Pagi yang cerah terlihat begitu menentramkan. Suara burung berkicau menyambut terbitnya matahari dengan riang. Kehangatan menyeruak disertai uap embun pagi yang menyegarkan.
Dinginnya pegunungan tak mengurangi semangat manusia untuk mencari berkah. Disebuah padepokan, terlihat puluhan murid tengah berlatih silat. Meski dinginnya pagi menusuk tulang, mereka dengan giat berlatih memperagakan jurus yang di ajarkan. Seorang lelaki paruh baya terlihat mengawasi gerakan setiap murid. Terkadang dia berteriak bila ada gerakan yang salah. Padepokan kecil itu bernama padepokan Sigaluh. Sebuah padepokan yang berada di puncak gunung Sumbing. Meski padepokan ini kecil dan hanya puluhan murid di sana, namun ketenaran padepokan ini sudah terdengar di seantero jagad persilatan karena banyak pendekar sakti jebolan Padepokan Sigaluh. Bahkan Raja Kerajaan Sigaluh pun dulunya adalah murid padepokan itu. Padepokan Sigaluh terkenal dengan ilmu kanuragan ajian Jari Langit yang pernah mengguncang dunia persilatan. Konon katanya ajian ini hanya bisa dikuasai oleh murid yang berprestasi. Karena untuk mempelajari ajian ini, sangatlah berat. Bahkan jika latihan ajian Jari Langit gagal, mereka akan menderita cacat fisik seumur hidupnya. Ajian ini tidak boleh asal digunakan karena dampaknya yang mengerikan. Jika serangan Jari Langit menghantam tubuh lawan, maka lawan itu akan lumpuh total dengan luka lubang lima jari dimana pukulan itu menghantam. Sejauh ini, tak ada obat untuk menyembuhkan efek terkena serangan mematikan ini. Hingga saat ini, hanya beberapa orang pendekar yang bisa menguasai ajian Jari Langit. Salah satunya adalah Raja Sigaluh dan para guru Padepokan Sigaluh. Tiba-tiba, di tengah keheningan pagi, terdengar suara seorang murid yang berteriak berkali-kali dari arah luar gapura padepokan. "Tolong! Tolong! Ada orang terluka!" teriaknya keras memecah di pagi hari. Semua murid menghentikan latihannya. Beserta dengan sang guru, mereka berlari ke arah gapura padepokan. "Lindu, ada apa!?" tanya guru dengan wajah penasaran. "Itu Ki Sapta, ada orang terluka parah saat aku sedang mengambil kayu di hutan!" ucap murid bernama Lindu. "Baiklah, tenangkan dirimu, ayo kita periksa. Jangan semuanya ikut, nanti guru besar marah, biar aku dan beberapa saja. Sana kembali latihan, dan untuk yang akan ikut, bawakan tandu. Kalau bisa kita tolong, kita bawa ke padepokan." ucap Ki Sapta. Lalu mereka bergegas ke arah hutan tak jauh dari padepokan. Tepatnya di lereng selatan. Sesampainya di sana, Ki Sapta mendapati seorang pemuda yang tengah bersandar di sebuah batu besar. Wajahnya pucat seperti mayat. Dari bibirnya terlihat bekas darah yg mengering. Ki Sapta membuka baju pemuda itu. Matanya terbelalak melihat ada lima lubang sebesar jari yang sudah menghitam. Lubang itu tidak asing baginya. "Ajian Jari Langit...!" seru batinnya. "Cepat bawa pemuda ini! Dia masih hidup. Kita akan menanyainya nanti jika dia bisa disembuhkan." ucap Ki Sapta. Para murid segera membawa pemuda itu menggunakan tandu menuju ke padepokan Sigaluh. Sesampainya di sana, pemuda itu dibaringkan di atas balai-balai. Ternyata Mahaguru Padepokan yg berjuluk Resi Sumbing telah mendengar berita pemuda itu dan ingin melihat keadaannya. Ketika lelaki tua dengan rambut dan janggut panjang berwarna putih itu datang semua murid membungkuk hormat, termasuk Ki Sapta. "Resi, coba anda lihat luka di dada pemuda ini." ucap Ki Sapta lalu membuka baju pemuda itu. Mata sang Resi menatap tajam. Dia mengelus janggutnya. "Sapta, ambilkan obat di ruangan ku. Semoga dia bisa diselamatkan agar jelas, siapa yang telah melukainya dengan ajian perguruan kita. Dan panggilkan para guru lainnya, kecuali Sari yang tengah bersemedi." perintah Resi Sumbing. Matanya tak lepas dari lima lubang di dada pemuda itu. Dengan cepat, dia memberikan totokan di leher dan dada pemuda itu. Lima lubang itu pun terlihat mengeluarkan sedikit asap tipis. "Malang sekali nasibmu anak muda. Aku akan berusaha semampuku. Tapi takdir yang akan menentukan." kata Resi setelah sedikit alirkan tenaga dalam ke tubuh pemuda itu. Tak berapa lama Ki Sapta datang bersama dua guru lainnya yang tak lain Nyai Laras dan Ki Damar. Setelah melihat pemuda yang tergeletak di sana dua orang yang baru datang terkejut. "Bagaimana bisa Resi!? Bukankah, diluar sana hanya Raja Sigaluh yang mempunyai ajian ini?" tanya Nyai Laras. "Tenang dulu. Kita hanya bisa menduga, tapi jawaban sebenarnya adalah dari pemuda ini. Kita akan coba sembuhkan dia, dan menanyakannya nanti. Semoga dia terselamatkan." jawab Resi tenang dan berwibawa. Nyai Laras menoleh ke arah Ki Sapta dan Ki Damar. Dua lelaki paruh baya itu menganggukkan kepala. Lalu mereka memulai proses penyembuhan dengan tenaga dalam. Penyembuhan itu untuk mengeluarkan racun ajian Jari Langit yang sudah menjalar di tubuh pemuda itu. Cukup memakan waktu, hingga beberapa jam kemudian mereka selesai. "Hebat, anak muda ini bisa bertahan dari ajian ganas itu..." bisik Nyai Laras. Dari lima lubang kecil di dada pemuda itu mengalir darah hitam mengepulkan asap tipis. Para guru dan Resi terlihat menghembuskan nafas lega. Mereka menyeka keringat yang membasahi wajah. Pemuda yang mereka selamatkan terlihat lebih segar sekarang. Itu karena racun didalam tubuhnya telah keluar. Lalu Resi Sumbing menutup luka pemuda itu dengan ramuan obat. "Biarkan dia istirahat. Dua hari lagi dia akan bangun." ucap Resi lalu pergi meninggalkan ruangan itu. Para guru yang lain juga pergi hingga tinggal lah pemuda itu sendiri. Dua hari kemudian... Pemuda itu bangkit dari tidurnya. Tubuhnya terasa berat. Dia menatap dadanya lalu menatap sekitar ruangan itu. "Dimana aku... Apakah ini padepokan yang disebutkan orang itu?" katanya perlahan. Samar dia mendengar suara para murid padepokan yang tengah berlatih. Dia segera bangkit dari duduknya lalu dengan perlahan dia berjalan ke jendela. Dari jauh terlihat para murid yang tengah berlatih silat. "Benar, ini padepokan Sigaluh... Kenapa orang itu menyelamatkanku?" Tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara langkah. Segera dia kembali berbaring di balai-balai. Seorang gadis belia masuk ke ruangan itu. Gadis itu terlihat sangat cantik. Dia meletakan makanan dan minuman di atas meja. Lalu menghampiri pemuda itu. Gadis itu tersenyum. "Kamu ganteng juga... Ternyata benar kata saudari seperguruan rumor tentang ketampanan mu..." ucapnya pelan. Ketika gadis itu membalikan badan, pemuda itu menyambar lengan si gadis. "Tunggu..!" kata pemuda itu yang membuat gadis cantik itu terkejut dan memerah seketika wajahnya. "Kau...! Kau sudah siuman!?" pekik gadis itu yang merasa malu karena sebelumnya dia telah berkata sesuatu tentang pemuda itu. Pemuda itu tersenyum ramah. "Tenanglah adik, aku tak bermaksud yang tidak-tidak..." ucap pemuda sambil melepas pegangan tangannya. Gadis itu duduk dengan wajah masih merona karena malu. Pemuda itu tahu apa yang tengah melanda si gadis. "Aku sadar saat kau akan melangkah pergi. Secara tak sengaja tanganku meraih tanganmu. Maafkan kelancangan ku ini..." kata pemuda itu lalu mencoba membungkukkan badan. Namun gadis cantik itu mencegahnya. "Sudahlah kakang, tak perlu sungkan... Aku kesini hanya untuk membawakan sarapan. Dan guruku bilang, bahwa hari ini kau akan siuman. Aku tak mengira kau sadar saat aku yang datang kesini... Sudah dua hari ini, saudariku yang merawat mu." kata gadis itu dan kembali mukanya memerah. Pemuda itu tersenyum melihat kelakuan gadis cantik itu. "Terimakasih adik...sudah peduli padaku," ucap pemuda itu sambil tersenyum. Gadis itu terlihat senang melihat senyum pemuda. Sepertinya ada benih-benih yang tumbuh di hati si gadis. "Oh iya, namaku Kinasih... Siapakah namamu kakang?" tanya gadis bernama Kinasih itu. "Aku Jaka Geni. Biasa di panggil Jaka." balas Jaka. "Ya sudah, kakang Jaka, aku melapor dulu ke guru tentang keadaan kakang." kata Kinasih lalu berpamitan. Jaka menatapnya hingga gadis itu hilang dari pandangan. "Cantik sekali Kinasih..." ucapnya pelan. Jantungnya berdetak cukup keras. Dia hirup aroma wangi dari tubuh Kinasih. Masih tercium meski gadis itu telah pergi. "Padepokan Sigaluh... Ada bidadari didalamnya... Tak menyesal aku hampir mati..." ucapnya lagi. Namun tiba-tiba ada suara dari balik pintu ruangan. "Tak menyesal? Hanya setelah melihat kecantikan satu orang padepokan?" Jaka tersentak kaget. Dia tidak menyadari seorang lelaki paruh baya tengah berdiri di dekat pintu. Lelaki itu tertawa melihat wajah kaget pemuda. "Tenanglah anak muda, aku Ki Damar salah satu guru disini. Dua hari lalu aku ikut mengobati mu bersama Resi dan guru lainnya." kata Ki Damar lalu melangkah masuk. Jaka segera bangun lalu bersujud di depan lelaki itu. "Terimakasih guru! Telah menyelamatkan nyawa tak berguna ini!" "Bangunlah. Aku tak suka orang bersujud di hadapanku." kata Ki Damar. Jaka pun segera berdiri dan memperkenalkan diri. "Setelah kau bebersih diri, datanglah ke ruang Resi Sumbing di aula yang besar di sana. Kami akan mendengarkan apa yang kau alami hingga terluka separah itu." kata Ki Damar. "Baik ki... Aku akan ke sana nanti."jawab Jaka. "Kau termasuk beruntung ditolong keajaiban, ajian Jari Langit yang kau terima tak membuat pembuluh darahmu hancur. Dan hebatnya lagi, kau bisa menahan pukulan itu tak sampai menjebol dada mu. Aku penasaran, dari perguruan mana kau ini Jaka?" tanya Ki Damar dengan tatapan penuh selidik. Jaka menangkap tatapan itu dan sedikit merasa aneh. "Aku dari sebuah kampung kecil di Kerajaan Blambangan ki. Aku berkelana untuk menimba ilmu hingga sampai di Kerajaan Sigaluh ini." jawab Jaka. "Siapa guru mu nak?" tanya Ki Darma lagi. "Guruku Eyang Guru Mahameru berjuluk Pendekar Tangan Dewa, apakah Ki Damar mengenalnya?" tanya Jaka. Sesaat Ki Damar terdiam sambil mengelus jenggot panjangnya. Matanya sedikit menyorot tajam ke arah Jaka. "Aku kenal gurumu itu, dia seorang pendekar tua yang namanya menggetarkan dunia persilatan tanah jawa ini. Bahkan, guru-guru besar padepokan tanah jawa pernah di buat tak berkutik oleh gurumu. Ajian Gledek milik gurumu benar-benar tak ada tandingan... Aku dengar, ajian itu terbagi beberapa jurus dengan tingkatan yang berbeda...benar-benar tangan Dewa..." kata Ki Damar dengan senyum lebar menghias wajahnya. "Benar yang Ki Damar katakan, ajian itu terbagi beberapa tingkat. Tingkat tertinggi adalah ajian Gledek Membelah Langit, sayangnya, aku masih terlalu muda untuk menguasainya. Butuh latihan sangat keras Ki, dan tubuhku belum cukup kuat. Namun berkat ajian Gledek itu, aku selamat dari kematian secara langsung dari ajian Jari Langit orang misterius itu..." kata Jaka dengan wajah terlihat marah. Ki Damar menepuk bahu Jaka. Tepukan itu mengandung tenaga dalam. Jika Jaka tak segera alirkan tenaga dalamnya, dia bisa tersungkur seketika. "Kami orang padepokan Sigaluh pun merasa penasaran siapa orang yang mempunyai ajian Jari Langit itu. Selain Resi Sumbing, Ki Sapta, Nyai Laras, Nyai Sari, aku dan Raja Sigaluh tak ada yang mempunyai ajian itu. Jika ada pun, orang tersebut sudah mati dihukum oleh Resi puluhan tahun yang lalu karena dosa besar yang dia lakukan. Tubuhnya sudah dilempar ke jurang rajawali dan sudah dipastikan, tak ada orang yang bisa hidup jika jatuh ke dalam jurang sedalam ratusan meter itu." terang Ki Damar. "Aku tak begitu paham dengan masalah dalam padepokan, Ki Damar tak perlu mengatakannya terlalu jauh, karena aku ini orang luar..." kata Jaka merasa tak enak mendengar permasalahan padepokan diceritakan kepadanya. Ki Damar tersenyum. "Baiklah, aku akan pergi dulu. Kau bisa minta tolong ke Kinasih jika ada sesuatu. Jangan lupa, datang ke aula itu. Kita bahas permasalahan ini di sana bersama para guru." kata Ki Damar lalu pamit pergi. Jaka membungkuk hormat.~ Jaka keluar dari aula padepokan itu. Dia telah menjelaskan apa yang dia alami kepada Resi dan para guru. Semua guru di padepokan ikut bermusyawarah. Besar kemungkinan serangan yang di alami oleh Jak adalah perbuatan murid Resi yang pernah dihukum di pubcak Rajawali. Selain itu ada dugaan yang tak disangka, yaitu adalah Raja Sigaluh. Hanya saja para guru tak bisa memutuskan, itu mutlak perbuatan Raja atau murid yang pernah dijatuhi hukuman. Itu bisa membahayakan padepokan kecil itu jika ternyata bukan Raja pelakunya. Ki Sapta pun langsung diutus turun gunung untuk mencari kebenaran tersebut. Sementara itu, Jaka menetap di padepokan Sigaluh untuk sementara waktu sambil menyembuhkan luka dalamnya. Malam hari terlihat sepi. Hanya beberapa murid yang berkeliling menggunakan obor.Satu bayangan hitam melesat di atas atap aula.Jaka yang tengah mengolah tenaga dalam merasakan hawa kehadiran seseorang. "Penyusup?" batinnya. Dia bangkit dengan perlahan. Diam-diam dia alirkan tenaga dalam di telapak tangan. Ajian sakti Angin Menyapa Semeru telah siap di keluarkan jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Tadinya Jaka ingin menyiapkan ajian Gledek Mengguncang Bumi, namun ajian itu terlalu kuat dan penyusup sudah pasti bisa merasakannya. Perlahan dia keluar dari ruangan tempat dia tinggal. Lalu dengan ilmu meringankan tubuh dia melesat ke arah atap. Dia mengendap dan mengawasi gerak-gerik mencurigakan seseorang di atas atap aula. Terlihat beberapa murid yang berpatroli tidak menyadarinya. Jaka bisa merasakan, jika penyusup ini bisa membantai 4 orang murid yang tengah berkeliling itu dengan sekali gerakan. Setelah murid-murid itu pergi menjauh, Jaka melihat sosok itu turun dan berlari ke arah pintu ruangan Ki Damar. Jaka menatapnya dengan seksama. Jaka menunggunya beberapa saat lamanya. Namun sosok itu tak kunjung keluar. "Siapa orang itu...? Aku curiga..." ucapnya pelan. Karena penyusup itu tak kunjung keluar, Jaka memutuskan untuk kembali ke ruangannya dan menunggu esok hari untuk memastikan. Jika dugaannya benar, semua yang di alaminya adalah perbuatan Ki Damar. Lalu apa alasan Ki Damar melakukan tindakan misterius seperti itu? Seolah Jaka adalah umpan untuk sesuatu yang besar. Jaka ingat, orang yang mencelakainya itulah yang menyuruhnya pergi ke padepokan Sigaluh yang berada di puncak Sumbing. Dan dalam keadaan luka dalam parah dia berlari menggunakan ajian Kijang Kencana menuju puncak Sumbing. Sayangnya dia kehabisan tenaga sebelum sampai hingga akhirnya dia ditemukan seorang murid. Yang bikin Jaka merasa janggal, kenapa orang misterius itu tidak membunuhnya, tapi malah menyuruhnya pergi ke Padepokan Sigaluh? Jaka masih terus memikirkan hal itu hingga akhirnya dia pun tiba-tiba merasa sangat ngantuk dan tak berapa lama dia mulai tertidur lelap. Sesaat setelah Jaka tertidur, sesosok bayangan menyelinap ke dalam ruangan lalu menghampirinya. Siapakah sosok misterius yang tiba-tiba datang ke ruangan sang pendekar? Dan apa yang akan dia perbuat terhadap pemuda yang tengah terpengaruh ilmu sihir itu.Kalan Jaya dan Kalan Taka terkejut mendengar ucapan Jaka Geni. Mereka tak pernah berpikir jauh tentang Mahkota milik Raja Jagat Lelembut. "Kami baru sadar kali ini, mahkota itu memakan usia Raja bukan karena kekuatan Raja yang memakan usianya sendiri." ucap Kalan Taka. "Benar, pantas saja setelah Raja tidak lagi memakai Mahkota itu, Raja menjadi sehat kembali." timpal Kalan. Jaka Geni menepuk jidatnya. "Kalian ini bisa berpikir tidak si?" tanya Jaka bingung dengan pemikiran dua makhluk itu. "Jaka Geni, kau sungguh cerdas! Jika tak ada dirimu kami mana tahu sebab dari penyakit Raja kami!" puji Kalan Jaya. "Benar! Kau telah membuat tugas kami selesai dengan mudah setelah ratusan tahun! Hahaha" ucap Kalan Taka di susul tawanya yang menggelegar. Pendekar Tangan Gledek hanya melongo melihat kebodohan dua makhluk itu. "Apakah kalian tahu nama mahkota itu dan asal usulnya. Aku bisa mendengarnya dengan sabar." u
"Ada apa?" tanya Jaka Geni melihat dua makhluk itu melotot ke arahnya. "Apa hubunganmu dengan Tabib Dewa!?" tanya Kalan Jaya dengan nada menyelidik. Jaka Geni menatap dua makhluk itu silih berganti. "Aku hanya mencarinya untuk meminta tolong. Salah satu temanku terkena ajian Gondol Mayit milik Topeng Mas. Itu yang membuat aku membunuhnya karena dia melakukan tindakan buruk kepada wanitaku!" ucap Jaka membuat dua Kalan itu saling tatap. "Topeng Mas memang anak iblis dari Padepokan Gaib Pantai Selatan. Meski aku tidak menyalahkannya melakukan hal itu kepada wanita, tapi kami sekarang memaklumi dirimu yang telah membunuhnya. Kau adalah pria sejati. Berani bertaruh nyawa melawan orang sepertinya!" ucap Kalan Taka. "Apakah kalian mengenal dia? Sepertinya kalian tidak merasa asing dengan Topeng Mas." kata Jaka. "Di dunia gaib, siapa yang tidak kenal makhluk seperti dirinya. Dia sudah menjelma menjadi setengah manusia setengah dem
Kalan Jaya mengepalkan tinjunya. Dia tak habis pikir bagaimana bisa Kalan Jaya melindungi Jaka Geni yang seharusnya sudah mati di tangan nya. Kalan Taka tertawa keras melihat amarah kawannya itu. "Kau mau marah kepadaku? Aku tertarik pada bocah ini. Dia bisa menggunakan kekuatan Indra. Dan aku melihat ada kekuatan Brama dan juga Agni. Sungguh luar biasa. Sangat jarang bukan kita menemukan orang seunik dirinya. Aku ingin menanyakan beberapa hal kepadanya. Kalau kau membunuhnya, itu akan membuat rencana ku gagal." ucap Kalan Taka lalu tertawa melihat wajah Kalan Jaya yang serba salah. "Puih! Sialan! Gara-gara dia dua jariku patah! Lihatlah!" kata Kalan Jaya sambil menunjukan jarinya yang melesak ke dalam. Tulangnya yang sekeras besi bisa dipatahkan oleh Pendekar Tangan Gledek! Kalan Taka melotot sejenak lalu tertawa terkekeh-kekeh. "Hebat! Baru sekali ini ada manusia bisa melukai seorang siluman sehebat dirimu! Apakah kau tidak penasar
Mata Kalan Jaya terbelalak melihat Jaka Geni yang masih berdiri tegak dengan aura petir menyelimuti tubuhnya. Dia mengucek matanya yang merah membara beberapa kali. "Tidak bisa di percaya! Kau masih hidup setelah di sambar gledek!?" seru Kalan Jaya dengan wajah tidak percaya dengan apa yang di lihatnya. Kalan Taka seketika berdiri dan menatap takjub pada pemuda yang masih berdiri tegak itu. "Pemuda hebat! Ini hal yang sangat langka!" ucapnya sambil mengelus jenggotnya. Seruling di tangan Jaka bergetar. Dengan gerak cepat Jaka meniup sepuluh kali tiupan. Makhluk merah berkepala botak itu terkejut. Meski hampir tidak terasa gelombang serangan dari seruling itu, namun Kalan Jaya bisa merasakan aura bahaya yang mengincar tubuhnya. Dengan gerakan sangat cepat dia berkelit ke sana kemari menghindari serangan gelombang sakti yang tak terlihat. Di luar dugaan Kalan Jaya, Jaka Geni justru memanfaatkan kesibukan dirinya untuk menyerang dengan ajian Gledek Sambar Nyawa! Kecepatan Jaka ham
Mendapat dua serangan sekaligus membuat Jaka Geni tak ingin ambil resiko. Dia melompat di udara dan jungkir balik ke belakang. Dua tinju itu pun hanya menemui tempat kosong. Namun meski menemui tempat kosong, aura dari tinju yang masih berjarak beberapa jengkal saja itu menyeruak membuat batu-batu kecil berserakan. Itu pertanda pukulan dua orang itu sangat kuat. Jelas-jelas mereka berdua hanya menggunakan tenaga luar saja. "Aku mendapat lawan yang paling gila dalam hidupku!" batin Jaka. "Taka, biar aku yang urus orang ini! Kamu duduk saja!" ucap Kalan Jaya. Si botak Kalan Jaya menyerang dengan ganas. Sementara kawannya Kalan Taka duduk menonton pertarungan kawannya melawan Jaka Geni. Bagi Jaka itu suatu keberuntungan tak terduga. Karena jika mereka melawan bersamaan dia akan sangat kesulitan. Untungnya si botak ini terlalu sombong dan meremehkan lawan. Pertarungan pun terjadi antara Jaka Geni dan Kalan Jaya. Setiap pu
"Apakah tidak ada cara selain melewati dua makhluk itu Rara Wilis? Mungkin saat siang hari mereka tak akan muncul?" tanya Jaka Geni kepada ular hijau itu. Rara Wilis mendesis sesaat. Tubuhnya menatap tegak ke arah lembah. "Tidak ada jalan lain, meski siang hari, yang akan kau temui tetaplah dua makhluk itu. Mereka akan berubah menjadi manusia saat siang hari." ucap Rara Wilis. "Bisa jadi manusia di siang hari!?" tanya Jaka tak percaya. Ular hijau kembali mendesis dan menjulurkan lidahnya beberapa kali. "Sepertinya mereka berdua adalah sesembahan para penghuni Perkumpulan Gerhana Bulan. Itu sebabnya mereka mau menjaga satu-satunya pintu masuk lembah ini. Lihatlah pura di beberapa tempat itu. Dia adalah tolak bala. Jadi, dari manapun kamu masuk, maka dua penjaga itu akan menyadari nya. Karena perbatasan yang mereka buat akan terasa saat makhluk lain masuk kawasan itu." terang Rara Wilis. Jaka menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Bisa gila aku ini... Apa benar tidak ada ca