Share

Bab 7. Terbongkar

Auteur: DLaksana
last update Dernière mise à jour: 2023-12-01 18:42:50

Malam pertama tinggal di apartemen Devan. Fania dan Devan tidak tidur seranjang seperti keinginan Fania.  Devan akhirnya mengalah tidur di sofa yang berada di ruang tengah.

Fania kini terbangun karena mendengar suara alarm dari ponselnya.

Fania mengambil ponsel di nakas lalu melihat jam yang tertera di layar ponsel.

“Hah! udah jam enam?” ucap Fania terkejut. Ia memilih untuk bangun dan duduk terlebih dahulu sebelum turun dari ranjang.

Ia bahkan mengingat kejadian semalam saat Devan dengan lancangnya mencium dirinya. Entah kenapa hatinya merasakan hal yang aneh.

“Gue benci banget sikap lancang dia! Berani banget cium pipi gue. Huh!” gerutu Fania jengkel.

Fania melihat ke sekeliling ruangan kamar Devan. Ia bahkan tidak melihat batang hidung pria yang kini menjadi suaminya.

“Ke mana dia? Jangan-jangan tidur di luar?” tebak Fania dan ia tidak memperdulikannya. Fania memutuskan turun dari ranjang dan berjalan menuju ruang lembab.

Hampir lima belas menit berada di kamar mandi. Kini Fania keluar dengan keadaan yang begitu segar. Ia pun langsung bersiap-siap untuk berdandan. Karena hari ini ia akan berangkat ke kampus.

Setelah selesai semua. Fania keluar kamar. Di ruang tengah sudah ada Devan yang sedang santai duduk sembari menikmati secangkir kopi.

Devan yang mendengar suara pintu kamar terbuka. Pandangannya langsung menatap Fania yang kini sudah berdandan cantik.

“Pagi istriku!” sapa Devan pada Fania yang berjalan ke arah dapur.

“Hemm!” sahut Fania dengan malas. Fania masih jengkel akan sikap Devan semalam.

Devan tersenyum melihat sikap Fania yang masih kesal kepadanya.

“Pagi, Nyonya. Mau sarapan apa? Biar saya buatkan! Seorang pelayan wanita menyapa Fania saat ia sudah sampai di dapur.

“Duh, Bi. Nggak usah manggil ‘Nyonya’ segala, ih!” tegur Fania merasa risih akan sebutan itu padanya.

“Maaf, Nyonya. Tapi ini sudah prosedur di keluarga Devandra!” tegas wanita itu.

“Ya sudah terserah Bibi aja!” Fania akhirnya mengalah.

Fania berkenalan dengan Bi Darmi. Ia adalah pelayan yang dikhususkan untuk masak dan bersih-bersih. Bi Darmi sendiri hanya bekerja dari pagi hingga sore hari.

Fania hanya meminta sarapan dengan roti dan segelas s**u. Seperti yang ia sering lakukan di rumahnya.

Padahal Bi Darmi akan membuatkan Fania nasi goreng. Namun, dengan cepat Fania menolaknya.

Devan menghampiri Fania yang sibuk memakan roti berselai cokelat. Devan duduk di samping Fania. Padahal Fania sudah tahu jika Devan duduk di sebelahnya. Akan tetapi, ia pura-pura tidak tahu.

“Kalo makan tuh yang bener! Udah gede padahal, tapi makan masih belepotan!” sindir Devan dengan menyeruput kopinya yang ia bawa ke dapur.

Fania menghentikan mulutnya yang mengunyah. Dan mengelap bibirnya yang belepotan. Namun, ternyata selai cokelat masih menempel di bibir bagian atas. Dengan sigap Devan langsung mengambil tisu dan membersihkan bibir Fania. Tangan Devan bahkan menyentuh bibi Fania yang berwarna pink. Dan hal itu membuat jantung Devan terasa aneh.

Fania membeku saat aksi Devan kembali lancang menyentuh bibirnya. Fania dengan cepat menjauhkan bibirnya dari tangan Devan. Ia menjadi salah tingkah akan sikap Devan padanya.

“Makasih!” ucap Fania gugup. Bahkan dia yang akan memaki-maki Devan. Akhirnya mengurungkan karena hatinya merasa sedikit tak biasa.

Devan pun merasakan hal sama. Membuat ia hanya mengangguk tersenyum.

“Mulai hari ini. Kemana pun kamu pergi. Akan diantar oleh sopir.  Pak Aris yang akan mengantarmu kemana pun!” ucap Devan pada Fania.

“Gue bisa bawa mobil sendiri. Nggak perlu pakai sopir! “ tolak Fania dengan cepat.

“Aku tidak mau kamu kecapean! Pokoknya kemana pun harus dengan sopir. Jangan dibantah! Ini perintah suamimu,” tegas Devan lalu ia pergi meninggalkan dapur.

Fania membuang napasnya secara kasar. Ia bahkan tidak menghabiskan makanannya. Mood makan hilang seketika. Fania memutuskan untuk ke bawah dan bergegas berangkat ke kampus.

***

Di tempat lain. Yakini rumah Fania. Shanum sedang merasa bahagia karena ia mendapatkan bukti yang kuat untuk memisahkan Fania dan juga Devan.

Shanum bahkan tidak mengira jika ibunya akan secerdik ini. Shanum kini melihat ke selembar kertas yang ia pegang.

“Fania ... Fania, kok bisa kamu pernikahan buat main-main. Harusnya kemarin kamu tolak saja, saat Devan meminta menikahimu! Dan sekarang aku mendapatkan bukti yang akan membuat kamu hancur! Pasti Alnando bakalan syok saat tahu isi kertas ini!” ucap Shanum dengan tertawa bahagia.

Shanum yang sudah selesai berdandan. Ia keluar dari kamar menuju ke ruang makan.

Shanum disambut oleh Angela yang sedang mengoleskan selai di atas roti.

“Pagi, Sayang! Bahagia banget,” sapa Angela saat melihat Shanum tersenyum sedari tadi.

“Ya dong, Mah! Karena ini,” unjuk Shanum pada Angela.

Angela tersenyum puas. “Kita lihat seperti apa ekspresi Alnando saat tahu perjanjian yang dibuat putrinya!” Angela berkata seraya menaruh tangannya di dagu.

Angela bahkan menjadi teringat saat pertama kali menemukan selembar kertas itu saat ia mengunjungi kamar Fania. Di mana saat itu Fania sedang sibuk membereskan barang-barangnya yang akan di bawa ke kediaman Devan.

Setelah berdebat dengan Fania. Angela hendak turun, tetapi tatapannya langsung tertuju pada kertas yang terjatuh di dekat pintu. Angela mengambil kertas itu. Ia bahkan hendak membuangnya. Namun, saat ia membaca isi di dalam kertasnya.

Angela sangat kaget. Ia bahkan tidak percaya akan isi di dalam kertas yang ia temukan di depan kamar Fania.

Seperti keberuntungan memihak padanya. Membuat ia dengan cepat menyembunyikan kertas itu dan menyimpannya di kamar. Kertas berisi perjanjian akan menjadi bukti, jika pernikahan Fania dan Devan itu tidak sepenuhnya keinginan mereka.

Alnando menyapa istri dan anak tirinya setelah ia berada di ruang makan.

“Kalian kenapa kok murung begitu?” tanya Alnando menelisik.

“Mas, ini masalah Fania!” ucap Angela dengan nada sedih.

“Kenapa memangnya?” tanya Alnando penasaran.

Shanum memberikan selembar kertas putih ke hadapan Alnando.

“Apa ini?”

“Buka saja, Mas. Kamu jangan kaget melihat isinya. Aku bahkan masih tidak percaya dengan isi surat itu!” ungkap Angela membuat Alnando semakin penasaran.

Alnando mengambil kertas lalu membukanya.

Betapa terkejutnya ia saat mambaca isi surat itu. Bahkan di situ ada nama dan tanda tangan juga dilengkapi oleh materai.

“Perjanjian pernikahan seratus hari.” Alnando mengeja surat itu. Ia menggeleng keras lalu melempar surat itu ke meja dengan kasar.

Angela dan Shanum saling manatap dengan tersenyum. Ia pastikan Alnando sangat kecewa dengan putri kandungnya sendiri.

“Mas!” panggil Angela kepada Alnando yang menunduk.

“Aku tidak percaya, Fania bisa membuat perjanjian konyol seperti ini! Padahal aku sudah percaya jika dia benar-benar menerima pernikahannya dengan Devan. Tapi ternyata pernikahan ini dibuat main-main olehnya!”

“Iya, Mas. Aku saja kaget! Aku tidak menyangka Fania seperti itu!” ucap Angela memanasi Alnando.

Alnando memijat keningnya yang terasa sakit. Ia mengambil ponsel lalu menelpon Fania.

“Cepat pulang! Papah mau bicara!”

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Perjanjian 100 hari Menikah dengan Om CEO   Bab 110. Akhir Bahagia

    Pagi ini sesuai rencana Fania untuk berpindah di kediaman ayahnya. Ia dan Elfina sudah bersiap-siap untuk pergi ke rumah Alnando.“Bi Darmi, titip rumah ini, ya,” ucap Fania saat sudah di depan pintu apartemen.“Iya, Nyonya. Hati-hati di jalan,” kata Darmi dengan rasa haru. Sebab, setelah menginap di rumah Alnando. Fania dan Devan akan langsung berpindah ke Paris.“Kalo ada apa-apa atau butuh apa pun. Jangan sungkan hubungi aku atau ke istriku, ya, Bi,” pesan Devan.“Baik, Tuan.”“Kami pamit dulu, Bi Darmi.” Elfina ikut bersuara kali ini.Darmi hanya mengangguk dan tersenyum.Devan mengajak istri dan ibu mertuanya untuk berjalan ke arah lobi apartemen. Sementara di sana pak Aris sudah menunggu sedari tadi.Setelah masuk ke dalam mobil. Pak Aris melajukan mobilnya mengarah ke kediaman Alnando.Sesampainya di rumah Alnando. Mereka langsung di sambut oleh bi Iyas dan pak Joko yang sudah menunggu.“Selamat datang nyonya Elfina, non Fania dan den Devan,” kata Iyas dan Joko secara bersamaa

  • Perjanjian 100 hari Menikah dengan Om CEO   Bab 109. Lahiran Mendadak

    “Lo, tunggu sini, ya. Ingat! Jangan ke mana-mana!” Fania memberi peringatan kepada Karina. Lalu ia pergi keluar dari toko pelengkapan bayi.Fania menengok kanan kiri. Lalu netranya pun melihat ada seorang satpam mall yang sedang berjalan ke arahnya. Fania langsung mendekati satpam itu, untuk meminta bantuan.“Pak, bisa minta tolong?” tanya Fania langsung.“Iya, Mbak. Apa yang bisa saya bantu?”“Temanku mau lahiran, Pak. Apa Bapak, bisa bantuin saya siapkan mobilnya ke lobi?” titah Fania sopan.“Baik, Mbak. Akan saya bantu. Kalo boleh tahu berapa nomor plat mobilnya?” tanya Satpam itu.“Hayo, Pak. Ikut saya ke dalam, soalnya itu mobil teman saya,” sahut Fania sembari berjalan masuk ke tempat perlengkapan bayi.Satpam itu pun mengekori di belakang Fania yang masuk ke tempat di mana Karina berada. Setelah memberitahu kepada Satpam itu plat mobil Karina. Karina kini dirangkul oleh Fania untuk berjalan ke arah lobi. Untungnya tempat perlengkapan bayi ada di lantai dasar, membuat Fania tida

  • Perjanjian 100 hari Menikah dengan Om CEO   Bab 108. Belanja Keperluan Bayi

    Setelah kepergian Elfina. Devan langsung menahan istrinya agar tidak memaksa kehendak sang ibu.“Sudah, tidak perlu kamu paksa Ibu agar mau tinggal di rumah Papah. Mungkin, ada hal yang tidak ingin Ibu beri tahu ke kamu, jadi kamu harus menjaga privasi Ibu, ya,” ucap Devan lirih. Berharap jika istrinya akan mengerti.Fania mengangguk pelan. “Iya, Mas. Kamu benar juga.”“Iya, sudah kamu mau ikut bareng aku ke toko atau mau diantar pak Aris?” tanya Devan saat sarapan selesai.“Aku ikut kamu saja, Mas.”Devan tersenyum. “Aku tunggu di bawah,” sahutnya dengan keluar ke arah pintu untuk mengambil mobil di basemen.Fania lebih dulu membereskan meja makan terlebih dahulu sebelum dia keluar. Setelah selesai, ia berjalan ke kamar ibunya untuk berpamitan.“Bu, Fania ke toko, ya,” ucapnya setelah mengetuk pintu.Tidak ada sahutan sama sekali dari kamar ibunya. Membuat hati Fania sedih kali ini. Ia merasa bersalah telah berbicara masalah untuk tinggal di rumah papahnya.Fania berjalan meninggalka

  • Perjanjian 100 hari Menikah dengan Om CEO   Bab 107. Ngidam

    “Pak Devan?” sapa orang itu saat melihat ke arah Devan. Dia bahkan beranjak dari kursinya lalu mengulur tangan kanannya kepada Devan yang sedikit terkejut.“Anton?” panggil Devan singkat. “Kamu sudah di Jakarta berarti?” tanya Devan langsung. Karena setahu Devan, Anton waktu itu pindah ke Kalimantan.“Iya, Pak. Saya pindah ke sini lagi,” jawab Anton sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Kerja apa kamu sekarang? Kalau belum kerja, kamu bisa balik ke kantor saya lagi,” ajak Devan. Namun, dengan cepat Anton menggeleng.“Maaf, pak Devan. Bukan saya menolak rezeki, tetapi saya sudah buka usaha sendiri di sini, Pak,” sahut Anton sopan.Devan tersenyum mendengarnya. “Wah, bagus itu. Apa usahamu?”“Warung nasi padang, Pak. Itu yang seberang sana,” unjuk Anton ke warung usahanya dekat minimarket.“Oh, ya, kapan-kapan aku mampir,” ucap Devan. Ia juga bertanya tujuannya ke sini. Lalu Anton pun memberitahu tempat Angkringan yang buka hingga pagi, tempatnya memang tidak jauh dari lokasi s

  • Perjanjian 100 hari Menikah dengan Om CEO   Bab 106. Surat Undangan

    Seseorang yang datang ke kantor Devan hanya tersenyum mendengar pertanyaan dari si empu ruangan yang terdengar sinis kepadanya.“Sebelumnya aku mau meminta maaf, karena sudah lancang duduk di sini. Dan tujuan kedatanganku, hanya ingin memberikan ini padamu,” kata orang itu dengan mengeluarkan satu lembar kertas undangan pernikahan ke hadapan Devan.Devan masih terdiam menatap undangan di atas mejanya. “Kau akan menikah?” tanyanya singkat.Alya mengangguk. Memang benar yang datang ke kantor saat ini adalah Alya mantan kekasihnya dulu. Orang yang dulu pernah merencanakan menjebak istrinya di apartemen milik Riko.“Ya, ada seseorang yang melamarku satu bulan yang lalu. Aku kira, tak ada salahnya aku membuka hatiku lagi untuk orang lain. Aku sudah sadar jika kita tak ditakdirkan untuk bersama,” sahut Alya.“Ya, kamu sadar juga,” ucap Devan.Alya hanya tersenyum kecut mendengar jawaban Devan padanya.“Aku minta maaf, jika aku banyak salah. Sepertinya hanya itu saja kedatanganku ke sini,” k

  • Perjanjian 100 hari Menikah dengan Om CEO   Bab 105. Mengajak ke Toko Bunga

    Satu minggu kemudian. Seusai mengikuti sidang seminggu yang lalu, Fania dan Devan seperti memulai kehidupan yang baru. Meski sebenarnya, Beni masih menjadi buronan, tetapi Devan sudah menyerahkan semua keputusan kepada pak Gunawan selaku kepala kepolisian Jakarta Selatan.Elfina sementara masih tinggal di apartemen Fania untuk sementara waktu. Dan pagi ini seperti yang sudah dijanjikan oleh Fania kepada ibu dan ibu mertuanya yaitu mengajak ke toko bunga serta keliling Jakarta. Membuat Fania dan Elfina kini dalam perjalanan menjemput Berliana di kediaman Sam.Setelah sampai, ternyata Berliana sudah menunggu di ruang tamu bersama dengan Sam yang sedang menikmati secangkir teh dengan membaca koran surat kabar.“Hai, Mami!” sapa Fania dengan mendekat ke arah ruang tamu. Lalu bersalaman dengan Sam dan juga Berliana yang kini berdiri.“Hai, Sayang. Kita langsung jalan atau kalian mau mampir di sini dulu?” tanya Berliana setelah bersalaman dengan Elfina.“Langsung jalan saja, ya, Mi. Karena

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status