Share

Bab 6. Minta Tidur Terpisah

Shanum menyeringai setelah Angela membisikkannya. Mereka berdua tertawa dengan saling memandang.

“Mamah memang yang terbaik!” Shanum berkata pada Angela dengan sangat bangga.

Angela mengangguk dan tersenyum. “Apa sih yang nggak buat anak Mamah!”

Shanum dan Angela kembali ke meja. Acara makan malam berjalan lancar. Meski dalam hati Fania ia melihat ada sesuatu yang janggal pada Angela dan Shanum saat menatap dirinya. Namun, Fania tidak mau memikirkan hal itu. Karena memang seperti itu tatapan mereka padanya.

***

Acara makan malam telah usai. Fania kini sudah berada di kamar hotelnya bersama dengan Devan.

Sungguh ini hal pertama kali untuk Fania sekamar dengan pria asing yang kini sudah menjadi suaminya. Terasa aneh.

Fania masih betah duduk di depan cermin sembari memainkan ponsel. Sebab, ia sedang membalas ucapan dari teman-teman onlinenya. Sedangkan Devan, ia sudah lebih dulu berbaring di ranjang yang masih terhias oleh kelopak mawar merah.

“Emang nggak cape apa duduk di situ sedari tadi?” Devan bersuara menatap Fania yang masih fokus ke layar ponsel.

Fania menengok ke arah tempat tidur. Menatap Devan dengan tatapan kesal. “Nggak. Dan gue nggak mau tidur satu ranjang sama lo!” ucap Fania ketus.

“Kita sudah sah suami istri. Itu tidak masalah ‘kan?” sahut Devan dengan santai.

Fania mendengkus. “Ogah!” jawab singkat Fania lalu ia mengambil bantal dan juga selimut yang sedang di pakai oleh Devan menyelimuti dirinya.

Fania menaruh bantal di sofa yang berada di kamar hotelnya. Ukuran sofa cukup besar, dan sangat pas di tubuh Fania yang ramping. Ia membaringkan badannya, tidak lama mata Fania pun terpejam. Badannya terasa letih karena seharian harus berdiri menghormati para tamu yang hadir di pernikahannya.

Devan yang sedari tadi menatap  Fania. Ia menggeleng keras.

“Emang aneh tuh cewe! Astaga!”

Pagi telah menyapa. Malam pertama untuk pengantin baru sepertinya tidak untuk Fania dan Devan. Mereka berdua bahkan tidur terpisah.

Fania membuka matanya. Ia terkejut karena Devan duduk di sofa sebelah di mana ia tertidur.

“Lo ngapain di sini?” tanya Fania yang langsung duduk. Ia bahkan menarik selimut untuk menutupi dirinya.

“Sarapan lah. Nggak lihat di meja banyak makanan!” sahut Devan santai dengan terus mengunyah Sandwich di dalam mulutnya.

Fania menatap ke arah meja. Seketika perutnya berbunyi. Namun, karena ia gengsi. Fania memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Baru dia akan makan menunggu Devan pergi dari tempat duduknya.

“Kamu buruan mandi, setelah itu aku antar kamu pulang untuk mengambil barang-barangmu. Mulai malam ini kamu tinggal di apartemenku!” Devan berkata pada Fania yang hendak masuk ke kamar mandi.

Fania mendengkus kembali. Ia hanya mengangguk lalu masuk ke dalam ruangan lembab dengan sedikit kesal.

Padahal kemarin gue dah seneng Shanum yang akan pergi dari rumah. Eh, ternyata malah gue yang pergi. Sial banget!” gerutu Fania di depan cermin.

Makin seneng tuh mereka, gue nggak ada di rumah. Awas aja, secepatnya gue akan cari bukti jika Angela dan Shanum mereka itu hanya mengincar harta papahku!” sambung Fania. Rasanya ia ingin sekali berteriak pada Alnando agar sadar jika Angela bukan wanita yang baik.

Namun, Angela dengan mudah menghasut Alnando. Sampai akhirnya Alnando menikahi Angela meski Fania tidak setuju.

***

Devan dan Fania kini sudah berada di dalam mobil menuju kediaman Fania. Seperti biasa di dalam mobil tidak ada obrolan apapun.

Tidak lama mobil kini sampai di depan gerbang rumah Fania. Joko dengan sigap membukakan gerbang untuk mobil Devan.

Setelah terparkir sempurna di garasi. Fania turun diikuti oleh Devan. Mereka berdua bahkan disambut oleh Angela dan juga Shanum.

“Selamat datang anakku dan menantu kesayangan!” sapa Angela memeluk Fania.

Fania terdiam tidak merespon. Devan tersenyum dan berjabat tangan dengan ibu mertuanya juga Shanum—wanita yang ia tolak.

“Kita ke sini mau mengambil barang Fania. Dia mulai hari ini akan tinggal di apartemenku,” ucap Devan saat melihat Fania naik ke kamarnya.

“Iya, paham kok. Sini sambil menunggu Fania beberes ngopi dulu aja,” ajak Angela pada Devan untuk duduk di ruang tengah.

Devan pun menurut. Angela bahkan memberikan isyarat pada Shanum untuk membuatkan kopi untuk Devan. Dengan senang hati Shanum langsung berjalan ke arah dapur. Ia akan membuatkan kopi spesial untuk Devan—calon suaminya yang gagal.

Setelah kopi yang dibuat jadi. Shanum langsung memberikannya pada Devan. Devan sebenarnya sedikit risih saat Shanum menatapnya.

“Terima kasih,” ucap Devan singkat.

“Sama-sama. Semoga suka!” kata Shanum dengan bahagia. Lalu duduk di samping Devan.

Angela bahkan meninggalkan ruang tengah membiarkan Devan dan Shanum berduaan.

Dan tujuan Angela kali ini adalah kamar Fania.

“Akhirnya kamu pergi juga dari sini!” suara Angela membuat Fania menghentikan tangannya melipat baju. Fania menoleh ke sumber suara yang membuat hatinya amarah tiba-tiba.

“Meski gue pergi. Gue akan tetap pantau kalian!”

Perkataan Fania membuat Angela tersungut. “Tidak semudah itu Fania. Papahmu tidak akan percaya denganmu, ia lebih percaya dengan omonganku. Kamu sudah kehilangan sosok Alnando dan sebentar lagi kamu juga akan kehilangan suamimu!” tekan Angela lalu pergi meninggalkan kamar Fania.

Fania yang mendengar ia ingin sekali mengumpat Angela. Namun, dirinya masih bisa menahan emosi. Fania akhirnya membereskan kembali barang-barangnya. Meski hatinya rasanya ingin menjerit.

Dua jam kemudian. Fania sudah berada di apartemen Devan. Devan sudah lebih dulu masuk ke dalam kamarnya. Fania sendiri ia melihat sekeliling apartemen Devan. Ia teringat akan dirinya yang salah naik mobil membuat ia di bawa oleh Devan ke apartemennya. Karena sikap cerobohnya.

Bahkan Fania menatap ke arah sofa dimana ia waktu itu tersandung dan membuat dirinya jatuh ke tubuh Devan yang sedang terbaring tidur. Bahkan ia teringat akan umpatan Devan yang mengira dirinya wanita penggoda. Dan Fania kini hanya menggeleng mengingat hal memalukan itu.

Devan menghampiri Fania yang terdiam berdiri di ruang tengah.

“Ini barang-barang gue mau di taro di mana?” tanya Fania saat tahu Devan sudah ada di hadapannya.

“Di kamar gue!” unjuk Devan ke kamarnya. Fania bahkan ingat kamar itu.

“Enggak mau!” tolak Fania. “Emang nggak ada kamar lagi apa?”

“Ada itu!” tunjuk Devan ke arah pintu tertutup. “Kita itu udah nikah, ngapain kita tidur terpisah?”

“Gue nggak mau tidur seranjang sama lo! Lagian kita nikah cuman seratus hari.” Fania berkata tegas pada Devan.

Devan mendengkus. “Ya udah lah. Terserah kamu!”

Devan membuka pintu kamar kedua yang jarang ia tempati. Ruangannya sedikit berdebu.

“Sementara tidur di kamarku dulu. Biar kamar ini dibereskan oleh tukang bersih-bersih besok pagi.” Devan berkata sambil menutup pintu kamar.

“Nggak usah cemberut nanti cantiknya hilang!” goda Devan dengan mengecup pipi Fania.

Fania terkejut akan sikap lancang Devan padanya. Fania mengejar Devan. Namun, Devan lebih dulu menutup pintu kamarnya.

“Sial lo ya. Lancang bener cium-cium gue!” teriak Fania mengumpat Devan.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dina Bila
lucu .. bgt kayak tom n Jerry. tapi sikap Devan emang lebih dewasa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status