Share

2. Polos

Author: Nanda Safitri
last update Huling Na-update: 2025-04-21 11:52:48

"BRAK!!”

Suara benturan mengguncang udara yang penuh dengan debu. Anna terlonjak mundur, matanya membelalak melihat serpihan logam beterbangan. Asap mengepul dari sesuatu yang baru saja menabrak di tengah jalan.

Orang-orang berteriak histeris, mereka berlari bersama raut wajah khawatir. Tapi Anna hanya berdiri terpaku di tepi badan logam berukuran besar yang sudah penyok dan berderai. Jantungnya berdegup kencang. Dia belum pernah melihat kejadian semengerikan ini.

“Itu apa ya?” Anna bermonolog dalam hati.

Anna semakin dibuat bingung. Sebenarnya apa yang telah terjadi di dunia yang baru saja didatanginya ini. Karena takut, Anna bergegas pergi dari tempat itu dan melanjutkan perjalanannya.

Namun, baru selangkah Anna berjalan, ada yang menarik tangannya dari belakang. Anna terkejut, dia sontak menoleh. “Maaf, ada apa, ya?”

“Lo masih nanya ada apa? Otak lo di mana?” ucap seorang wanita berambut pendek dan berpenampilan seperti laki-laki.

“Maaf, Mas! Tapi Aku salah apa ya, Mas?” tanya Anna dengan tatapan polos.

Wanita tomboy itu menggeram, dia menatap Anna penuh amarah. “Gue cewek, tolol!” teriaknya lantang.

Anna tersentak, belum pernah ada seorang pun yang meneriaki dia sedemikian kerasnya. Bahkan ayah Anna pun berteriak tidak sekeras itu.

Tak lama kemudian, semua orang datang mengerumuni Anna. Mereka semua menarik Anna dan memaksa Anna ikut bersamanya.

Anna semakin gelisah. Kerumunan orang ini sangat membuat dirinya tak nyaman.

“Lepaskan aku!” Teriakan Anna mencuat. Namun, tak ada yang mempedulikannya.

Akhirnya, Anna sampai di sebuah bangunan besar berpagar hitam. Orang-orang yang tadi memegangi tangan putih Anna hingga memerah, kini melepaskan Anna begitu saja. Anna tersenyum senang, dia berpikir mereka sudah membebaskannya dan kembali melanjutkan perjalanan.

Anna diam-diam pergi dari tempat itu, mengingat saat ini fokus semua orang tidak lagi padanya.

Namun, lagi-lagi langkah Anna dihentikan. “Hei, lo mau kemana?” teriak Wanita tomboy yang tadi menarik tangan Anna sekaligus membentak gadis itu.

“Maaf, aku tidak ada urusannya dengan kalian. Atas dasar apa kalian menahanku!” cibir Anna dengan kesal.

Wanita tomboy itu kembali menggeram. Sepertinya stok kesabarannya belum diisi ulang. “Lo udah bikin kegaduhan di jalan. Lo harus tanggung jawab! Enak aja mau lari!”

Mata Anna membelalak. Dia tidak pernah merasa membuat kegaduhan, dengan tidak sabar kembali bertanya, “Saya hanya berjalan di tengah jalan. Emangnya apa yang salah?” tanyanya.

Semua orang yang ikut mengantar Anna ke sana turut merasa geram atas ucapan gadis itu. “Sudah, Pak, penjarakan saja!” teriak seorang pria dari belakang.

Anna melonjak kaget. “Jadi tempat ini adalah kerangkeng?” gumamnya pelan.

Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, Anna berlari sekuat tenaga. Entah dari mana dia mendapat kekuatan itu. Yang jelas, kakinya terasa ringan dan tak ada satu pun yang bisa menyusulnya.

Langkah Anna terhenti di depan bangunan yang menjulang tinggi. Dia mendongak mengikuti garis gedung hingga ke puncaknya yang seolah menusuk langit.

"Astaga, rumah siapa ini?" gumam Anna pelan, namun masih dapat didengar oleh orang yang berada di dekatnya.

"Rumah? Ini Mall!" suara pria terdengar dari belakang menyahuti Anna.

Anna menoleh dan melihat pria bergaya trendi berwarna kuning serta rambut yang disisir klimis. “Mall? Mall itu apa?"

Pria itu hanya menatap Anna bingung, lalu pergi meninggalkan Anna.

Anna semakin penasaran, dia memutuskan masuk agar dapat melihat gedung tinggi itu lebih dekat.

Di dalam sana, banyak sekali orang berlalu-lalang. Sampai Anna tidak sengaja bersenggolan dengan beberapa orang yang lewat. Mereka berjalan cepat seperti ada yang sedang mengejar.

"Mau ke mana mereka? Apa mereka semua satu keluarga?" monolog Anna.

Sesaat kemudian, Anna melupakan pertanyaannya dan kembali melanjutkan perjalanan. Sampai Anna tiba di suatu ruangan yang memiliki kaca cukup lebar. Anna berdiri di ambang pintu. Kepalanya menyembul ke dalam, memerhatikan aktivitas orang-orang yang berada di dalam sana.

Mata Anna menelisik hampir ke seluruh sudut, hingga mata bulat gadis cantik itu berhenti pada seorang pria berbadan proposional. Lelaki bercelana jeans hitam tersebut sedang sibuk mengenakan kemejanya. Kulit mulus punggung pria itu terpampang nyata di mata Anna.

Anna terus menatap pria di depannya nanar, dahinya mengernyit. "Kenapa ada orang yang berganti pakaian di tempat yang ramai?" gumam Anna.

Tiba-tiba, pria itu menoleh ke arah kaca. Dia langsung balik badan dan meneriaki Anna lantang. “Hei, kamu penguntit, ya?”

Anna melonjak kaget, bahu gadis itu terangkat, matanya terbuka lebar. “Aku ini perempuan baik-baik, kamu tidak berhak berkata seperti itu padaku!” seru Anna lantang.

“Mana ada zaman sekarang cewek yang polos. Udah ngaku aja! Kamu penguntit, kan?” Mata pria jangkung itu menatap Anna tajam.

PLAK!

Suara tamparan terdengar sangat keras. Pria yang baru saja menuduh Anna penguntit, kini terhuyung sambil memegangi pipinya yang memerah.

Sudut bibir pria bernama Reihan tersebut berdarah. Mata Reihan menatap Anna penuh amarah. Tangan kekarnya terangkat sambil berkata, “Kurang ajar!!”

PLAK!

Dan satu tamparan juga mendarat di pipi mulus Anna. Anna jatuh tersungkur hingga pipinya menyentuh lantai yang sangat dingin.

Tapi anehnya, Anna tidak merasakan apa-apa. Bahkan bekas tamparan yang memerah di pipinya tidak terasa panas sedikit pun. Hanya saja, perasaannya menjadi tidak enak. Setiap kali ada yang menyakiti fisiknya, perasaan Anna menjadi sangat bersedih. Rasa sedih itu persis seperti apa yang dirasakan ketika sang ayah dan ibu kandungnya sama sekali tidak memperdulikan gadis malang tersebut.

Bayang-bayang keluarga kecil yang lebih sering mengabaikannya, kembali membuat hati Anna sakit. Anna semakin bingung, kenapa cacian yang seharusnya membuatnya sakit hati, tidak meninggalkan efek apa-apa di hatinya. Tetapi, ketika ada yang menyakiti fisiknya, hati gadis itu terasa sangat tidak enak.

Bulir-bulir air mata mengalir begitu saja. Anna tersedu dan berdiri sendiri. Semua mata pria yang awalnya sibuk dengan urusan masing-masing, kini tertuju pada Anna.

Sementara Reihan masih mencerna apa yang telah dia lakukan. Namun, pria itu malu untuk meminta maaf. Karena, Anna yang menamparnya lebih dulu.

“Hei, kenapa kamu menampar gadis itu?” teriak seorang bapak-bapak yang berdiri paling ujung.

Reihan menoleh, tanpa ragu dia menjawab pertanyaan orang tersebut. “Dia yang mulai lebih dulu, Pak!”

“Apa pun alasannya, kamu tidak berhak menampar perempuan. Dimana harga dirimu sebagai seorang laki-laki?” teriak bapak yang lain.

Reihan menggeram, dia tidak terima disalahkan. “Dia ini penguntit!” serunya lantang.

Mata Anna terbuka lebar, lagi-lagi pria di depannya ini menuduhnya penguntit. “Aku bukan penguntit!” teriak Anna. Mata gadis itu menatap Reihan tajam.

“Kalau kamu bukan penguntit, ada urusan apa kamu di sini, hah?” Reihan ikut menatap Anna tajam, bahkan lebih tajam dari tatapan Anna.

“Sudah diam semua! Saya tau siapa yang sebenarnya penguntit di sini.” Teriakan itu berasal dari dalam toilet yang tertutup. Semua mata pun menoleh ke sumber suara misterius tersebut.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   3. Zaman yang Sangat Miris

    Seketika ruangan besar yang bergema itu pun hening. Semua mata pria yang ada di sana, tertuju pada satu ruang, tempat dimana suara misterius terdengar. Begitu juga dengan Anna. Gadis berambut panjang itu ikut menolehkan kepalanya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. Reihan menggedor pintu berwarna coklat muda tersebut tak sabaran. Masalah bertubi-tubi menghampirinya hari ini. Rasanya kesabaran Reihan pun sudah mulai habis. Seperti dia ingin menebas kepala orang-orang yang menghalangi pandangannya saat ini juga. Pukulan pada pintu semakin menuntut, namun tak ada tanda-tanda seseorang akan keluar. Karena tak kunjung terbuka, Reihan pun mengangkat kaki sebelah kanan dan mendobrak pintu di depannya sekuat tenaga. “Arghh! Tidak sopan!” teriak seseorang dari dalam. Pria berambut panjang yang di kepang banyak menggunakan karet berwarna-warni keluar dari dalam toilet. Semua orang yang melihat, sontak tertawa ulah penampilan konyol pria berbadan gemuk tersebut. “Kenapa kalian ribut-ribut

    Huling Na-update : 2025-04-21
  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   4. Nenek Tongkat Melayang

    “Ayo pulang Tuan Amor, ini perintah nenek.” seorang pria berbadan kekar membungkuk di depan Reihan yang dipanggilnya Amor. Reihan berdecak, “Berhenti menakuti teman-temanku!” ucap Reihan sembari mengacak rambutnya kesal. “Kami tidak menakuti Tuan, kami hanya menjalankan perintah,” ucap pria tersebut. “Bilang ke nenek, aku tidak seperti keparat tua itu. Jadi, nenek tidak perlu mengekangku!” seru Reihan. Sementara itu, Anna yang berdiri sedikit jauh di belakang, hanya diam terpaku. Dia masih terkejut dan tidak pernah menyangka akan adanya peluru yang melayang di atas kepalanya. Suasana berubah menjadi mencekam. Semakin lama Reihan berdebat dengan pria berpakaian hitam tersebut, maka semakin berdegup jantung Anna. Anna benar-benar tidak tau apa yang sedang terjadi. Bukannya para pria berseragam serba gelap tersebut ingin membunuh mereka berdua? Tapi, kenapa Reihan tidak mencoba untuk berlari dan kabur untuk menyelamatkan diri? Sungguh aneh, Anna tidak dapat memprediksi tingkah lak

    Huling Na-update : 2025-04-21
  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   5. Rumah Yang Aneh

    Keheningan malam sukses membuat rumah yang jauh dari keramaian, menjadi sangat mencekam. Rumah besar tersebut di kelilingi kolam ikan yang sangat tidak terurus, hingga menghasilkan bau yang membuat hidung tidak nyaman.Samentha, nyonya besar yang memegang semua kendali di rumah itu, berdiri di tepi kolam. “Keberanian apa yang merasukimu, hingga bisa membawa cucuku kabur?” DegSatu pertanyaan yang sukses membuat Anna terpaku. Dia tidak mampu menjawab, dan tubuhnya begitu gemetar. Anna berdiri di antara dua pria yang baru saja ditemuinya dan menyeretnya ke rumah besar tak terurus tersebut. Padahal pemiliknya memiliki asisten rumah tangga, namun tetap saja rumah tersebut kotor dan berantakan.Entah apa yang dipikirkan nenek tua itu. Sepertinya yang berguna di rumah tersebut hanyalah para bodyguardnya.“Kenapa kamu diam? Ayo jawab pertanyaan saya!” serunya sedikit keras. Samentha yang awalnya berdiri membelakangi Anna pun berbalik, dia berjalan perlahan mendekati gadis tersebut.Dengan g

    Huling Na-update : 2025-04-21
  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   Aturan Aneh Sang Nenek

    Suara tawa yang menyimpan begitu banyaknya luka, menggema di lorong ruangan. Di sana, terlihat seorang wanita paruh baya nan cantik, berjalan perlahan entah mau kemana. Dia terus berjalan, kulit wajahnya begitu putih tak ubah seperti etnis belanda. Bibirnya merah, alisnya tebal, dan hidung mungil yang mancung. Mata indah wanita itu begitu liar. Mulutnya tidak berhenti bernyanyi pelan. Mendendangkan sebuah lagu yang selalu sama setiap hari. Di usianya yang belum terlalu tua, wanita berumur 45 tahun itu, sudah melupakan segalanya. Dia tidak ingat siapa dirinya, apalagi keluarga. Yang dilakukan wanita baya itu, setiap hari hanyalah bersenandung, seakan dunia tidak pernah jahat dan selalu baik terhadapnya. Setelah beberapa langkah berjalan, mata wanita bernama Renata itu terhenti pada satu ruangan. Ruangan yang bernuansa sangat nyentrik. Matanya berbinar, sambil tertawa, dia berjalan perlahan dan mondar-mandir di depan pintu. “Kenapa pintunya tidak dibukakan untukku?” gumamnya setelah

    Huling Na-update : 2025-05-06
  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   1. Tangisan dan Paksaan

    Pohon palem berjajar rapi di tepi jalan masuk rumah paling besar di desa. Beberapa obor menyala menciptakan bayangan yang menggetarkan hati setiap orang yang melihatnya. Anna duduk seorang diri memandangi api dari obor yang bergerak ke sana kemari diterpa angin.Jari lentik gadis cantik berambut panjang yang dikepang dua, memainkan pulpen berwarna hitam yang sedari tadi dipeganginya. Mata cantik Anna beralih menatap buku kosong dengan tatapan sendu."Apa pilihan hanya diciptakan untuk orang-orang punya keluarga yang sangat mencintai anaknya? Aku juga mempunyai keluarga, tapi kenapa aku tidak disediakan pilihan juga? Apa itu berarti bahwa mereka semua tidak pernah menyayangi aku?"Mulut gadis itu bergumam sembari jemarinya bermain menuliskan tulisan yang diucapkan mulut dan hati Anna.Anna menghapus air matanya yang entah dari kapan mengalir. Dia berdiri dan masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang gelisah.Sesampainya dia di ruang tengah, suara sang ayah bergema di telinga Anna."Ann

    Huling Na-update : 2025-04-21

Pinakabagong kabanata

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   Aturan Aneh Sang Nenek

    Suara tawa yang menyimpan begitu banyaknya luka, menggema di lorong ruangan. Di sana, terlihat seorang wanita paruh baya nan cantik, berjalan perlahan entah mau kemana. Dia terus berjalan, kulit wajahnya begitu putih tak ubah seperti etnis belanda. Bibirnya merah, alisnya tebal, dan hidung mungil yang mancung. Mata indah wanita itu begitu liar. Mulutnya tidak berhenti bernyanyi pelan. Mendendangkan sebuah lagu yang selalu sama setiap hari. Di usianya yang belum terlalu tua, wanita berumur 45 tahun itu, sudah melupakan segalanya. Dia tidak ingat siapa dirinya, apalagi keluarga. Yang dilakukan wanita baya itu, setiap hari hanyalah bersenandung, seakan dunia tidak pernah jahat dan selalu baik terhadapnya. Setelah beberapa langkah berjalan, mata wanita bernama Renata itu terhenti pada satu ruangan. Ruangan yang bernuansa sangat nyentrik. Matanya berbinar, sambil tertawa, dia berjalan perlahan dan mondar-mandir di depan pintu. “Kenapa pintunya tidak dibukakan untukku?” gumamnya setelah

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   5. Rumah Yang Aneh

    Keheningan malam sukses membuat rumah yang jauh dari keramaian, menjadi sangat mencekam. Rumah besar tersebut di kelilingi kolam ikan yang sangat tidak terurus, hingga menghasilkan bau yang membuat hidung tidak nyaman.Samentha, nyonya besar yang memegang semua kendali di rumah itu, berdiri di tepi kolam. “Keberanian apa yang merasukimu, hingga bisa membawa cucuku kabur?” DegSatu pertanyaan yang sukses membuat Anna terpaku. Dia tidak mampu menjawab, dan tubuhnya begitu gemetar. Anna berdiri di antara dua pria yang baru saja ditemuinya dan menyeretnya ke rumah besar tak terurus tersebut. Padahal pemiliknya memiliki asisten rumah tangga, namun tetap saja rumah tersebut kotor dan berantakan.Entah apa yang dipikirkan nenek tua itu. Sepertinya yang berguna di rumah tersebut hanyalah para bodyguardnya.“Kenapa kamu diam? Ayo jawab pertanyaan saya!” serunya sedikit keras. Samentha yang awalnya berdiri membelakangi Anna pun berbalik, dia berjalan perlahan mendekati gadis tersebut.Dengan g

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   4. Nenek Tongkat Melayang

    “Ayo pulang Tuan Amor, ini perintah nenek.” seorang pria berbadan kekar membungkuk di depan Reihan yang dipanggilnya Amor. Reihan berdecak, “Berhenti menakuti teman-temanku!” ucap Reihan sembari mengacak rambutnya kesal. “Kami tidak menakuti Tuan, kami hanya menjalankan perintah,” ucap pria tersebut. “Bilang ke nenek, aku tidak seperti keparat tua itu. Jadi, nenek tidak perlu mengekangku!” seru Reihan. Sementara itu, Anna yang berdiri sedikit jauh di belakang, hanya diam terpaku. Dia masih terkejut dan tidak pernah menyangka akan adanya peluru yang melayang di atas kepalanya. Suasana berubah menjadi mencekam. Semakin lama Reihan berdebat dengan pria berpakaian hitam tersebut, maka semakin berdegup jantung Anna. Anna benar-benar tidak tau apa yang sedang terjadi. Bukannya para pria berseragam serba gelap tersebut ingin membunuh mereka berdua? Tapi, kenapa Reihan tidak mencoba untuk berlari dan kabur untuk menyelamatkan diri? Sungguh aneh, Anna tidak dapat memprediksi tingkah lak

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   3. Zaman yang Sangat Miris

    Seketika ruangan besar yang bergema itu pun hening. Semua mata pria yang ada di sana, tertuju pada satu ruang, tempat dimana suara misterius terdengar. Begitu juga dengan Anna. Gadis berambut panjang itu ikut menolehkan kepalanya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. Reihan menggedor pintu berwarna coklat muda tersebut tak sabaran. Masalah bertubi-tubi menghampirinya hari ini. Rasanya kesabaran Reihan pun sudah mulai habis. Seperti dia ingin menebas kepala orang-orang yang menghalangi pandangannya saat ini juga. Pukulan pada pintu semakin menuntut, namun tak ada tanda-tanda seseorang akan keluar. Karena tak kunjung terbuka, Reihan pun mengangkat kaki sebelah kanan dan mendobrak pintu di depannya sekuat tenaga. “Arghh! Tidak sopan!” teriak seseorang dari dalam. Pria berambut panjang yang di kepang banyak menggunakan karet berwarna-warni keluar dari dalam toilet. Semua orang yang melihat, sontak tertawa ulah penampilan konyol pria berbadan gemuk tersebut. “Kenapa kalian ribut-ribut

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   2. Polos

    "BRAK!!” Suara benturan mengguncang udara yang penuh dengan debu. Anna terlonjak mundur, matanya membelalak melihat serpihan logam beterbangan. Asap mengepul dari sesuatu yang baru saja menabrak di tengah jalan. Orang-orang berteriak histeris, mereka berlari bersama raut wajah khawatir. Tapi Anna hanya berdiri terpaku di tepi badan logam berukuran besar yang sudah penyok dan berderai. Jantungnya berdegup kencang. Dia belum pernah melihat kejadian semengerikan ini. “Itu apa ya?” Anna bermonolog dalam hati. Anna semakin dibuat bingung. Sebenarnya apa yang telah terjadi di dunia yang baru saja didatanginya ini. Karena takut, Anna bergegas pergi dari tempat itu dan melanjutkan perjalanannya. Namun, baru selangkah Anna berjalan, ada yang menarik tangannya dari belakang. Anna terkejut, dia sontak menoleh. “Maaf, ada apa, ya?” “Lo masih nanya ada apa? Otak lo di mana?” ucap seorang wanita berambut pendek dan berpenampilan seperti laki-laki. “Maaf, Mas! Tapi Aku salah apa ya, M

  • Perjalanan Waktu Sang Gadis Desa   1. Tangisan dan Paksaan

    Pohon palem berjajar rapi di tepi jalan masuk rumah paling besar di desa. Beberapa obor menyala menciptakan bayangan yang menggetarkan hati setiap orang yang melihatnya. Anna duduk seorang diri memandangi api dari obor yang bergerak ke sana kemari diterpa angin.Jari lentik gadis cantik berambut panjang yang dikepang dua, memainkan pulpen berwarna hitam yang sedari tadi dipeganginya. Mata cantik Anna beralih menatap buku kosong dengan tatapan sendu."Apa pilihan hanya diciptakan untuk orang-orang punya keluarga yang sangat mencintai anaknya? Aku juga mempunyai keluarga, tapi kenapa aku tidak disediakan pilihan juga? Apa itu berarti bahwa mereka semua tidak pernah menyayangi aku?"Mulut gadis itu bergumam sembari jemarinya bermain menuliskan tulisan yang diucapkan mulut dan hati Anna.Anna menghapus air matanya yang entah dari kapan mengalir. Dia berdiri dan masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang gelisah.Sesampainya dia di ruang tengah, suara sang ayah bergema di telinga Anna."Ann

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status