"Ranjani," bisik Rajendra di telinganya, suaranya serak menahan hasrat, "bolehkah aku melakukannya?"Ranjani hanya sedikit mendesah, sebuah embusan napas yang nyaris tak terdengar, namun itu sudah cukup sebagai tanda jika dia menyetujuinya. Hatinya berdebar, memberikan izin tanpa kata.Rajendra pun semakin bergairah. Dengan izin yang tak terucap itu, dia mulai menyentuh Ranjani ke bagian-bagian yang lebih sensitif, dengan sentuhan yang lebih hangat dan intens.Jari-jari Rajendra menjelajahi lekuk tubuh istrinya, membangkitkan sensasi yang membakar.Ranjani semakin melayang merasakan getaran cinta yang dalam. Sensasi menyenangkan menjalar ke setiap saraf di tubuhnya. Bayangan akan kenikmatan puncak, sudah ada di kepalanya, sebuah janji yang menggiurkan.Namun, ketika mereka semakin intens dan akan melangkah ke inti permainan, sebuah suara melengking memecah keheningan malam."Aaa... kecoa!"Kirana berteriak nyaring dari ranjang di samping mereka.Rajendra dan Ranjani langsung terbangun
Setelah insiden dengan repeating crossbow, Rajendra kembali ke rumah bersama Tama dan Surapati. Sesampainya di ambang pintu, dia disambut hangat oleh kedua istrinya, Kirana dan Ranjani.Kirana menyambut dengan senyum ceria, wajahnya memancarkan kelegaan melihat suaminya pulang. Namun, Ranjani memiliki mata yang lebih jeli. Dia melihat sesuatu yang tidak semestinya di tangan Rajendra, meskipun lukanya sudah hampir sembuh."Yang Mulia, apakah kamu terluka?" tanya Ranjani, nada suaranya dipenuhi kekhawatiran yang mendalam.Sebelum Rajendra sempat menjawab, Ranjani sudah menarik tangan Rajendra untuk melihat lebih dekat bekas luka samar yang ada. Matanya meneliti setiap detailnya."Ini jelas-jelas adalah luka baru meskipun sudah kering," kata Ranjani, suaranya sedikit meninggi. "apa yang sebenarnya terjadi, Yang Mulia? Mengapa tanganmu terluka?"Kirana mengerutkan keningnya, ikut mendekat. "Benarkah Yang Mulia terluka? Memangnya Yang Mulia baru saja bertarung? Sepertinya tidak ada tanda-t
Suara ledakan yang nyaring itu mengejutkan semua orang. Bukan suara tembakan panah yang mulus, melainkan suara pecahan beso dan desingan logam. Repeating crossbow di tangan Rajendra pecah berkeping-keping.Rangkanya, yang tidak mampu menahan daya gesekan busur saat ditarik secara tiba-tiba, hancur berkeping-keping. Mekanisme yang seharusnya melontarkan anak panah dengan cepat justru meledak ke luar.Pecahan rangka itu melesat tak terkendali, dan naasnya, mengenai tangan Rajendra sehingga membuatnya berdarah cukup banyak. Darah segar langsung mengucur dari luka di telapak tangannya."Yang Mulia!" seru Tama dan Surapati serempak, mata mereka membulat panik. Asmaran pun ikut terkesiap. Mereka bertiga langsung berlari menghampiri Rajendra, wajah mereka diselimuti cemas."Yang Mulia, baik-baik saja?" tanya Tama dengan panik, matanya menatap khawatir pada luka di tangan Rajendra.Surapati, dengan sigap, merobek lengan baju panjangnya bagian kiri. Tanpa ragu, dia langsung melilitkannya ke l
Ide yang diberikan oleh Suryakusuma untuk menarik upeti besar dari bisnis roti Rajendra membuat Giriprana senang. Dia pun kini membayangkan jika dirinya bisa mendapatkan keuntungan besar saat menolong Suryakusuma, sekaligus menunjukkan loyalitas dan kemampuannya kepada raja."Ya, baiklah. Aku akan mengerjai dia habis-habisan!" ucap Giriprana, matanya berkilat licik. "aku akan membuat dia mengerti kalau berurusan dengan Paman Suryakusuma itu berarti berurusan denganku. Dia pasti kapok dan tidak akan berani macam-macam lagi!"Suryakusuma tersenyum puas, rencananya berjalan mulus. Dia pun berkata, "Aku berharap jika Amukti Muda bisa membuat Rajendra mengingat kejadian ini sampai dia mati. Biarkan dia tahu siapa penguasa sejati di desa itu.""Tentu saja, Paman," kata Giriprana, menyeringai. "dia pasti akan menyesal dan tidak akan mengulanginya lagi. Aku akan memastikan itu."Saat ini, Wira yang dendam membara kepada Rajendra karena istrinya tergoda dan mengagumi Rajendra, menilai ini adal
Suryakusuma dan Wira langsung pergi menuju sebuah rumah yang berada di wilayah dalam istana, tempat para pejabat rendah kerajaan tinggal. Namun, saat akan masuk wilayah kerajaan, mereka dihadang oleh prajurit kerajaan."Ada apa? Mau bertemu dengan siapa?" tanya seorang prajurit kerajaan dengan tubuh kekar dan kulit sawo matang. Matanya memandang tajam ke arah Suryakusuma dan Wira."Saya ingin bertemu dengan Amukti Muda Giriprana. Ada yang ingin saya sampaikan mengenai Desa Gunung Jaran," ucap Suryakusuma dengan tenang. "saya adalah Juragan Suryakusuma, seorang pedagang dari desa itu."Amukti Muda adalah sebutan bagi Amukti Pener yang masih baru. Amukti Pener itu sendiri adalah pejabat yang bertugas untuk mengumpulkan upeti dari para warga. Untuk Amukti Muda ini, dia bertanggung jawab menarik upeti dari para pedagang. Namun, dia adalah pemimpin, memiliki pengaruh di lingkupnya sendiri.Ada pula Amukti Utama yang bertugas untuk mengambil upeti dari desa-desa, dan Amukti Loka yang bertug
Permana, dengan antusiasme yang membara, langsung bertanya, "Berapa yang harus dideposit, Tuan Rajendra? Saya siap!"Sementara itu, orang-orang lain di antrean juga ikut bersahutan, "Iya, Tuan! Apa syaratnya? Berapa kami harus membayar?"Suara-suara mereka membanjiri udara, dipenuhi harap akan kesempatan bisnis yang menggiurkan.Rajendra mengangguk, senyum tipis terukir di bibirnya. Ia pun menjelaskan, "Kalian harus membayar deposit sebesar 10 Tirra. Uang ini tidak akan hilang, akan dikembalikan setelah 60 hari. Jadi, kalian bisa mengambilnya lagi setelah 60 hari bergabung menjadi reseller kami."Tiba-tiba saja, suasana yang tadinya riuh mendadak menjadi hening. Angka 10 Tirra itu menggema di benak mereka. Uang 10 Tirra itu sangat banyak bagi mereka.Bagi sebagian besar warga desa, bahkan banyak di antara mereka yang hanya memiliki penghasilan sekitar 10 Tirra sebulan. Itu adalah jumlah yang signifikan, mungkin tabungan seumur hidup bagi beberapa orang.Permana pun diam, senyum di waj