Share

Bab 7. Terbongkar

Malam pertama tinggal di apartemen Devan. Fania dan Devan tidak tidur seranjang seperti keinginan Fania.  Devan akhirnya mengalah tidur di sofa yang berada di ruang tengah.

Fania kini terbangun karena mendengar suara alarm dari ponselnya.

Fania mengambil ponsel di nakas lalu melihat jam yang tertera di layar ponsel.

“Hah! udah jam enam?” ucap Fania terkejut. Ia memilih untuk bangun dan duduk terlebih dahulu sebelum turun dari ranjang.

Ia bahkan mengingat kejadian semalam saat Devan dengan lancangnya mencium dirinya. Entah kenapa hatinya merasakan hal yang aneh.

“Gue benci banget sikap lancang dia! Berani banget cium pipi gue. Huh!” gerutu Fania jengkel.

Fania melihat ke sekeliling ruangan kamar Devan. Ia bahkan tidak melihat batang hidung pria yang kini menjadi suaminya.

“Ke mana dia? Jangan-jangan tidur di luar?” tebak Fania dan ia tidak memperdulikannya. Fania memutuskan turun dari ranjang dan berjalan menuju ruang lembab.

Hampir lima belas menit berada di kamar mandi. Kini Fania keluar dengan keadaan yang begitu segar. Ia pun langsung bersiap-siap untuk berdandan. Karena hari ini ia akan berangkat ke kampus.

Setelah selesai semua. Fania keluar kamar. Di ruang tengah sudah ada Devan yang sedang santai duduk sembari menikmati secangkir kopi.

Devan yang mendengar suara pintu kamar terbuka. Pandangannya langsung menatap Fania yang kini sudah berdandan cantik.

“Pagi istriku!” sapa Devan pada Fania yang berjalan ke arah dapur.

“Hemm!” sahut Fania dengan malas. Fania masih jengkel akan sikap Devan semalam.

Devan tersenyum melihat sikap Fania yang masih kesal kepadanya.

“Pagi, Nyonya. Mau sarapan apa? Biar saya buatkan! Seorang pelayan wanita menyapa Fania saat ia sudah sampai di dapur.

“Duh, Bi. Nggak usah manggil ‘Nyonya’ segala, ih!” tegur Fania merasa risih akan sebutan itu padanya.

“Maaf, Nyonya. Tapi ini sudah prosedur di keluarga Devandra!” tegas wanita itu.

“Ya sudah terserah Bibi aja!” Fania akhirnya mengalah.

Fania berkenalan dengan Bi Darmi. Ia adalah pelayan yang dikhususkan untuk masak dan bersih-bersih. Bi Darmi sendiri hanya bekerja dari pagi hingga sore hari.

Fania hanya meminta sarapan dengan roti dan segelas s**u. Seperti yang ia sering lakukan di rumahnya.

Padahal Bi Darmi akan membuatkan Fania nasi goreng. Namun, dengan cepat Fania menolaknya.

Devan menghampiri Fania yang sibuk memakan roti berselai cokelat. Devan duduk di samping Fania. Padahal Fania sudah tahu jika Devan duduk di sebelahnya. Akan tetapi, ia pura-pura tidak tahu.

“Kalo makan tuh yang bener! Udah gede padahal, tapi makan masih belepotan!” sindir Devan dengan menyeruput kopinya yang ia bawa ke dapur.

Fania menghentikan mulutnya yang mengunyah. Dan mengelap bibirnya yang belepotan. Namun, ternyata selai cokelat masih menempel di bibir bagian atas. Dengan sigap Devan langsung mengambil tisu dan membersihkan bibir Fania. Tangan Devan bahkan menyentuh bibi Fania yang berwarna pink. Dan hal itu membuat jantung Devan terasa aneh.

Fania membeku saat aksi Devan kembali lancang menyentuh bibirnya. Fania dengan cepat menjauhkan bibirnya dari tangan Devan. Ia menjadi salah tingkah akan sikap Devan padanya.

“Makasih!” ucap Fania gugup. Bahkan dia yang akan memaki-maki Devan. Akhirnya mengurungkan karena hatinya merasa sedikit tak biasa.

Devan pun merasakan hal sama. Membuat ia hanya mengangguk tersenyum.

“Mulai hari ini. Kemana pun kamu pergi. Akan diantar oleh sopir.  Pak Aris yang akan mengantarmu kemana pun!” ucap Devan pada Fania.

“Gue bisa bawa mobil sendiri. Nggak perlu pakai sopir! “ tolak Fania dengan cepat.

“Aku tidak mau kamu kecapean! Pokoknya kemana pun harus dengan sopir. Jangan dibantah! Ini perintah suamimu,” tegas Devan lalu ia pergi meninggalkan dapur.

Fania membuang napasnya secara kasar. Ia bahkan tidak menghabiskan makanannya. Mood makan hilang seketika. Fania memutuskan untuk ke bawah dan bergegas berangkat ke kampus.

***

Di tempat lain. Yakini rumah Fania. Shanum sedang merasa bahagia karena ia mendapatkan bukti yang kuat untuk memisahkan Fania dan juga Devan.

Shanum bahkan tidak mengira jika ibunya akan secerdik ini. Shanum kini melihat ke selembar kertas yang ia pegang.

“Fania ... Fania, kok bisa kamu pernikahan buat main-main. Harusnya kemarin kamu tolak saja, saat Devan meminta menikahimu! Dan sekarang aku mendapatkan bukti yang akan membuat kamu hancur! Pasti Alnando bakalan syok saat tahu isi kertas ini!” ucap Shanum dengan tertawa bahagia.

Shanum yang sudah selesai berdandan. Ia keluar dari kamar menuju ke ruang makan.

Shanum disambut oleh Angela yang sedang mengoleskan selai di atas roti.

“Pagi, Sayang! Bahagia banget,” sapa Angela saat melihat Shanum tersenyum sedari tadi.

“Ya dong, Mah! Karena ini,” unjuk Shanum pada Angela.

Angela tersenyum puas. “Kita lihat seperti apa ekspresi Alnando saat tahu perjanjian yang dibuat putrinya!” Angela berkata seraya menaruh tangannya di dagu.

Angela bahkan menjadi teringat saat pertama kali menemukan selembar kertas itu saat ia mengunjungi kamar Fania. Di mana saat itu Fania sedang sibuk membereskan barang-barangnya yang akan di bawa ke kediaman Devan.

Setelah berdebat dengan Fania. Angela hendak turun, tetapi tatapannya langsung tertuju pada kertas yang terjatuh di dekat pintu. Angela mengambil kertas itu. Ia bahkan hendak membuangnya. Namun, saat ia membaca isi di dalam kertasnya.

Angela sangat kaget. Ia bahkan tidak percaya akan isi di dalam kertas yang ia temukan di depan kamar Fania.

Seperti keberuntungan memihak padanya. Membuat ia dengan cepat menyembunyikan kertas itu dan menyimpannya di kamar. Kertas berisi perjanjian akan menjadi bukti, jika pernikahan Fania dan Devan itu tidak sepenuhnya keinginan mereka.

Alnando menyapa istri dan anak tirinya setelah ia berada di ruang makan.

“Kalian kenapa kok murung begitu?” tanya Alnando menelisik.

“Mas, ini masalah Fania!” ucap Angela dengan nada sedih.

“Kenapa memangnya?” tanya Alnando penasaran.

Shanum memberikan selembar kertas putih ke hadapan Alnando.

“Apa ini?”

“Buka saja, Mas. Kamu jangan kaget melihat isinya. Aku bahkan masih tidak percaya dengan isi surat itu!” ungkap Angela membuat Alnando semakin penasaran.

Alnando mengambil kertas lalu membukanya.

Betapa terkejutnya ia saat mambaca isi surat itu. Bahkan di situ ada nama dan tanda tangan juga dilengkapi oleh materai.

“Perjanjian pernikahan seratus hari.” Alnando mengeja surat itu. Ia menggeleng keras lalu melempar surat itu ke meja dengan kasar.

Angela dan Shanum saling manatap dengan tersenyum. Ia pastikan Alnando sangat kecewa dengan putri kandungnya sendiri.

“Mas!” panggil Angela kepada Alnando yang menunduk.

“Aku tidak percaya, Fania bisa membuat perjanjian konyol seperti ini! Padahal aku sudah percaya jika dia benar-benar menerima pernikahannya dengan Devan. Tapi ternyata pernikahan ini dibuat main-main olehnya!”

“Iya, Mas. Aku saja kaget! Aku tidak menyangka Fania seperti itu!” ucap Angela memanasi Alnando.

Alnando memijat keningnya yang terasa sakit. Ia mengambil ponsel lalu menelpon Fania.

“Cepat pulang! Papah mau bicara!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status