Share

Bab 3. Bertemu Kembali

Aвтор: DLaksana
last update Последнее обновление: 2023-11-24 12:12:31

Hari dengan cepat telah berganti. Fania pagi ini akan bersiap-siap ke kampus. Sebagai mahasiswa akhir membuat ia sedikit sibuk mempersiapkan untuk sidang skripsi.

Skripsi sudah ia mulai kerjakan meski belum sepenuhnya selesai.

Fania keluar dari kamar menuruni anak tangga. Netranya melihat ke sekeliling rumah yang sudah disulap menjadi taman bunga.

“Bi Iyas!” panggil Fania saat duduk di ruang makan.

“Iya, Non. Mau sarapan apa?” tanya Iyas yang mendekat ke hadapan Fania.

Fania bukannya menjawab. Ia malah bertanya pada Bi Iyas. “Mau ada acara apa, Bi? Rumah dihias begini?” Fania penasaran.

“Oh itu, Non. Non shanum mau kedatangan calon besan dan calon suaminya.”

“Shanum? Calon suami?”

“Iya, Non. Tadi Tuan sudah berpesan. Nanti malam non Fania tidak boleh pergi,” ucap Bi Iyas membuat Fania memutar bola matanya.

“Kan yang mau nikah Shanum, apa hubungannya sama aku!” cebik Fania kesal.

Iyas hanya tersenyum. Ia sudah paham dengan anak majikannya.

“Ya udah, aku berangkat dulu, Bi.” Fania berpamitan. Iyas mengangguk lalu membereskan gelas s**u yang sudah kosong.

Fania melangkahkan kakinya ke garasi mobil. Mobil berwarna merah melaju meninggalkan halaman rumahnya.

Perjalanan dari rumah ke kampus memakan waktu tiga puluh menit. Fania memarkirkan mobilnya di halaman parkir. Dan ia langsung masuk ke dalam kelas untuk mengikuti bimbingan skripsi.

“Rin, lo hari ini mau kemana?” tanya Fania setelah kelas selesai.

“Gue mau nganterin nyokap ke rumah sakit. Biasa mau check up rutinan. Kenapa memang?”

“Enggak apa. Tanya aja!”

“Oh ya, Fan. Lo kemarin pas di apartemen Tuan Elnathan, lo nggak diapa-apain ‘kan?” Karina bertanya karena penasaran.

“Enggak. Aman kok, Rin!” sahut Fania. “Gue baru tahu kalo Reihan ternyata assiten om-om itu?” tanya Fania.

“Maksud lo, Elnathan?”

Fania mengangguk.

“Iya kalo itu, gue juga baru tahu. Eh, ya udah, gue duluan ya. Mami dah telpon nih. Bay!” ucap Karina dan langsung berlari ke arah mobilnya.

Fania melambaikan tangan. Ia merasa jenuh membuat ia masuk ke mobil dan melajukan mobilnya entah kemana.

“Masa jam segini pulang! Mana di rumah mau ada acara! Tapi gue laper banget. Ah aku mampir ke resto itu aja deh!” Fania memarkirkan mobilnya di halaman resto serba sambal yang tidak jauh dari kampus.

Setelah itu ia masuk lalu memesan ayam bakar madu, sambal matah dan juga es teh manis bercampur lemon.  

Ia mencari tempat duduk di dekat jendela. Lalu mengeluarkan laptop dari tasnya. Ia akan menonton drakor untuk menemani rasa gabutnya sendirian.

Hampir dua jam Fania betah di dalam resto. Ia memutuskan untuk pulang ke rumah. Ia tidak mau kena omel bokapnya lagi.

“Berapa semua, Kak?” tanya Fania di depan kasir.

“Seratus dua puluh ribu, Kak!” sahut kasir wanita.

“Bentar, ya.” Fania merogoh tasnya. Namun, ia tidak menemukan dompetnya.

“Waduh dompetku di mana ini?” Fania panik.

“Bentar ya, Kak. Dompetku hilang!” ucap Fania merasa malu. Ia mencari ke tempat duduknya. Namun, tidak ada juga.

“Duh, di mana sih! Apa gue lupa bawa ya?” gerutu Fania.

Fania mendekat ke arah kasir kembali. “Maaf, kayanya dompetku ketinggalan. Aku pulang ambil dompet dulu ya, Kak?” tanya Fania. Namun, wajah kasir langsung berubah jadi kesal.

“Nggak bisa gitu, Kak! Nanti kalo kamu kabur, gimana? Aku bisa kena omel dan ganti rugi!” sahut Kasir dengan nada tinggi.

Fania malah semakin kesal karena ia seakan-akan dianggap mau kabur begitu saja. Padahal niat ia baik. Dan tidak mau kabur. Dia juga mau membayar kalo bisa dua kali lipat juga dia akan bayar.

“Kak aku nggak ad—,”

“Totalnya berapa, Mbak? Sekalian sama ini!” unjuk pria berjas hitam ke arah nota Fania.

Fania kaget saat melihat pria di sampingnya dan pria itu juga membayarkan makanannya.

“Lo, pria yang kemarin ‘kan?” tunjuk Fania. Namun, pria itu tidak merespon. Ya, pria itu ialah Devan.

“Makasih sebelumnya. Minta nomor lo, biar nanti gue ganti uangnya?” Fania menadahkan tangannya seakan orang meminta.

Devan hanya menggeleng. Lalu melangkahkan kakinya keluar dari resto. Fania mengejar, tetapi ia lupa tas laptopnya masih di meja. Ia pun membalik untuk mengambil.

Fania kehilangan jejak. Devan dengan cepat menghilang. Dan hal ini membuat Fania cukup kesal karena merasa ia hutang budi.

“Dia kan atasan Reihan. Pasti Reihan tahu nomor dia. Iya, gue akan meminta ke Karina!” gumam Fania setelah berada di dalam mobil. Lalu mobil melaju meninggalkan halaman resto.

***

Malam harinya. Fania sudah berada di rumah. Ia juga sudah berdandan cantik karena malam ini adalah acara pertunangan Shanum—kakak tirinya.

Ia memakai gaun berwarna pink, rambut hitamnya tergerai dengan hiasan mutiara di kepalanya. Sangat anggun.

Fania keluar dari kamar. Ia berpapasan dengan Shanum yang hendak turun ke bawah juga.

“Hai! Adikku!” sapa Shanum. Shanum terlihat sangat cantik menggunakan kebaya warna maroon dengan model kekinian.

Fania hanya tersenyum miring. “Selamat, ya. Lo bakalan secepatnya pergi dari rumah ini! Kenapa nggak dari dulu aja sih lo nikahnya!” ucap Fania mengejek.

Shanum menatap Fanis tajam. “Gue memang menikah, tetapi gue akan tetap akan tinggal di sini!”

Fania memutar bola matanya. “Kita lihat aja nanti!” Fania langsung bergegas turun. Namun, ia kembali membalik ke arah Shanum yang masih berdiri di ujung tangga. “Jangan pernah bermimpi ingin menguasahi rumah gue, nggak akan gue biarkan! Dan gue akan membongkar niat busuk lo dan ibu lo secepat mungkin! Ingat itu!” ancam Fania serius.

Shanum menatap punggung adik tirinya dengan tatapan penuh amarah. Ia pun turun karena sebentar lagi ia akan bertemu dengan calon suaminya. Ia mengatur ekspresi terbaiknya. Lalu melangkah kakinya menuruni tangga menuju ruang keluarga.

Fania duduk di samping Alnando. Alnando bahkan sudah bersikap kembali seperti biasa. Ia bahkan merangkul bahu Fania sejak tadi dan itu hal yang sangat bahagia untuk Fania.

“Tuan! Keluarga Tuan Samuel sudah datang!” ucap Joko salah satu satpam rumah.

Alnando langsung berdiri dan menyambut kedatangan Samuel—sahabat sekolahnya dulu waktu di perguruan tinggi.

“Selamat datang, Sam!” sapa Alnando yang langsung berpelukan.

“Bagaimana kabarmu? Sam berbalik tanya.

“Seperti yang kamu lihat,” sahut Alnando. “Mana putramu?” tanya Alnando melihat ke sekeliling Sam hanya datang seorang diri.

“Oh, dia masih di perjalanan. Bentar lagi juga sampai,” jawab Sam. Alnando hanya mengangguk dan mengajak Sam masuk.

“Kenalkan ini istriku, Angela. Ini Shanum dan ini Fania.”

“Saya Samuel.”

Angela mengajak duduk di ruang makan. Karena ia sudah menyiapkan jamuan yang enak untuk calon besan. Lalu Alnando langsung membahas mengenai masalah pertunangan putra putri mereka.

“Jadi, yang mana yang akan bersanding dengan putra saya?” tanya Sam melihat ke arah Shanum dan Fania.

“Ini, Tuan Sam. Shanum.” Angela menunjuk Shanum yang tampak malu-malu. “Shanum bekerja sebagai model dan ia wanita yang sangat pemalu. Shanum juga tidak suka bermain diluar, ia lebih suka di rumah selepas pulang pemotretan,” sambung Angela membanggakan putri kandungnya.

Sam mengangguk dan tersenyum bahkan bangga.

Fania memutar bola matanya merasa jenggah. Ia merasa tersindir.

“Sambil menunggu putramu datang. Bagaimana kalau kita makan dulu aja, daripada nanti keburu dingin,” ajak Alnando yang langsung disetujui oleh Sam dan semuanya.

Mereka menikmati makan malam dengan begitu hangat. Bahkan Fania sesekali ditanyai oleh Sam. Membuat Fania merasa sungkan.

Namun, makan malam terhenti. Dikarenakan seorang pria masuk ke dalam diantar oleh Joko.

“Maaf, saya telat!” ucap pria itu. Membuat Fania yang sedang melahap dengan nikmat tersedak.

Fania membelalak tak percaya. Saat melihat pria itu. Ya, pria itu adalah Devan. Pria yang tadi siang sudah menolongnya di resto. Bahkan ia membayarkan pula.

“Kenalkan ini putra saya, Elnathan Devandra.” Samuel berkata ke semua orang.

Devan menyalami semua. Dan saat tangan menyentuh telapak tangan Fania. Devan menyapa biasa seperti orang yang tidak pernah saling bertemu.

Devan duduk di hadapan Shanum. Akan tetapi, tatapannya selalu mengarah ke arah Fania. Fania merasa risih di tatap oleh Devan seperti itu.

“Dev, ini calon istrimu.” Sam menunjuk Shanum yang memberikan senyuman terbaiknya. Shanum bahkan terpana akan ketampanan Devan yang sangat berwibawa.

Devan menatap ke arah Shanum. Namun, ia langsung kembali menatap Fania yang sedang menunduk.

“Bagaimana, Dev? Apa kamu setuju menikah dengan putri saya?” tanya Angela lembut.

Devan mengangguk. Membuat senyum Shanum semakin melebar.

“Kapan? Pernikahan ini dilangsungkan?” tanya Devan sambil melihat ke arah Alnando.

Alnando tersenyum senang. “Secepatnya kalau bisa!”

“Itu sangat bagus!” Sam juga antusias.

Angela dan Shanum. Mereka berdua saling memandang dengan bahagia.

“Aku mau menikah. Tapi dengan dia?” tunjuk Devan mengarah ke Fania.

Fania terkejut. Bukan hanya Fania tetapi semuanya.

“Apa?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjanjian 100 hari Menikah dengan Om CEO   Bab 110. Akhir Bahagia

    Pagi ini sesuai rencana Fania untuk berpindah di kediaman ayahnya. Ia dan Elfina sudah bersiap-siap untuk pergi ke rumah Alnando.“Bi Darmi, titip rumah ini, ya,” ucap Fania saat sudah di depan pintu apartemen.“Iya, Nyonya. Hati-hati di jalan,” kata Darmi dengan rasa haru. Sebab, setelah menginap di rumah Alnando. Fania dan Devan akan langsung berpindah ke Paris.“Kalo ada apa-apa atau butuh apa pun. Jangan sungkan hubungi aku atau ke istriku, ya, Bi,” pesan Devan.“Baik, Tuan.”“Kami pamit dulu, Bi Darmi.” Elfina ikut bersuara kali ini.Darmi hanya mengangguk dan tersenyum.Devan mengajak istri dan ibu mertuanya untuk berjalan ke arah lobi apartemen. Sementara di sana pak Aris sudah menunggu sedari tadi.Setelah masuk ke dalam mobil. Pak Aris melajukan mobilnya mengarah ke kediaman Alnando.Sesampainya di rumah Alnando. Mereka langsung di sambut oleh bi Iyas dan pak Joko yang sudah menunggu.“Selamat datang nyonya Elfina, non Fania dan den Devan,” kata Iyas dan Joko secara bersamaa

  • Perjanjian 100 hari Menikah dengan Om CEO   Bab 109. Lahiran Mendadak

    “Lo, tunggu sini, ya. Ingat! Jangan ke mana-mana!” Fania memberi peringatan kepada Karina. Lalu ia pergi keluar dari toko pelengkapan bayi.Fania menengok kanan kiri. Lalu netranya pun melihat ada seorang satpam mall yang sedang berjalan ke arahnya. Fania langsung mendekati satpam itu, untuk meminta bantuan.“Pak, bisa minta tolong?” tanya Fania langsung.“Iya, Mbak. Apa yang bisa saya bantu?”“Temanku mau lahiran, Pak. Apa Bapak, bisa bantuin saya siapkan mobilnya ke lobi?” titah Fania sopan.“Baik, Mbak. Akan saya bantu. Kalo boleh tahu berapa nomor plat mobilnya?” tanya Satpam itu.“Hayo, Pak. Ikut saya ke dalam, soalnya itu mobil teman saya,” sahut Fania sembari berjalan masuk ke tempat perlengkapan bayi.Satpam itu pun mengekori di belakang Fania yang masuk ke tempat di mana Karina berada. Setelah memberitahu kepada Satpam itu plat mobil Karina. Karina kini dirangkul oleh Fania untuk berjalan ke arah lobi. Untungnya tempat perlengkapan bayi ada di lantai dasar, membuat Fania tida

  • Perjanjian 100 hari Menikah dengan Om CEO   Bab 108. Belanja Keperluan Bayi

    Setelah kepergian Elfina. Devan langsung menahan istrinya agar tidak memaksa kehendak sang ibu.“Sudah, tidak perlu kamu paksa Ibu agar mau tinggal di rumah Papah. Mungkin, ada hal yang tidak ingin Ibu beri tahu ke kamu, jadi kamu harus menjaga privasi Ibu, ya,” ucap Devan lirih. Berharap jika istrinya akan mengerti.Fania mengangguk pelan. “Iya, Mas. Kamu benar juga.”“Iya, sudah kamu mau ikut bareng aku ke toko atau mau diantar pak Aris?” tanya Devan saat sarapan selesai.“Aku ikut kamu saja, Mas.”Devan tersenyum. “Aku tunggu di bawah,” sahutnya dengan keluar ke arah pintu untuk mengambil mobil di basemen.Fania lebih dulu membereskan meja makan terlebih dahulu sebelum dia keluar. Setelah selesai, ia berjalan ke kamar ibunya untuk berpamitan.“Bu, Fania ke toko, ya,” ucapnya setelah mengetuk pintu.Tidak ada sahutan sama sekali dari kamar ibunya. Membuat hati Fania sedih kali ini. Ia merasa bersalah telah berbicara masalah untuk tinggal di rumah papahnya.Fania berjalan meninggalka

  • Perjanjian 100 hari Menikah dengan Om CEO   Bab 107. Ngidam

    “Pak Devan?” sapa orang itu saat melihat ke arah Devan. Dia bahkan beranjak dari kursinya lalu mengulur tangan kanannya kepada Devan yang sedikit terkejut.“Anton?” panggil Devan singkat. “Kamu sudah di Jakarta berarti?” tanya Devan langsung. Karena setahu Devan, Anton waktu itu pindah ke Kalimantan.“Iya, Pak. Saya pindah ke sini lagi,” jawab Anton sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Kerja apa kamu sekarang? Kalau belum kerja, kamu bisa balik ke kantor saya lagi,” ajak Devan. Namun, dengan cepat Anton menggeleng.“Maaf, pak Devan. Bukan saya menolak rezeki, tetapi saya sudah buka usaha sendiri di sini, Pak,” sahut Anton sopan.Devan tersenyum mendengarnya. “Wah, bagus itu. Apa usahamu?”“Warung nasi padang, Pak. Itu yang seberang sana,” unjuk Anton ke warung usahanya dekat minimarket.“Oh, ya, kapan-kapan aku mampir,” ucap Devan. Ia juga bertanya tujuannya ke sini. Lalu Anton pun memberitahu tempat Angkringan yang buka hingga pagi, tempatnya memang tidak jauh dari lokasi s

  • Perjanjian 100 hari Menikah dengan Om CEO   Bab 106. Surat Undangan

    Seseorang yang datang ke kantor Devan hanya tersenyum mendengar pertanyaan dari si empu ruangan yang terdengar sinis kepadanya.“Sebelumnya aku mau meminta maaf, karena sudah lancang duduk di sini. Dan tujuan kedatanganku, hanya ingin memberikan ini padamu,” kata orang itu dengan mengeluarkan satu lembar kertas undangan pernikahan ke hadapan Devan.Devan masih terdiam menatap undangan di atas mejanya. “Kau akan menikah?” tanyanya singkat.Alya mengangguk. Memang benar yang datang ke kantor saat ini adalah Alya mantan kekasihnya dulu. Orang yang dulu pernah merencanakan menjebak istrinya di apartemen milik Riko.“Ya, ada seseorang yang melamarku satu bulan yang lalu. Aku kira, tak ada salahnya aku membuka hatiku lagi untuk orang lain. Aku sudah sadar jika kita tak ditakdirkan untuk bersama,” sahut Alya.“Ya, kamu sadar juga,” ucap Devan.Alya hanya tersenyum kecut mendengar jawaban Devan padanya.“Aku minta maaf, jika aku banyak salah. Sepertinya hanya itu saja kedatanganku ke sini,” k

  • Perjanjian 100 hari Menikah dengan Om CEO   Bab 105. Mengajak ke Toko Bunga

    Satu minggu kemudian. Seusai mengikuti sidang seminggu yang lalu, Fania dan Devan seperti memulai kehidupan yang baru. Meski sebenarnya, Beni masih menjadi buronan, tetapi Devan sudah menyerahkan semua keputusan kepada pak Gunawan selaku kepala kepolisian Jakarta Selatan.Elfina sementara masih tinggal di apartemen Fania untuk sementara waktu. Dan pagi ini seperti yang sudah dijanjikan oleh Fania kepada ibu dan ibu mertuanya yaitu mengajak ke toko bunga serta keliling Jakarta. Membuat Fania dan Elfina kini dalam perjalanan menjemput Berliana di kediaman Sam.Setelah sampai, ternyata Berliana sudah menunggu di ruang tamu bersama dengan Sam yang sedang menikmati secangkir teh dengan membaca koran surat kabar.“Hai, Mami!” sapa Fania dengan mendekat ke arah ruang tamu. Lalu bersalaman dengan Sam dan juga Berliana yang kini berdiri.“Hai, Sayang. Kita langsung jalan atau kalian mau mampir di sini dulu?” tanya Berliana setelah bersalaman dengan Elfina.“Langsung jalan saja, ya, Mi. Karena

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status