bayan Taka Penghianat Sigaluh memimpin serangan ke Gerbang Barat dimana yang berjaga di sana adalah Jaka Geni bersama dua ratus pasukan saja. Pasukan yang dibawa Sentana dan Bayan Taka hampir mencapai tiga ribu pasukan. Lini bagian sini lebih banyak dari pada yang lain. Karena seperti yang di duga Patih Sela Amarta, musuh akan menyerang dengan pasukan terbanyak di gerbang Barat karena sedikit penjaga di sana. Itu sebabnya di gerbang Utara pasukan berkuda kerajaan Sigaluh mencapai ribuan agar cepat mengalahkan musuh dan bergabung ke barat bersama Jaka Geni. Melihat lawan langsung menyerbu dengan tangga lalu menaikinya, Jaka Geni tak mau berlama-lama basa basi. Langsung saja dia kerahkan Ajian Gledek Membelah Langit bersama dua ajian Gledek lainnya. Yakni Gledek Sambar Nyawa dan Gledek Mengguncang Bumi. Para prajurit musuh yang tengah merangkak naik ke tembok seketika berhenti sesaat setelah melihat langit yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status