Ribuan panah berapi menyambar para pasukan Karna yang berlari cepat. Mayat-mayat bergelimpangan dengan luka panah di berbagai bagian tubuh. Namun hujan panah itu tak menyurutkan serangan pasukan Karna. Mereka yang di pimpin Lawe Segara segera menaruh tangga di tembok untuk memanjat tembok tinggi tersebut. Namun pasukan pemanah yang ada di atas tembok segera memanah para prajurit musuh yang berusaha naik ke tembok. Namun karena saking banyaknya, tetap saja ada yang lolos naik ke atas. Pertempuran di atas tembok pun terjadi. Batu besar melayang masuk ke dalam tembok. Lesmana berteriak agar para pasukannya menghindar. Namun batu itu telah membabat puluhan prajurit wanita itu hingga yang terdengar hanyalah teriakan kematian. Tubuh mereka terpental dalam bentuk cerai berai. Lawe Segara berhenti di depan gerbang besar yang terbuat dari kayu berlapis granit dan baja. Sekuat apapun ajian, tak akan bisa menembus pintu tersebut. Dia mencabut kain kuning
Raja Rama memerintahkan ribuan pasukannya untuk menutup semua gerbang di istana. Total gerbang ada empat, yaitu Timur, Barat, Utara dan Selatan. Untuk mengantisipasi serangan diam-diam dari musuh, Raja meminta Patih Sela Amarta memerintahkan langsung pasukan pemburu untuk berjaga di dekat tembok yang rawan penyusup yaitu di tembok sebelah selatan. Dimana dibalik tembok tinggi itu adalah hutan Sigaluh. Sudah pasti musuh dengan ahli kecepatan akan naik melalui tembok ini mengingat penjagaannya yang sangat kurang. Sementara gerbang Selatan di jaga oleh Sesepuh Bara Yuda bersama ratusan prajurit tangguh yang sudah terlatih di medan perang. Sesepuh Bara Yuda sendiri adalah seorang pendekar sakti dari tempat yang jauh. Dia menjadi seorang sesepuh disitu karena Raja telah menganggapnya sebagai bapak sendiri. Panglima Surya Dhana bersama para perwira mengatur ribuan pasukan garis depan yang bertugas menjaga gerbang Timur, dimana gerbang itu adalah pintu utama menuju kerajaan.
Matahari telah menyinari bumi. Menerangi semua tempat yang semalam gelap tanpa cahaya. Gondo Sula dan Ki Brojo Mukti duduk di atas tumpukan ratusan mayat. Nafas mereka turun naik setelah bertarung hampir separuh malam. Semua musuh telah tewas di lembah itu. Hanya tersisa satu orang dari Gerombolan Iblis yang sengaja dibiarkan hidup. Namun dia dalam kondisi terikat. Dia masih pingsan. Bau anyir darah menyeruak dimana-mana. Darah benar-benar membanjiri tempat itu. Iblis Cantik yang masih nangkring di pohon menguap beberapa kali. Ki Brojo menatap wanita itu sebentar lalu menoleh ke arah Gondo Sula. "Siapakah kisanak ini?" tanya Ki Brojo. Gondo Sula tersenyum. Dia mengusap keringat yang membasahi kepalanya. "Aku Gondo Sula, orang memanggilku Si Cakar Iblis. Dia adalah Iblis Cantik atau nenek Sekar Wangi." kata Gondo. Ki Brojo menatap wanita yang masih tidur di atas dahan. Matanya teralihkan pada satu kantong hitam yang di gantu
Mata Gondo Sula tercekat melihat tubuh keris yang berwarna hijau tua itu. Dari dalam sarung keris tersebut muncul aura yang sangat aneh dan membuat sesak pernafasan. Seketika suasana tempat tersebut menjadi lebih dingin dan mencekam. Iblis Cantik mengangkat keris itu tinggi-tinggi. "Keris Batu Raden, aku meminta padamu, panggilkan siluman yang bisa menyembuhkan ajian Pengikat Arwah!" ucap Iblis Cantik dengan suara bergetar. Tangannya bergetar sesaat. Lalu dengan cepat wanita itu menggigit jarinya dan mengibaskan darahnya ke tubuh keris berwarna hijau terebut. Seketika setelah percikan darah itu menempel di badan keris, tiba-tiba sebuah asap putih muncul dari arah depan Iblis Cantik. Dan keluar sebuah kaki berwarna hitam legam dari asap itu. Kaki itu sangat besar. Hanya telapak nya saja sudah sebesar tubuh Gondo Sula! Melihat hal itu mata Gondo Sula tak bisa berkedip. Ini pertama kalinya dia melihat makhluk yang sangat seram seumur hidupnya. Ka
Ketika puluhan anak panah melesat ke arah tubuh Ki Brojo, terdengar seruan dari arah lain mengingatkan si Pengemis Gila. Mendengar seruan tersebut Ki Brojo pun segera menyiapkan kembali ajian sakti Gledek Membelah Langit. Tepat saat anak panah itu menerjang, ledakan keras terjadi bersamaan dengan sambaran kilat dari langit yang membelah gelapnya malam. Glegaaaarrr!!! Puluhan anak panah pun terpental dalam keadaan hancur terbakar. Para pemanah yang melihat serangan mereka dengan mudah di patahkan menjadi panik. Namun mereka hanya beberapa saat merasa panik sebelum akhirnya mereka kocar kacir saat satu sosok berpakaian merah tua menyerang dengan jurus-jurus mematikan. Semua prajurit itu berteriak ngeri saat melihat satu persatu tumbang dalam keadaan kepala pecah mengerikan! Ki Brojo sedikit heran, karena saat dia dihujani panah, yang berseru mengingatkan adalah suara seorang wanita, tapi yang datang menyerang para prajurit it
Para prajurit yang keluar dengan peralatan lengkap terkejut melihat beberapa mayat yang tergeletak di setiap pos jaga. Raja Rama keluar bersama Ki Brojo Mukti dan Pangeran Arya diikuti Patih Sela Amarta dan beberapa sesepuh beserta perwira kerajaan. "Karna sudah memulai perang. Kita harus bersiap!" ucap Raja Rama keras. Para Adipati yang tengah bertamu ikut keluar dan mendapat perintah dari Raja Rama. Mereka memerintah masing-masing utusan untuk kembali ke wilayah Kadipaten mengumumkan adanya perang pemberontakan. "Jika Karna ingin menguasai Sigaluh seutuhnya, sudah pasti dia akan menaklukan daerah-daerah yang jauh dari Kerajaan ini." kata Raja. "Prajurit pemburu, cari jejak penyusup ini!" perintah Patih Sela Amarta. Para prajurit yang berada di regu pemburu pun langsung bergerak dengan membawa beberapa ekor anjing. Regu pemburu yang lain ikut menyusuri kawasan di sekitar kerajaan. "Paduka Raja, sepertinya para penyusup ini