/ Romansa / Perjanjian Hati: Nikah kontrak dengan CEO muda Arogan / Bab 2: Dua Puluh Empat Jam dan Satu Tanda Tangan

공유

Bab 2: Dua Puluh Empat Jam dan Satu Tanda Tangan

작가: Fantashyt
last update 최신 업데이트: 2025-10-05 03:48:10

Lift yang membawanya turun dari lantai 50 terasa seperti mesin waktu yang bergerak terlalu cepat, mengembalikannya dari dunia fantasi yang dingin dan berkilauan ke realitasnya yang pahit. Begitu pintu lobi Adhitama Tower terbuka dan udara lembap Jakarta menyambutnya, kemegahan gedung itu seolah mencair di belakangnya, meninggalkan Anya sendirian dengan map biru di genggaman tangannya yang berkeringat.

Perjalanan pulang terasa kabur. Pikirannya berputar, mengulang setiap kata yang diucapkan Revan Adhitama. Setiap orang punya harga. Kalimat itu menusuk harga dirinya, membuatnya merasa murah dan kotor. Namun, kalimat berikutnya lebih menyakitkan. Berapa harga mimpi ibu Anda?

Anya tiba di butik dan langsung naik ke apartemen kecilnya di lantai dua. Ruangan itu, yang biasanya menjadi tempat perlindungannya, kini terasa sempit dan menyesakkan. Tumpukan sketsa desain gaun berserakan di meja, palet warna yang ceria seolah mengejek suasana hatinya yang kelabu. Ia melempar map biru itu ke atas sofa seolah benda itu beracun.

Malam itu, Anya tidak bisa tidur. Ia mondar-mandir di apartemennya, sesekali berhenti untuk menatap keluar jendela, memandangi papan nama "Kainara" yang catnya mulai terkelupas. Itu bukan sekadar nama. Itu adalah janji yang ia buat di sisi ranjang rumah sakit ibunya, janji untuk tidak akan pernah membiarkan cahaya di butik itu padam.

Ia akhirnya menyerah, mengambil map itu dan membukanya di bawah cahaya lampu meja. Kontrak itu tebal, penuh dengan pasal-pasal hukum yang dingin dan impersonal. Pasal 3.1: "Pihak Kedua (Anya Maheswari) setuju untuk menjalankan peran sebagai istri Pihak Pertama (Revan Adhitama) di depan umum dan dalam lingkup keluarga." Pasal 5.2: "Tidak ada tuntutan emosional atau hubungan fisik di luar kesepakatan yang diizinkan." Pasal 7.4: "Pihak Kedua dilarang menjalin hubungan romantis dengan pihak lain selama masa kontrak."

Setiap klausul adalah belenggu. Ini bukan pernikahan, ini perbudakan modern yang dibungkus dengan kertas mahal. Ia membanting map itu hingga tertutup. Tidak. Ia tidak akan melakukannya. Ada cara lain. Pasti ada.

Ponselnya berdering keesokan paginya. Kali ini, nama yang muncul di layar membuatnya mual: "BANK - BPK. HARTONO."

"Selamat pagi, Bu Anya," sapa suara di seberang dengan nada ramah yang dibuat-buat. "Hanya mengingatkan, Bu, jatuh tempo terakhir untuk pembayaran cicilan pokok adalah lusa. Jika tidak, dengan sangat menyesal, kami harus memulai proses penyitaan aset sesuai prosedur."

"Saya... saya akan usahakan, Pak," jawab Anya, suaranya bergetar.

"Kami harap begitu. Sayang sekali jika butik peninggalan ibu Anda harus berakhir seperti ini."

Panggilan itu berakhir, meninggalkan keheningan yang memekakkan telinga. Kata-kata "berakhir seperti ini" bergema di kepalanya. Ia teringat wajah Bu Sari, penjahit senior yang sudah bekerja dengan ibunya sejak butik itu pertama kali buka. Ia teringat Rina, gadis magang yang selalu bersemangat belajar. Mereka semua bergantung padanya.

Harga dirinya terasa begitu egois sekarang. Apakah mempertahankan kebanggaan sesaat lebih penting daripada menyelamatkan mata pencaharian orang-orang yang ia sayangi? Daripada menepati janjinya pada sang ibu?

Perlahan, dengan tangan yang terasa berat seperti timah, Anya meraih ponselnya. Ia tidak mencari nomor Bima. Ia menekan nomor Revan Adhitama, yang tertera di kartu nama yang terselip di dalam map. Ia tidak akan bersembunyi di balik asisten. Jika ia akan menjual jiwanya, ia akan melakukannya sambil menatap langsung sang iblis.

Panggilan itu dijawab pada dering kedua. "Ya." Hanya satu kata, singkat dan dingin.

Anya menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya. "Ini Anya Maheswari."

Hening sejenak di seberang. "Waktu Anda hampir habis," kata Revan, tanpa basa-basi.

"Saya tidak butuh 24 jam," balas Anya, suaranya lebih mantap dari yang ia duga. "Saya setuju dengan tawaran Anda."

Tidak ada nada kemenangan dalam suara Revan, hanya efisiensi yang kejam. "Bagus. Bima akan mengirimkan detailnya. Kontrak yang sudah ditandatangani harus ada di meja saya sebelum jam makan siang."

"Ada satu syarat dari saya," potong Anya cepat, sebelum ia kehilangan keberaniannya.

Terdengar helaan napas tak sabar. "Apa?"

"Selama kita tinggal bersama, Anda tidak boleh membawa wanita lain ke rumah kita. Saya tidak peduli apa yang Anda lakukan di luar, tapi di dalam rumah itu, saya menuntut rasa hormat."

Untuk pertama kalinya, keheningan di seberang terasa berbeda. Bukan lagi keheningan karena arogansi, melainkan keterkejutan. Setelah beberapa detik, Revan menjawab dengan nada yang sedikit berubah, "Kesepakatan yang adil. Ada lagi?"

"Tidak. Itu saja."

"Baik. Saya tunggu kontraknya."

Panggilan terputus. Anya menjatuhkan ponselnya ke sofa dan menunduk, membiarkan air mata yang sejak semalam ia tahan akhirnya mengalir. Ia tidak menangis karena sedih. Ia menangis karena marah, karena merasa kalah, dan karena tahu bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

Satu jam kemudian, setelah menandatangani setiap halaman dengan pulpen murahan miliknya, Anya mengirim dokumen itu melalui kurir. Tak lama setelah itu, sebuah pesan masuk ke ponselnya dari Bima.

Nona Anya, Bapak Revan meminta Anda bersiap. Makan malam perkenalan dengan keluarga Adhitama akan diadakan hari Sabtu ini. Sebuah gaun dan pengantar akan dikirimkan ke alamat Anda. Mohon pastikan Anda siap memainkan peran Anda dengan baik.

Anya menatap pesan itu. Permainan telah dimulai. Dan ia bahkan belum tahu aturannya.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Perjanjian Hati: Nikah kontrak dengan CEO muda Arogan   Bab 19: Jarak Setelah Nyaris

    Pagi terakhir di Bali terasa seperti pengkhianatan. Langit masih biru cemerlang, ombak masih berdebur dengan irama yang menenangkan, dan bunga kamboja masih menebarkan aroma manisnya di udara pagi yang jernih. Tapi bagi Anya, semua keindahan itu terasa hampa, sebuah ejekan kejam yang tertutupi oleh gema dingin dari dua kata yang diucapkan Revan semalam: Kita tidak bisa.Ia tidak tidur semalaman. Ia hanya berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit, pikirannya terus memutar ulang momen di tepi kolam. Sentuhan lembut Revan di pipinya, tatapannya yang penuh kerinduan, kehangatan yang nyaris ia rasakan di bibirnya... lalu penolakan yang tiba-tiba dan brutal itu. Rasa sakitnya terasa aneh, lebih dalam dari sekadar kekecewaan. Ini bukan tentang ciuman yang gagal terjadi. Ini tentang sebuah pintu yang baru saja terbuka, memperlihatkan secercah harapan, lalu dibanting tertutup tepat di depan wajahnya.Ia sengaja datang terlambat ke meja sarapan, berharap Revan sudah selesai dan ia bisa me

  • Perjanjian Hati: Nikah kontrak dengan CEO muda Arogan   Bab 18: Gema yang Berbeda

    Pagi setelah momen matahari terbenam terasa seperti fajar di dunia yang baru. Saat Anya melangkah ke teras sarapan yang terbuka, ia mendapati Revan sudah di sana, duduk sendirian menghadap ke lautan biru yang tak berujung. Pria itu tidak sedang membaca berita di tabletnya atau menelepon. Ia hanya duduk diam, secangkir kopi di tangannya, menatap cakrawala. Sebuah pemahaman tanpa kata melintas di antara mereka saat ia mendongak dan melihat Anya. Tidak ada lagi kecanggungan yang kaku, hanya kesadaran bersama bahwa sesuatu telah bergeser secara fundamental."Pagi," sapa Revan, suaranya tenang, senyum kecil yang tulus tersungging di bibirnya."Pagi," balas Anya, hatinya terasa ringan. "Sudah lama menunggu?""Baru saja. Aku ingin menikmati ini sebelum yang lain bangun," katanya, menunjuk ke arah pemandangan dengan cangkirnya.Tak lama kemudian, Eyang Suryo dan Rania bergabung dengan mereka. Eyang Suryo menatap mereka berdua dengan senyum puas, sementara Rania hanya mengaduk-aduk jus jerukny

  • Perjanjian Hati: Nikah kontrak dengan CEO muda Arogan   Bab 17: Tanpa Naskah di Pulau Dewata

    Perjalanan ke Bali dimulai dalam keheningan yang berbeda. Bukan lagi keheningan dingin yang memisahkan, atau keheningan canggung yang menekan. Ini adalah keheningan yang penuh dengan pertanyaan, sebuah ruang kosong yang menunggu untuk diisi. Di dalam kabin jet pribadi yang mewah, dengan kursi kulit berwarna krem dan aksen kayu yang mengilap, Anya menatap hamparan awan putih di luar jendela, merasa seperti melayang di antara dua dunia—dunia nyata yang rumit dan dunia palsu yang akan segera ia masuki. Kesepakatan mereka untuk pergi "tanpa naskah" terasa seperti lompatan dari tebing tanpa tahu apakah ada air di bawahnya. Itu membebaskan sekaligus menakutkan.Di seberang lorong, Revan tampak fokus pada laptopnya. Namun, Anya bisa melihat pria itu tidak benar-benar bekerja. Jarinya hanya melayang di atas keyboard, dan tatapannya kosong, sesekali melirik ke arah jendela seolah mencari jawaban di langit yang tak berujung. Anya bertanya-tanya apa yang ada di pikirannya. Apakah ia menyesali ke

  • Perjanjian Hati: Nikah kontrak dengan CEO muda Arogan   Bab 16: Keheningan Setelah Badai

    Pagi setelah pengakuan Revan terasa seperti keheningan aneh yang datang setelah badai besar. Udaranya jernih, tetapi pemandangannya penuh dengan puing-puing emosional yang tak terucapkan. Tembok di antara mereka telah runtuh, dan kini mereka berdiri di ruang terbuka yang canggung, tidak yakin bagaimana cara melangkah maju atau bahkan sekadar saling menatap.Revan kembali menjadi bayangan. Ia menghindari mata Anya, menjawab pertanyaannya dengan gumaman singkat, dan menyibukkan diri dengan tabletnya seolah itu adalah satu-satunya benda di dunia. Anya mengerti. Pria itu telah menunjukkan celah di baju zirahnya, sebuah kerentanan yang begitu dalam, dan sekarang ia mati-matian berusaha menambalnya kembali. Ia panik. Ia takut. Anya tidak mendorong, tidak bertanya. Ia hanya memberikan Revan ruang yang sepertinya sangat pria itu butuhkan.Namun, Anya melakukan pemberontakan kecilnya sendiri. Pagi itu, sebelum Bu Lastri datang, ia masuk ke dapur yang sunyi. Alih-alih hanya membuat kopi, ia mem

  • Perjanjian Hati: Nikah kontrak dengan CEO muda Arogan   Bab 15: Gema Masa Lalu

    Beberapa hari setelah kunjungan Rania yang penuh drama, sebuah pergeseran tak terlihat namun kuat terjadi di penthouse itu. Aturan-aturan yang dulu menjadi pilar perjanjian mereka kini terasa seperti reruntuhan kuno yang mereka langkahi dengan hati-hati. Keheningan tidak lagi terasa dingin dan memusuhi, melainkan penuh dengan antisipasi yang membuat jantung berdebar. Mereka seperti dua orang yang baru saja selamat dari badai besar, kini berdiri di tengah puing-puing, tidak yakin bagaimana cara memulai percakapan atau langkah apa yang harus diambil selanjutnya.Suatu pagi, Anya sedang bersiap untuk pergi ke butik. Saat memilih aksesori di depan cermin besar di kamarnya, tangannya berhenti pada kantong kertas berlogo Kainara yang tergeletak di meja riasnya. Di dalamnya ada syal sutra bermotif bunga aster biru yang dibeli Revan. Sebuah pembelian impulsif yang terasa lebih berarti daripada semua gaun mahal di almarinya. Itu adalah pengakuan. Sebuah tanda terima. Sebuah jembatan antara dua

  • Perjanjian Hati: Nikah kontrak dengan CEO muda Arogan   Bab 14: Kebenaran Emosional

    Syal sutra itu tergeletak di atas meja kerja Anya, sebuah pulau warna di lautan sketsa dan potongan kain. Setiap kali matanya melirik ke sana, jantungnya berdebar sedikit lebih cepat. Itu bukan lagi sekadar produk dari butiknya; itu adalah sebuah simbol. Sebuah tanda bahwa Revan Adhitama telah melintasi ambang pintu dunianya, tidak sebagai seorang CEO yang menilai investasi, tetapi sebagai seorang pria yang ingin mengerti.Perubahan itu terasa di udara penthouse yang biasanya dingin. Keheningan di antara mereka tidak lagi kaku dan memusuhi, melainkan penuh dengan kemungkinan yang tak terucapkan. Suatu malam, Anya sedang duduk di sofa ruang tamu yang besar, mencoba menyempurnakan sketsa gaun biru langitnya di bawah cahaya lampu baca yang hangat. Ia begitu tenggelam dalam pekerjaannya hingga tidak mendengar pintu ruang kerja Revan terbuka."Bekerja sampai larut?"Suara Revan yang rendah membuatnya sedikit terlonjak. Biasanya, pria itu akan langsung menuju kamarnya tanpa sepatah kata pun

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status