Share

Bab 9

Bab 9

Ditengah pekatnya malam, Lastri dan Nunik berlari tunggang langgang. Mereka menyusuri hutan jati yang gelap gulita. Beruntung tengah padang bulan, cukup membantu mereka yang sedikit kesulitan melihat jalan. Bayi bernama Lastri itupun sangat anteng dalam gendongan Resti.

"Sek, Res. Nafasku koyok wes arak kendat iki," kata Nunik ngos-ngosan. 

{ sebentar, Res. nafasku sudah seperti mau putus ini rasanya.}

"Lah, mbok kiro gor awakmu thok. Aku loh iyo, podo," sahut Resti tak kalah ngos-ngosan dari Nunik. 

{ Emangnya kamu pikir cuma kamu sendiri, aku juga.}

"Seandainya awak'e dewe nduwe ilmu ngilang, beuh sakti tenan yo," ujar Nunik berkelakar.

{ Coba aja kalau kita punya ilmu menghilang, pasti enak itu.}

Bisa-bisanya di saat tengah genting begini, Nunik masih saja berkelakar. Anak itu memang ajaib.

"Ho'oh."

"Tapi, Res. Nek tenan diijabah Ambek gusti Allah. Awakmu pengen ngilang ndok ndi?" tanya Nunik mulai serius.

{ Tapi, Res. Kalau beneran di kabulin sama Allah. Kamu pengennya ngilang kemana?}

"Pengen ngilang seko cedak awakmu, ben gak ketularan edan!" jawab Resti ketus. "Wes, lah. Ayuk ndang mlayu neh, awak e dewe ijeh gurung aman iki," imbuhnya.

{ Pengen menghilang dari dekat kamu, biar gak ikutan gila.} { Udahlah, ayok kita lari lagi. Kita masih belum aman ini.}

Ahirnya, mereka berdua melanjutkan untuk lari lagi. Ditengah pelarian, mereka bertemu dengan seorang kakek-kakek berjubah putih. 

"Arak podo ndok endi tengah bengi dho playon, nggowok bayi, pisan?" tanya sang kakek yang tiba-tiba sudah ada di depan mereka.

{ Mau pada keman kalian malam-malam buta lari-lari, bawa bayi, lagi?}

Nunik dan Resti saling menukar pandang. Keduanya ragu hingga pelahan melangkah mundur.

"Ojok wedi, Nduk. Aku ora jahat. Nek gelem, tak terke tekan mantuk ndok omahmu," tawar sang kakek lembut.

{ Jangan takut, aku bukan orang jahat. Kalau mau, saya antar sampai rumah kalian.}

"Mboten usah, Mbah. Ndak ngerepoti sampean. Kulo kaleh rencang kulo namong gor ajeng mlampah teng peken, ancen sengojo rodok bengi mben ndak kawanen leh tekan mantuk teng peken," tolak Resti halus. 

{ Gak usah, Mbah. Nanti ngerepotin. Saya sama temen saya cuma mau kepasar. Sengaja berangkat agak gelap supaya tidak kesiangan ketika sampai di pasar.} 

Tiba-tiba kakek itu meniupkan asap rokok kearah mereka. Seketika, tubuh Resti dan Nunik ambruk. Beruntung bayi bernama Lastri itu dengan sigap ditangkap oleh si kakek. Lalu sang kakek misterius itu membawa ketiganya untuk diantarkan kerumah mereka masing-masing. Entah atas dasar apa, bayi itu dititipkan kepada Resti bukan Nunik.

Sementara itu, dirumah tua tengah hutan. Tubuh Pak Karsa dan Mbah Bejo sama-sama terpental. Masing-masing memuntahkan darah kental dari mulut masing-masing. Hingga tiba-tiba, Mbah Bejo dengan secepat kilat mnghunuskan keris miliknya tepat di dada Pak Karsa membuat lelaki itu meregang nyawa seketika.

Kini perhatian Mbah bejo beralih kepada tiga orang dewasa, yakni Bu Wening, Mbok Tum, dan Pak Dhe Kajar.

"Saiki giliran awakmu wong telu!" ujar Mbah Bejo menyeringai licik.

{Sekarang giliran kalian bertiga!}

Meskipun sempat terjadi perlawanan dari ketiganya. Tapi dengan mudah, Mbah Bejo mampu menghabisi mereka semua dalam waktu kurang dari satu jam saja. Ia sangat murka ketika mendapati ternyata yang di gendongan Bu Wening bukanlah bayi Lastri akan tetapi sebuah bantal yang di bedong sedemikian rupa agar terlihat seperti bayi. 

"Baj*ingan, ternyata aku di apusi. Iki pasti ulahe Sengarturih. Titenono, sampek kapan pun. Arak tetep tak golek'i kabeh keturunanmu, Kuncoro!" teriak Mbah Bejo murka.

{Kurang ajar! Aku ditipu ternyata. Ini pasti ulah Sengarturih. Lihat saja, sampai kapanpun, aku akan terus memburu keturunan dari Kuncoro!}

Ia berjalan memasuki rumah itu sambil membawa buntelan yang ia kira adalah anak dari Kuncoro. Mulutnya terus saja mengucapkan sumpah serapah.

Mbah Bejo yakin jika putrinya pasti disembunyikan di salah satu ruangan yang ada di rumah ini. Namun anehnya, ia sama sekali tidak bisa mengendus keberadaan bayi itu.

Bukan tanpa alasan, dirinya sangat menginginkan makhluk kecil itu. Karena anak Kuncoro dan Wening, dipercaya memiliki kakuatan yang jika ditumbalkan akan membuatnya semakin sakti mandraguna.

Jika ditelisik lebih dalam, sejatinya yang bermusuhan adalah Keluarga Atmojo dengan Keluarga Kuncoro.

Karena Keluarga Atmojo merasa iri terhadap kekayaan yang dimiliki oleh keluarag Kuncoro. Sehingga merasa tersaingi, lalu meminta bantuan kepada Mbah Bejo untuk menyingkirkan Keluarga Kuncoro sampai kepada keturunannya yang paling kecil sekalipun.

Belakangam baru diketahui bahwa, putri ke-dua Kuncoro memiliki sebuah kesaktian yang jika terus di asah. Maka akan mampu mengalahkan kesaktian Mbah Bejo. Tentu saja hal itu membuatnya tak terima, sehingga berniat untuk melenyapkannya.

"Sesok bakalane enek turunan seko Keluarga Kuncoro seng iso nandingi kesaktianmu. Dekne bakal balas dendam nok awakmu lan terutama Keluarga Atmojo," ujar sang maha guru.

{Suatu saat, akan ada anak keturunan dari Keluarga Kuncoro yang bisa menandingi kesaktianmu. Dia akan membalas dendam padamu dan juga pada Keluarga Atmojo}

Karena ucapan sang gurulah yang membuatnya berambisi untuk menghabisi seluruh keturunan Keluarga Kuncoro.

Rupanya, saat ia akan mendatangi rumah Keluarga Kuncoro pagi tadi. Tanpa sengaja, dirinya melihat Pak Karsa tengah menyuruh Bu Wening masuk ke dalam mobil. Ia pun memutuskan untuk membuntuti mereka sampai ke tempat ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status