공유

Bab 3: Gaun Sutra dan Aturan Main

작가: Fantashyt
last update 최신 업데이트: 2025-10-05 03:48:15

Sabtu sore datang lebih cepat dari yang Anya harapkan. Tepat pukul empat, bel apartemennya berbunyi. Di depan pintu berdiri seorang kurir berjaket kulit, memegang kotak gaun berwarna hitam pekat yang begitu besar hingga nyaris menutupi tubuhnya. Tidak ada nama pengirim, hanya inisial "R.A." yang terukir elegan dengan tinta perak di sudut kotak.

Di dalam, terbungkus kertas sutra, terbaring sebuah gaun. Anya menahan napas saat mengangkatnya. Gaun itu terbuat dari satin berwarna zamrud gelap, dengan potongan sederhana namun sempurna yang jatuh seperti air. Terasa dingin dan berat di tangannya—harga gaun ini mungkin bisa membayar sewa butiknya selama setahun. Di sampingnya, ada sebuah kotak beludru kecil berisi sepasang anting berlian dan sebuah catatan singkat yang ditulis dengan tulisan tangan yang tegas dan miring.

Pakai ini. Jangan terlambat. R.

Tidak ada kata "tolong" atau "semoga kamu suka." Hanya perintah. Gaun itu indah, tetapi terasa seperti seragam, sebuah kostum untuk peran yang harus ia mainkan. Sambil menatap pantulan dirinya di cermin, Anya merasa seperti sedang mendandani orang asing. Wanita di cermin itu tampak anggun dan mahal, bayangan pucat dari desainer grafis yang biasanya hanya mengenakan jins dan kaus oblong. Ini adalah Anya versi Revan Adhitama: sebuah aset yang dipoles untuk dipamerkan.

Tepat pukul tujuh malam, sebuah sedan hitam mengilap berhenti di depan ruko butiknya, tampak begitu kontras dengan bangunan-bangunan tua di sekitarnya. Anya menarik napas panjang, merapikan gaunnya untuk terakhir kali, lalu turun.

Revan sudah menunggunya di kursi belakang, matanya terpaku pada ponsel. Ia tidak mendongak sampai Anya menutup pintu mobil. Keheningan menyelimuti mereka saat mobil melaju. Anya bisa merasakan tatapan Revan memindainya, dan ia balas menatap dengan dagu terangkat.

"Gaun itu pas," kata Revan akhirnya, nadanya datar seolah sedang mengomentari laporan saham. Tidak ada pujian, hanya konfirmasi fakta.

"Anda punya selera yang bagus. Atau asisten Anda yang punya," balas Anya ketus.

Revan mengabaikan sindirannya. Ia meletakkan ponselnya dan menatap lurus ke depan. "Dengar baik-baik, kita tidak punya banyak waktu. Aku akan memberimu gambaran singkat tentang keluargaku."

Anya mengalihkan pandangannya ke jendela, tapi telinganya menyimak setiap kata.

"Kakekku, Suryo Adhitama. Dia kepala keluarga. Dia terlihat ramah, tapi sangat jeli. Dia yang paling harus kita yakinkan. Jangan panggil dia 'Bapak', panggil 'Eyang', seperti aku."

Revan berhenti sejenak. "Lalu ada adikku, Rania. Dia mungkin akan bersikap manis di depanmu, tapi jangan percaya. Dia skeptis terhadap semua orang yang masuk ke dalam hidupku. Dia akan mengujimu."

"Menguji saya?"

"Dia akan menanyakan detail tentang hubungan kita. Jadi, kita butuh cerita." Revan menoleh pada Anya, tatapannya tajam. "Ini cerita kita: kita bertemu enam bulan lalu di sebuah pameran seni. Aku tidak sengaja menumpahkan minuman ke sketsamu. Sebagai permintaan maaf, aku menawarimu makan malam. Sejak saat itu, kita mulai berkencan diam-diam. Aku melamarmu sebulan yang lalu di sebuah pantai saat matahari terbenam. Klise, tapi kakekku akan suka hal-hal seperti itu."

Anya mencerna informasi itu. Semuanya terasa begitu palsu. "Bagaimana jika saya lupa?"

"Jangan lupa," kata Revan tegas. "Pekerjaanmu malam ini adalah tersenyum, mengangguk, memujiku sesekali, dan terlihat jatuh cinta padaku. Apa kau bisa melakukannya?"

"Saya seorang desainer, bukan aktris," jawab Anya dingin.

"Malam ini, kau harus menjadi keduanya."

Mobil mewah itu melambat, lalu berbelok memasuki gerbang besi tempa yang menjulang tinggi. Di baliknya, terhampar sebuah halaman luas yang menuju ke sebuah rumah megah bergaya klasik, bermandikan cahaya lampu keemasan. Rumah itu lebih mirip istana daripada kediaman pribadi. Jantung Anya mulai berdebar lebih kencang. Ini adalah dunia Revan. Dunia yang akan menjadi panggung sandiwaranya selama setahun ke depan.

Saat mobil berhenti tepat di depan pintu utama yang besar, Revan menoleh padanya. Untuk sesaat, topeng arogansinya sedikit retak. Anya bisa melihat secercah ketegangan di matanya.

"Ingat, Anya," bisiknya, suaranya lebih pelan dari sebelumnya. "Bagi mereka, kau adalah calon istriku. Wanita yang kucintai. Jangan sampai mereka melihat hal lain."

Ia tidak menunggu jawaban. Tangannya terulur, bukan untuk membukakan pintu, melainkan untuk menggenggam tangan Anya. Sentuhannya terasa dingin dan formal, seperti bagian dari transaksi.

"Siap?" tanyanya.

Sebelum Anya sempat menjawab, Revan sudah mengubah ekspresinya. Wajahnya yang kaku melembut menjadi senyum hangat yang tampak begitu meyakinkan. Ia meremas tangan Anya dengan lembut, seolah memberinya kekuatan.

"Pertunjukan dimulai," katanya, lalu seorang pelayan membukakan pintu mobil.

Cahaya terang dan suara tawa dari dalam rumah langsung menyambut mereka, menarik mereka ke dalam dunia kepalsuan yang telah mereka ciptakan bersama.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Perjanjian Hati: Nikah kontrak dengan CEO muda Arogan   Bab 19: Jarak Setelah Nyaris

    Pagi terakhir di Bali terasa seperti pengkhianatan. Langit masih biru cemerlang, ombak masih berdebur dengan irama yang menenangkan, dan bunga kamboja masih menebarkan aroma manisnya di udara pagi yang jernih. Tapi bagi Anya, semua keindahan itu terasa hampa, sebuah ejekan kejam yang tertutupi oleh gema dingin dari dua kata yang diucapkan Revan semalam: Kita tidak bisa.Ia tidak tidur semalaman. Ia hanya berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit, pikirannya terus memutar ulang momen di tepi kolam. Sentuhan lembut Revan di pipinya, tatapannya yang penuh kerinduan, kehangatan yang nyaris ia rasakan di bibirnya... lalu penolakan yang tiba-tiba dan brutal itu. Rasa sakitnya terasa aneh, lebih dalam dari sekadar kekecewaan. Ini bukan tentang ciuman yang gagal terjadi. Ini tentang sebuah pintu yang baru saja terbuka, memperlihatkan secercah harapan, lalu dibanting tertutup tepat di depan wajahnya.Ia sengaja datang terlambat ke meja sarapan, berharap Revan sudah selesai dan ia bisa me

  • Perjanjian Hati: Nikah kontrak dengan CEO muda Arogan   Bab 18: Gema yang Berbeda

    Pagi setelah momen matahari terbenam terasa seperti fajar di dunia yang baru. Saat Anya melangkah ke teras sarapan yang terbuka, ia mendapati Revan sudah di sana, duduk sendirian menghadap ke lautan biru yang tak berujung. Pria itu tidak sedang membaca berita di tabletnya atau menelepon. Ia hanya duduk diam, secangkir kopi di tangannya, menatap cakrawala. Sebuah pemahaman tanpa kata melintas di antara mereka saat ia mendongak dan melihat Anya. Tidak ada lagi kecanggungan yang kaku, hanya kesadaran bersama bahwa sesuatu telah bergeser secara fundamental."Pagi," sapa Revan, suaranya tenang, senyum kecil yang tulus tersungging di bibirnya."Pagi," balas Anya, hatinya terasa ringan. "Sudah lama menunggu?""Baru saja. Aku ingin menikmati ini sebelum yang lain bangun," katanya, menunjuk ke arah pemandangan dengan cangkirnya.Tak lama kemudian, Eyang Suryo dan Rania bergabung dengan mereka. Eyang Suryo menatap mereka berdua dengan senyum puas, sementara Rania hanya mengaduk-aduk jus jerukny

  • Perjanjian Hati: Nikah kontrak dengan CEO muda Arogan   Bab 17: Tanpa Naskah di Pulau Dewata

    Perjalanan ke Bali dimulai dalam keheningan yang berbeda. Bukan lagi keheningan dingin yang memisahkan, atau keheningan canggung yang menekan. Ini adalah keheningan yang penuh dengan pertanyaan, sebuah ruang kosong yang menunggu untuk diisi. Di dalam kabin jet pribadi yang mewah, dengan kursi kulit berwarna krem dan aksen kayu yang mengilap, Anya menatap hamparan awan putih di luar jendela, merasa seperti melayang di antara dua dunia—dunia nyata yang rumit dan dunia palsu yang akan segera ia masuki. Kesepakatan mereka untuk pergi "tanpa naskah" terasa seperti lompatan dari tebing tanpa tahu apakah ada air di bawahnya. Itu membebaskan sekaligus menakutkan.Di seberang lorong, Revan tampak fokus pada laptopnya. Namun, Anya bisa melihat pria itu tidak benar-benar bekerja. Jarinya hanya melayang di atas keyboard, dan tatapannya kosong, sesekali melirik ke arah jendela seolah mencari jawaban di langit yang tak berujung. Anya bertanya-tanya apa yang ada di pikirannya. Apakah ia menyesali ke

  • Perjanjian Hati: Nikah kontrak dengan CEO muda Arogan   Bab 16: Keheningan Setelah Badai

    Pagi setelah pengakuan Revan terasa seperti keheningan aneh yang datang setelah badai besar. Udaranya jernih, tetapi pemandangannya penuh dengan puing-puing emosional yang tak terucapkan. Tembok di antara mereka telah runtuh, dan kini mereka berdiri di ruang terbuka yang canggung, tidak yakin bagaimana cara melangkah maju atau bahkan sekadar saling menatap.Revan kembali menjadi bayangan. Ia menghindari mata Anya, menjawab pertanyaannya dengan gumaman singkat, dan menyibukkan diri dengan tabletnya seolah itu adalah satu-satunya benda di dunia. Anya mengerti. Pria itu telah menunjukkan celah di baju zirahnya, sebuah kerentanan yang begitu dalam, dan sekarang ia mati-matian berusaha menambalnya kembali. Ia panik. Ia takut. Anya tidak mendorong, tidak bertanya. Ia hanya memberikan Revan ruang yang sepertinya sangat pria itu butuhkan.Namun, Anya melakukan pemberontakan kecilnya sendiri. Pagi itu, sebelum Bu Lastri datang, ia masuk ke dapur yang sunyi. Alih-alih hanya membuat kopi, ia mem

  • Perjanjian Hati: Nikah kontrak dengan CEO muda Arogan   Bab 15: Gema Masa Lalu

    Beberapa hari setelah kunjungan Rania yang penuh drama, sebuah pergeseran tak terlihat namun kuat terjadi di penthouse itu. Aturan-aturan yang dulu menjadi pilar perjanjian mereka kini terasa seperti reruntuhan kuno yang mereka langkahi dengan hati-hati. Keheningan tidak lagi terasa dingin dan memusuhi, melainkan penuh dengan antisipasi yang membuat jantung berdebar. Mereka seperti dua orang yang baru saja selamat dari badai besar, kini berdiri di tengah puing-puing, tidak yakin bagaimana cara memulai percakapan atau langkah apa yang harus diambil selanjutnya.Suatu pagi, Anya sedang bersiap untuk pergi ke butik. Saat memilih aksesori di depan cermin besar di kamarnya, tangannya berhenti pada kantong kertas berlogo Kainara yang tergeletak di meja riasnya. Di dalamnya ada syal sutra bermotif bunga aster biru yang dibeli Revan. Sebuah pembelian impulsif yang terasa lebih berarti daripada semua gaun mahal di almarinya. Itu adalah pengakuan. Sebuah tanda terima. Sebuah jembatan antara dua

  • Perjanjian Hati: Nikah kontrak dengan CEO muda Arogan   Bab 14: Kebenaran Emosional

    Syal sutra itu tergeletak di atas meja kerja Anya, sebuah pulau warna di lautan sketsa dan potongan kain. Setiap kali matanya melirik ke sana, jantungnya berdebar sedikit lebih cepat. Itu bukan lagi sekadar produk dari butiknya; itu adalah sebuah simbol. Sebuah tanda bahwa Revan Adhitama telah melintasi ambang pintu dunianya, tidak sebagai seorang CEO yang menilai investasi, tetapi sebagai seorang pria yang ingin mengerti.Perubahan itu terasa di udara penthouse yang biasanya dingin. Keheningan di antara mereka tidak lagi kaku dan memusuhi, melainkan penuh dengan kemungkinan yang tak terucapkan. Suatu malam, Anya sedang duduk di sofa ruang tamu yang besar, mencoba menyempurnakan sketsa gaun biru langitnya di bawah cahaya lampu baca yang hangat. Ia begitu tenggelam dalam pekerjaannya hingga tidak mendengar pintu ruang kerja Revan terbuka."Bekerja sampai larut?"Suara Revan yang rendah membuatnya sedikit terlonjak. Biasanya, pria itu akan langsung menuju kamarnya tanpa sepatah kata pun

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status