Home / Zaman Kuno / Perjalanan Sang Batara / 6.Padepokan Sigaluh

Share

6.Padepokan Sigaluh

Author: Gibran
last update Last Updated: 2025-06-10 15:27:57

Pagi yang cerah terlihat begitu menentramkan. Suara burung berkicau menyambut terbitnya matahari dengan riang. Kehangatan menyeruak disertai uap embun pagi yang menyegarkan.

Dinginnya pegunungan tak mengurangi semangat manusia untuk mencari berkah.

Disebuah padepokan, terlihat puluhan murid tengah berlatih silat. Meski dinginnya pagi menusuk tulang, mereka dengan giat berlatih memperagakan jurus yang di ajarkan. Seorang lelaki paruh baya terlihat mengawasi gerakan setiap murid. Terkadang dia berteriak bila ada gerakan yang salah.

Padepokan kecil itu bernama padepokan Sigaluh. Sebuah padepokan yang berada di puncak gunung Sumbing. Meski padepokan ini kecil dan hanya puluhan murid di sana, namun ketenaran padepokan ini sudah terdengar di seantero jagad persilatan karena banyak pendekar sakti jebolan Padepokan Sigaluh. Bahkan Raja Kerajaan Sigaluh pun dulunya adalah murid padepokan itu.

Padepokan Sigaluh terkenal dengan ilmu kanuragan ajian Jari Langit yang pernah mengguncang dunia persilatan. Konon katanya ajian ini hanya bisa dikuasai oleh murid yang berprestasi. Karena untuk mempelajari ajian ini, sangatlah berat. Bahkan jika latihan ajian Jari Langit gagal, mereka akan menderita cacat fisik seumur hidupnya. Ajian ini tidak boleh asal digunakan karena dampaknya yang mengerikan. Jika serangan Jari Langit menghantam tubuh lawan, maka lawan itu akan lumpuh total dengan luka lubang lima jari dimana pukulan itu menghantam. Sejauh ini, tak ada obat untuk menyembuhkan efek terkena serangan mematikan ini.

Hingga saat ini, hanya beberapa orang pendekar yang bisa menguasai ajian Jari Langit. Salah satunya adalah Raja Sigaluh dan para guru Padepokan Sigaluh.

Tiba-tiba, di tengah keheningan pagi, terdengar suara seorang murid yang berteriak berkali-kali dari arah luar gapura padepokan.

"Tolong! Tolong! Ada orang terluka!" teriaknya keras memecah di pagi hari.

Semua murid menghentikan latihannya. Beserta dengan sang guru, mereka berlari ke arah gapura padepokan.

"Lindu, ada apa!?" tanya guru dengan wajah penasaran.

"Itu Ki Sapta, ada orang terluka parah saat aku sedang mengambil kayu di hutan!" ucap murid bernama Lindu.

"Baiklah, tenangkan dirimu, ayo kita periksa. Jangan semuanya ikut, nanti guru besar marah, biar aku dan beberapa saja. Sana kembali latihan, dan untuk yang akan ikut, bawakan tandu. Kalau bisa kita tolong, kita bawa ke padepokan." ucap Ki Sapta.

Lalu mereka bergegas ke arah hutan tak jauh dari padepokan. Tepatnya di lereng selatan.

Sesampainya di sana, Ki Sapta mendapati seorang pemuda yang tengah bersandar di sebuah batu besar. Wajahnya pucat seperti mayat. Dari bibirnya terlihat bekas darah yg mengering.

Ki Sapta membuka baju pemuda itu. Matanya terbelalak melihat ada lima lubang sebesar jari yang sudah menghitam. Lubang itu tidak asing baginya.

"Ajian Jari Langit...!" seru batinnya.

"Cepat bawa pemuda ini! Dia masih hidup. Kita akan menanyainya nanti jika dia bisa disembuhkan." ucap Ki Sapta.

Para murid segera membawa pemuda itu menggunakan tandu menuju ke padepokan Sigaluh.

Sesampainya di sana, pemuda itu dibaringkan di atas balai-balai.

Ternyata Mahaguru Padepokan yg berjuluk Resi Sumbing telah mendengar berita pemuda itu dan ingin melihat keadaannya. Ketika lelaki tua dengan rambut dan janggut panjang berwarna putih itu datang semua murid membungkuk hormat, termasuk Ki Sapta.

"Resi, coba anda lihat luka di dada pemuda ini." ucap Ki Sapta lalu membuka baju pemuda itu. Mata sang Resi menatap tajam. Dia mengelus janggutnya.

"Sapta, ambilkan obat di ruangan ku. Semoga dia bisa diselamatkan agar jelas, siapa yang telah melukainya dengan ajian perguruan kita. Dan panggilkan para guru lainnya, kecuali Sari yang tengah bersemedi." perintah Resi Sumbing. Matanya tak lepas dari lima lubang di dada pemuda itu. Dengan cepat, dia memberikan totokan di leher dan dada pemuda itu. Lima lubang itu pun terlihat mengeluarkan sedikit asap tipis.

"Malang sekali nasibmu anak muda. Aku akan berusaha semampuku. Tapi takdir yang akan menentukan." kata Resi setelah sedikit alirkan tenaga dalam ke tubuh pemuda itu.

Tak berapa lama Ki Sapta datang bersama dua guru lainnya yang tak lain Nyai Laras dan Ki Damar. Setelah melihat pemuda yang tergeletak di sana dua orang yang baru datang terkejut.

"Bagaimana bisa Resi!? Bukankah, diluar sana hanya Raja Sigaluh yang mempunyai ajian ini?" tanya Nyai Laras.

"Tenang dulu. Kita hanya bisa menduga, tapi jawaban sebenarnya adalah dari pemuda ini. Kita akan coba sembuhkan dia, dan menanyakannya nanti. Semoga dia terselamatkan." jawab Resi tenang dan berwibawa.

Nyai Laras menoleh ke arah Ki Sapta dan Ki Damar. Dua lelaki paruh baya itu menganggukkan kepala.

Lalu mereka memulai proses penyembuhan dengan tenaga dalam. Penyembuhan itu untuk mengeluarkan racun ajian Jari Langit yang sudah menjalar di tubuh pemuda itu.

Cukup memakan waktu, hingga beberapa jam kemudian mereka selesai.

"Hebat, anak muda ini bisa bertahan dari ajian ganas itu..." bisik Nyai Laras.

Dari lima lubang kecil di dada pemuda itu mengalir darah hitam mengepulkan asap tipis. Para guru dan Resi terlihat menghembuskan nafas lega. Mereka menyeka keringat yang membasahi wajah.

Pemuda yang mereka selamatkan terlihat lebih segar sekarang. Itu karena racun didalam tubuhnya telah keluar. Lalu Resi Sumbing menutup luka pemuda itu dengan ramuan obat.

"Biarkan dia istirahat. Dua hari lagi dia akan bangun." ucap Resi lalu pergi meninggalkan ruangan itu. Para guru yang lain juga pergi hingga tinggal lah pemuda itu sendiri.

Dua hari kemudian...

Pemuda itu bangkit dari tidurnya. Tubuhnya terasa berat. Dia menatap dadanya lalu menatap sekitar ruangan itu.

"Dimana aku... Apakah ini padepokan yang disebutkan orang itu?" katanya perlahan.

Samar dia mendengar suara para murid padepokan yang tengah berlatih. Dia segera bangkit dari duduknya lalu dengan perlahan dia berjalan ke jendela. Dari jauh terlihat para murid yang tengah berlatih silat.

"Benar, ini padepokan Sigaluh... Kenapa orang itu menyelamatkanku?"

Tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara langkah. Segera dia kembali berbaring di balai-balai.

Seorang gadis belia masuk ke ruangan itu. Gadis itu terlihat sangat cantik. Dia meletakan makanan dan minuman di atas meja. Lalu menghampiri pemuda itu. Gadis itu tersenyum.

"Kamu ganteng juga... Ternyata benar kata saudari seperguruan rumor tentang ketampanan mu..." ucapnya pelan.

Ketika gadis itu membalikan badan, pemuda itu menyambar lengan si gadis.

"Tunggu..!" kata pemuda itu yang membuat gadis cantik itu terkejut dan memerah seketika wajahnya.

"Kau...! Kau sudah siuman!?" pekik gadis itu yang merasa malu karena sebelumnya dia telah berkata sesuatu tentang pemuda itu. Pemuda itu tersenyum ramah.

"Tenanglah adik, aku tak bermaksud yang tidak-tidak..." ucap pemuda sambil melepas pegangan tangannya. Gadis itu duduk dengan wajah masih merona karena malu. Pemuda itu tahu apa yang tengah melanda si gadis.

"Aku sadar saat kau akan melangkah pergi. Secara tak sengaja tanganku meraih tanganmu. Maafkan kelancangan ku ini..." kata pemuda itu lalu mencoba membungkukkan badan. Namun gadis cantik itu mencegahnya.

"Sudahlah kakang, tak perlu sungkan... Aku kesini hanya untuk membawakan sarapan. Dan guruku bilang, bahwa hari ini kau akan siuman. Aku tak mengira kau sadar saat aku yang datang kesini... Sudah dua hari ini, saudariku yang merawat mu." kata gadis itu dan kembali mukanya memerah. Pemuda itu tersenyum melihat kelakuan gadis cantik itu.

"Terimakasih adik...sudah peduli padaku," ucap pemuda itu sambil tersenyum. Gadis itu terlihat senang melihat senyum pemuda. Sepertinya ada benih-benih yang tumbuh di hati si gadis.

"Oh iya, namaku Kinasih... Siapakah namamu kakang?" tanya gadis bernama Kinasih itu.

"Aku Jaka Geni. Biasa di panggil Jaka." balas Jaka.

"Ya sudah, kakang Jaka, aku melapor dulu ke guru tentang keadaan kakang." kata Kinasih lalu berpamitan. Jaka menatapnya hingga gadis itu hilang dari pandangan.

"Cantik sekali Kinasih..." ucapnya pelan. Jantungnya berdetak cukup keras. Dia hirup aroma wangi dari tubuh Kinasih. Masih tercium meski gadis itu telah pergi.

"Padepokan Sigaluh... Ada bidadari didalamnya... Tak menyesal aku hampir mati..." ucapnya lagi.

Namun tiba-tiba ada suara dari balik pintu ruangan.

"Tak menyesal? Hanya setelah melihat kecantikan satu orang padepokan?"

Jaka tersentak kaget. Dia tidak menyadari seorang lelaki paruh baya tengah berdiri di dekat pintu. Lelaki itu tertawa melihat wajah kaget pemuda.

"Tenanglah anak muda, aku Ki Damar salah satu guru disini. Dua hari lalu aku ikut mengobati mu bersama Resi dan guru lainnya." kata Ki Damar lalu melangkah masuk.

Jaka segera bangun lalu bersujud di depan lelaki itu.

"Terimakasih guru! Telah menyelamatkan nyawa tak berguna ini!"

"Bangunlah. Aku tak suka orang bersujud di hadapanku." kata Ki Damar.

Jaka pun segera berdiri dan memperkenalkan diri.

"Setelah kau bebersih diri, datanglah ke ruang Resi Sumbing di aula yang besar di sana. Kami akan mendengarkan apa yang kau alami hingga terluka separah itu." kata Ki Damar.

"Baik ki... Aku akan ke sana nanti."jawab Jaka.

"Kau termasuk beruntung ditolong keajaiban, ajian Jari Langit yang kau terima tak membuat pembuluh darahmu hancur. Dan hebatnya lagi, kau bisa menahan pukulan itu tak sampai menjebol dada mu. Aku penasaran, dari perguruan mana kau ini Jaka?" tanya Ki Damar dengan tatapan penuh selidik. Jaka menangkap tatapan itu dan sedikit merasa aneh.

"Aku dari sebuah kampung kecil di Kerajaan Blambangan ki. Aku berkelana untuk menimba ilmu hingga sampai di Kerajaan Sigaluh ini." jawab Jaka.

"Siapa guru mu nak?" tanya Ki Darma lagi.

"Guruku Eyang Guru Mahameru berjuluk Pendekar Tangan Dewa, apakah Ki Damar mengenalnya?" tanya Jaka.

Sesaat Ki Damar terdiam sambil mengelus jenggot panjangnya. Matanya sedikit menyorot tajam ke arah Jaka.

"Aku kenal gurumu itu, dia seorang pendekar tua yang namanya menggetarkan dunia persilatan tanah jawa ini. Bahkan, guru-guru besar padepokan tanah jawa pernah di buat tak berkutik oleh gurumu. Ajian Gledek milik gurumu benar-benar tak ada tandingan... Aku dengar, ajian itu terbagi beberapa jurus dengan tingkatan yang berbeda...benar-benar tangan Dewa..." kata Ki Damar dengan senyum lebar menghias wajahnya.

"Benar yang Ki Damar katakan, ajian itu terbagi beberapa tingkat. Tingkat tertinggi adalah ajian Gledek Membelah Langit, sayangnya, aku masih terlalu muda untuk menguasainya. Butuh latihan sangat keras Ki, dan tubuhku belum cukup kuat. Namun berkat ajian Gledek itu, aku selamat dari kematian secara langsung dari ajian Jari Langit orang misterius itu..." kata Jaka dengan wajah terlihat marah. Ki Damar menepuk bahu Jaka.

Tepukan itu mengandung tenaga dalam. Jika Jaka tak segera alirkan tenaga dalamnya, dia bisa tersungkur seketika.

"Kami orang padepokan Sigaluh pun merasa penasaran siapa orang yang mempunyai ajian Jari Langit itu. Selain Resi Sumbing, Ki Sapta, Nyai Laras, Nyai Sari, aku dan Raja Sigaluh tak ada yang mempunyai ajian itu. Jika ada pun, orang tersebut sudah mati dihukum oleh Resi puluhan tahun yang lalu karena dosa besar yang dia lakukan. Tubuhnya sudah dilempar ke jurang rajawali dan sudah dipastikan, tak ada orang yang bisa hidup jika jatuh ke dalam jurang sedalam ratusan meter itu." terang Ki Damar.

"Aku tak begitu paham dengan masalah dalam padepokan, Ki Damar tak perlu mengatakannya terlalu jauh, karena aku ini orang luar..." kata Jaka merasa tak enak mendengar permasalahan padepokan diceritakan kepadanya. Ki Damar tersenyum.

"Baiklah, aku akan pergi dulu. Kau bisa minta tolong ke Kinasih jika ada sesuatu. Jangan lupa, datang ke aula itu. Kita bahas permasalahan ini di sana bersama para guru." kata Ki Damar lalu pamit pergi. Jaka membungkuk hormat.~

Jaka keluar dari aula padepokan itu. Dia telah menjelaskan apa yang dia alami kepada Resi dan para guru. Semua guru di padepokan ikut bermusyawarah.

Besar kemungkinan serangan yang di alami oleh Jak adalah perbuatan murid Resi yang pernah dihukum di pubcak Rajawali. Selain itu ada dugaan yang tak disangka, yaitu adalah Raja Sigaluh. Hanya saja para guru tak bisa memutuskan, itu mutlak perbuatan Raja atau murid yang pernah dijatuhi hukuman.

Itu bisa membahayakan padepokan kecil itu jika ternyata bukan Raja pelakunya.

Ki Sapta pun langsung diutus turun gunung untuk mencari kebenaran tersebut. Sementara itu, Jaka menetap di padepokan Sigaluh untuk sementara waktu sambil menyembuhkan luka dalamnya.

Malam hari terlihat sepi. Hanya beberapa murid yang berkeliling menggunakan obor.Satu bayangan hitam melesat di atas atap aula.Jaka yang tengah mengolah tenaga dalam merasakan hawa kehadiran seseorang.

"Penyusup?" batinnya. Dia bangkit dengan perlahan. Diam-diam dia alirkan tenaga dalam di telapak tangan. Ajian sakti Angin Menyapa Semeru telah siap di keluarkan jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Tadinya Jaka ingin menyiapkan ajian Gledek Mengguncang Bumi, namun ajian itu terlalu kuat dan penyusup sudah pasti bisa merasakannya.

Perlahan dia keluar dari ruangan tempat dia tinggal. Lalu dengan ilmu meringankan tubuh dia melesat ke arah atap. Dia mengendap dan mengawasi gerak-gerik mencurigakan seseorang di atas atap aula. Terlihat beberapa murid yang berpatroli tidak menyadarinya. Jaka bisa merasakan, jika penyusup ini bisa membantai 4 orang murid yang tengah berkeliling itu dengan sekali gerakan.

Setelah murid-murid itu pergi menjauh, Jaka melihat sosok itu turun dan berlari ke arah pintu ruangan Ki Damar. Jaka menatapnya dengan seksama. Jaka menunggunya beberapa saat lamanya. Namun sosok itu tak kunjung keluar.

"Siapa orang itu...? Aku curiga..." ucapnya pelan. Karena penyusup itu tak kunjung keluar, Jaka memutuskan untuk kembali ke ruangannya dan menunggu esok hari untuk memastikan.

Jika dugaannya benar, semua yang di alaminya adalah perbuatan Ki Damar. Lalu apa alasan Ki Damar melakukan tindakan misterius seperti itu?

Seolah Jaka adalah umpan untuk sesuatu yang besar. Jaka ingat, orang yang mencelakainya itulah yang menyuruhnya pergi ke padepokan Sigaluh yang berada di puncak Sumbing. Dan dalam keadaan luka dalam parah dia berlari menggunakan ajian Kijang Kencana menuju puncak Sumbing.

Sayangnya dia kehabisan tenaga sebelum sampai hingga akhirnya dia ditemukan seorang murid. Yang bikin Jaka merasa janggal, kenapa orang misterius itu tidak membunuhnya, tapi malah menyuruhnya pergi ke Padepokan Sigaluh?

Jaka masih terus memikirkan hal itu hingga akhirnya dia pun tiba-tiba merasa sangat ngantuk dan tak berapa lama dia mulai tertidur lelap. Sesaat setelah Jaka tertidur, sesosok bayangan menyelinap ke dalam ruangan lalu menghampirinya.

Siapakah sosok misterius yang tiba-tiba datang ke ruangan sang pendekar? Dan apa yang akan dia perbuat terhadap pemuda yang tengah terpengaruh ilmu sihir itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Samsudin Acok
ajian jari gledek namanya di aplikasi novel me ya kan?ini versi 1nya dn ada versi 2ya kn?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Perjalanan Sang Batara   245.Darmaga Talaga Mulya

    Dua hari rombongan Ki Wongso menginap di desa kecil itu dan tidak terjadi apa-apa. Hingga akhirnya mereka kembali melanjutkan perjalanan mereka ke Telaga Mulya. Namun mereka harus melewati kerajaan Banyu Biru selama beberapa hari ke depan sebelum akhirnya bisa sampai perbatasan. Jaka Geni telah sembuh dari lukanya. Selama dua hari itu dia giat berlatih dengan guru barunya, Utari Dewi. Ki Wongso juga terkadang ikut memberikan beberapa jurus. Namun sayangnya, Jaka belum bisa menggunakan ajian sakti. Tenaga dalamnya masih sangat tipis. Mempertahankan pedang dalam genggaman selama pertarungan saja sudah cukup sulit bagi Jaka. Mengingat beberapa hari yang lalu lawannya adalah para pendekar dengan tenaga dalam cukup tinggi. Namun sedikit demi sedikit Jaka bisa meningkatkan tenaga dalamnya. Latihan yang Utari ajarkan cukup membuat perkembangan pada Jaka Geni. Meski nadi yang mengunci tenaga dalamnya masih terkunci, Jaka kini lebih bisa menguasai jurus yang lumayan mematikan. Kerajaan Ban

  • Perjalanan Sang Batara   244.Mengalahkan Begal Jalak Biru

    Malam semakin larut, pertarungan pun masih terus berlanjut. Ki Wongso melesat di samping Jalak Biru lalu menghantam dengan ajian Geger Gunung Slamet. Jalak Biru merasakan ada pergerakan di sebelah kiri nya. Namun dia terlambat, pukulan Ki Wongso telah bersarang di rahang nya. Tubuh Jalak Biru terpental hingga beberapa tombak dengan kepala muntir terbalik ke atas. Tubuhnya menghantam tanah dengan keras. Dua ketua yang melihat Jalak Biru terkena pukulan telak segera meninggalkan pertarungan mereka lalu menyerbu ke arah Ki Wongso. Waringin dan Jati Wangon menerjang penuh amarah setelah melihat kematian Jalak Biru yang mengenaskan. Ki Wongso tidak sendiri, di bantu para pendekar dia mengepung dua ketua itu. Pertarungan pun terjadi. Meski di kepung banyak pendekar namun Jati Wangon dan Waringin masih bisa menahan serangan. Sementara itu Projo mati-matian bertahan dari serangan Utari Dewi yang semakin di tahan semakin cepat gadis itu menyerang. "Sialan... Bagaimana aku lepas dari gadi

  • Perjalanan Sang Batara   243.Utari Dewi Mengamuk

    Pucung melihat perubahan mata pada Utari Dewi. Selain takjub, dia merasa merinding juga. "Apakah mata dia sakit? Bagaimana bisa warnanya berubah seperti itu?" batin Pucung sambil mengamati perubahan mata si gadis. Tanpa banyak bicara, Utari Dewi langsung melesat dengan sangat cepat! Bahkan Jaka Geni melihat gadis itu seolah menghilang. Karena dia melihat dengan mata biasa, berbeda dengan Pucung yang takjub dengan kecepatan Utari. Saat berjarak satu tombak, tiba-tiba Utari lenyap dari pandangan Pucung. Lelaki itu terkejut setengah mati. "Lenyap!? Bagaimana bisa!?" teriak Pucung kebingungan. Saat itulah dari sisi kiri tangan Utari Dewi bergerak menghantam. Tanpa melihat, Pucung yang merasa ada hembusan angin langsung bergerak cepat menebas ke arah kiri. Utari menarik kembali tangan nya. Hampir saja tangan kanannya terpotong oleh pedang Pucung. Dengan gerak cepat, Utari merunduk lalu kakinya menyambar kaki kanan Pucung. Krak! Terdengar tulang patah setelah kaki kiri Utari menya

  • Perjalanan Sang Batara   242.Pertarungan Di Tengah Malam

    Rombongan Ki Wongso bergerak perlahan di hutan yang gelap. Jaka Geni membuka matanya perlahan saat roda kayu itu menginjak batu kecil dan membuatnya terbangun dari tidurnya. Di sebelahnya Utari Dewi masih memeluk dirinya dengan kepala bersandar di dadanya. Jaka Geni tersenyum melihat gadis itu terlihat sangat nyenyak. Jaka meletakkan kepala gadis itu di kursi dengan bantalan empuk. Lalu dia berjalan ke depan sambil membungkuk. Jaka duduk di sebelah kusir kereta. "Ki sanak, apakah kita tidak menginap di jalan terlebih dahulu. Sepertinya para kusir sudah kelelahan," ucap Jaka mengawali pembicaraan. "Masih di tengah hutan den, nanti kita akan istirahat setelah melewati hutan dan menemukan perkampungan. Jika kita menginap di sini sangat rawan den," jawab kusir tersebut. Jaka menganggukkan kepala lalu berdiam diri. Pandangan matanya menyapu ke segala penjuru. Semuanya terlihat gelap dan mencekam. Lampu obor di kanan dan kiri kereta bergoyang-goyang tertiup angin. Rombongan panjang

  • Perjalanan Sang Batara   241.Jalak Biru

    Sepulangnya dari kedai besar di sore hari, Jalak Biru langsung menuju kediamannya bersama puluhan begal anak buahnya. Sesampainya di sarang mereka, Jalak Biru duduk terdiam di kursi batu yang besar di dalam goa yang tak jauh dari kawasan perbatasan. Para kepala kelompok begal di panggil. Mereka ada lima orang. Saat terjadi perselisihan Jalak Biru dan Ki Wongso, lima orang ini berada di tempat lain. Begal Jalak Biru ini adalah salah satu kelompok begal yang lumayan besar di kerajaan Banyu Biru. Mereka suka menjarah para saudagar kaya yang melintasi perbatasan. Jalak Biru mempunyai lima tangan yang berpengaruh di gerombolan itu. Kelimanya itu adalah para begal tua yang sedari dulu mengikuti Jalak Biru. Nama Jalak Biru sendiri sebenarnya adalah nama ayah dari Jalak Biru yang sekarang. Dia menjadikan nama ayahnya yang sudah tewas di tangan Mahesa Birawa sebagai julukan dia sendiri. Sedangkan nama aslinya adalah Jalu Sastra Paningit. Seorang anak dari Jalak Biru hasil dari menghamili

  • Perjalanan Sang Batara   240.Sandiwara

    Ki Wongso menatap tajam. "Bubuk pencari raga?" batin orang tua itu. Jalak Biru melesat ke arah Ki Wongso dengan cepat lalu menebar bubuk itu ke arah Ki Wongso. Dengan cepat Ki Wongso menghindar. Namun anehnya bubuk itu mengejarnya. Jalak Biru tersenyum. Dia berkelebat cepat ke arah bubuk tersebut meski tubuh Ki Wongso masih terlihat diam di depannya. Orang tua itu mendengus kesal. Tanpa menghindar, dia serang Jalak Biru. Adu jurus pun terjadi. Bubuk itu sebagian menutupi pandangan Ki Wongso membuatnya kesulitan menghadapi serangan-serangan golok Jalak Biru. "Kau tidak tahu siapa aku orang tua! Kau akan mati penuh sesal karena telah meremehkan ku!" teriak Jalak Biru sambil terus mempercepat serangan. Ki Wongso segera melompat ke belakang. Saat tubuhnya melayang di udara, telapak tangannya menghantam ke depan. Satu gelombang hitam menggulung bubuk yang di lemparkan Jalak Biru. Saat itulah, Ki Wongso menggunakan ilmu Samar Hantu miliknya. Tahu-tahu dia sudah berada di belakang Jal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status