Share

Bab 5: Harga Sebuah Mimpi

Author: Fantashyt
last update Last Updated: 2025-10-05 03:48:57

Sisa perjalanan pulang diselimuti keheningan yang lebih dingin daripada AC mobil yang berembus kencang. Anya membuang muka ke arah jendela, menyaksikan lampu-lampu kota yang berkelip menjadi sapuan warna yang kabur. Setiap kilatan cahaya terasa seperti menyoroti kebohongan yang baru saja mereka pentaskan. Di sampingnya, Revan kembali menjadi patung es, jari-jarinya mengetuk layar ponsel dengan ritme yang tajam dan tak sabar. Lengan jasnya sesekali menyentuh lengan Anya, dan setiap sentuhan terasa seperti sengatan listrik statis yang tidak menyenangkan.

Tidak ada lagi "Sayang." Tidak ada lagi genggaman tangan yang protektif. Hanya ada dua orang asing yang terikat oleh sebuah kontrak, kembali ke peran mereka yang sesungguhnya.

Mobil berhenti di basement gedung apartemen mewah yang menjulang ke langit malam. "Penthouse," kata Revan singkat saat mereka melangkah ke dalam lift pribadi yang langsung membawa mereka ke lantai teratas.

Pintu lift terbuka langsung ke dalam sebuah ruangan yang membuat Anya terkesiap untuk kedua kalinya malam itu. Jika kantor Revan adalah simbol kekuasaan, maka tempat ini adalah kuil kemewahan yang dingin. Dinding kaca setinggi ruangan membentang, menampilkan permadani cahaya kota yang tak berujung. Perabotannya berwarna monokrom—hitam, putih, abu-abu—dan begitu minimalis hingga terasa kosong. Tidak ada foto keluarga, tidak ada tumpukan majalah, tidak ada satu pun benda yang menandakan adanya kehidupan hangat di dalamnya. Tempat ini bukan rumah, melainkan etalase.

Revan melepaskan dasinya sambil berjalan ke arah bar mini di sudut ruangan. "Kamarmu di ujung koridor sebelah kiri. Kamar utama. Semua barangmu sudah dipindahkan sore tadi."

Anya masih berdiri terpaku di dekat pintu lift, gaun zamrudnya terasa konyol di tengah interior yang steril itu. Kata-kata Revan di mobil masih terngiang-ngiang. Lakukan risetmu dengan lebih baik.

"Jadi begitu saja?" tanya Anya, suaranya memecah keheningan.

Revan berhenti menuangkan air ke dalam gelasnya, tapi tidak berbalik. "Begitu saja apanya?"

"Setelah malam ini, setelah semua kebohongan itu, kau hanya akan memberiku perintah seolah aku ini karyawanmu?" Amarah membuat suaranya bergetar. "Aku tahu ini kontrak, Revan. Aku tahu posisiku. Tapi setidaknya, aku pantas mendapatkan sedikit... penghargaan."

Revan akhirnya berbalik, bersandar pada meja bar. Satu alisnya terangkat. "Penghargaan? Kau akan mendapatkan bayaranmu. Bukankah itu penghargaan yang cukup?"

"Ini bukan tentang uang!" sergah Anya, melangkah maju. "Ini tentang kau yang menyeretku ke dalam keluargamu, memaksaku berbohong pada kakekmu yang baik hati, lalu menyalahkanku saat aku nyaris terpeleset oleh jebakan adikmu! Kau bahkan tidak memberiku peringatan tentang pertanyaan spesifik seperti itu!"

"Dunia bisnis tidak memberimu peringatan, Anya. Kau harus selalu siap," jawab Revan dingin. "Anggap saja ini pelajaran pertamamu."

"Pelajaran? Aku tidak mendaftar untuk kursusmu! Aku melakukan ini untuk menyelamatkan bisnis keluargaku!" Anya merasa matanya mulai panas. "Kau sangat pandai memainkan peranmu tadi. Senyum itu, cara kau memegang tanganku, panggilan 'Sayang' itu... semuanya begitu meyakinkan. Kau aktor yang hebat. Tapi begitu tirai ditutup, kau kembali menjadi pria arogan yang sama."

Revan meletakkan gelasnya dengan denting pelan. Ia berjalan mendekati Anya, setiap langkahnya terasa mengintimidasi. Ia berhenti hanya beberapa jengkal di depannya, memaksanya untuk mendongak.

"Dengar," katanya dengan suara rendah dan berbahaya. "Akting itu adalah bagian dari pekerjaan. Sama sepertimu. Aku melakukan apa yang harus kulakukan untuk meyakinkan mereka. Dan kau juga harus melakukan hal yang sama. Perasaan—marah, tersinggung, butuh penghargaan—semua itu tidak ada dalam kontrak kita. Jadi simpan saja untuk dirimu sendiri."

Tatapan mereka bertemu, dan untuk sesaat, Anya melihat sesuatu yang lain di mata gelap itu. Bukan hanya arogansi, tapi juga... kelelahan. Secercah kerapuhan yang langsung lenyap ditelan kembali oleh topeng esnya.

"Sekarang, jika kau sudah selesai dengan drama ini," lanjut Revan, melangkah mundur dan memberinya jarak. "Aku sarankan kau beristirahat. Besok pagi, Bima akan menghubungimu mengenai detail transfer dana pertama."

Kata-kata itu adalah pemecat yang paling efektif. Transfer dana. Gaji. Itu adalah pengingat telak akan posisi mereka. Anya adalah pegawai, dan Revan adalah bosnya.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Anya berbalik dan berjalan menyusuri koridor yang terasa panjang dan sunyi. Ia membuka pintu kamar utama dan mendapati ruangan yang luar biasa besar, dengan tempat tidur ukuran king dan walk-in closet yang sudah terisi pakaian-pakaiannya, tertata rapi di samping gaun-gaun dan setelan mahal yang jelas bukan miliknya.

Ia melepaskan anting berlian itu dan meletakkannya di meja rias, lalu merosot ke tepi tempat tidur. Ia merasa begitu kecil dan sendirian di tengah kemewahan yang asing ini.

Ting.

Ponselnya di dalam tas kecilnya berbunyi. Dengan enggan, ia mengambilnya. Sebuah notifikasi dari aplikasi mobile banking-nya.

***

Anya menatap deretan angka nol itu. Satu miliar rupiah. Cukup untuk melunasi semua utang Kainara, membayar gaji karyawan, dan bahkan merenovasi butik. Mimpi ibunya selamat.

Tapi saat ia menatap angka-angka itu, ia tidak merasakan kelegaan atau kebahagiaan yang ia bayangkan. Yang ia rasakan hanyalah kekosongan yang dingin. Ia baru saja menerima pembayaran pertama.

Harga sebuah mimpi, ternyata, adalah jiwanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjanjian Hati: Nikah kontrak dengan CEO muda Arogan   Bab 6: Sangkar Emas dan Aturan Mainnya

    Anya terbangun karena cahaya. Bukan cahaya matahari pagi yang hangat yang biasa menyelinap melalui jendela apartemennya, melainkan cahaya abu-abu yang dingin dan menyilaukan yang membanjiri ruangan melalui dinding kaca raksasa. Untuk sesaat, ia bingung. Seprai sutra terasa asing di kulitnya, dan keheningan di sekelilingnya begitu total hingga terdengar seperti desingan.Lalu ia ingat. Ini bukan kamarnya. Ini adalah kamar utama di penthouse Revan Adhitama. Sangkar emasnya.Ia meraih ponselnya di meja nakas marmer. Notifikasi dari bank masih ada di sana, deretan angka nol yang terasa seperti vonis. Dengan satu ketukan, ia mentransfer sejumlah uang untuk melunasi utang bank, lalu mengirim pesan kepada Bu Sari, sang penjahit, memberitahukan bahwa gaji yang tertunda akan segera dibayarkan. Seharusnya ia merasa lega, bahagia, bahkan menang. Tapi yang ada hanyalah kehampaan yang aneh.Dengan langkah gontai, ia menjelajahi apartemen itu. Ruang tamunya yang luas terasa seperti lobi hotel binta

  • Perjanjian Hati: Nikah kontrak dengan CEO muda Arogan   Bab 5: Harga Sebuah Mimpi

    Sisa perjalanan pulang diselimuti keheningan yang lebih dingin daripada AC mobil yang berembus kencang. Anya membuang muka ke arah jendela, menyaksikan lampu-lampu kota yang berkelip menjadi sapuan warna yang kabur. Setiap kilatan cahaya terasa seperti menyoroti kebohongan yang baru saja mereka pentaskan. Di sampingnya, Revan kembali menjadi patung es, jari-jarinya mengetuk layar ponsel dengan ritme yang tajam dan tak sabar. Lengan jasnya sesekali menyentuh lengan Anya, dan setiap sentuhan terasa seperti sengatan listrik statis yang tidak menyenangkan.Tidak ada lagi "Sayang." Tidak ada lagi genggaman tangan yang protektif. Hanya ada dua orang asing yang terikat oleh sebuah kontrak, kembali ke peran mereka yang sesungguhnya.Mobil berhenti di basement gedung apartemen mewah yang menjulang ke langit malam. "Penthouse," kata Revan singkat saat mereka melangkah ke dalam lift pribadi yang langsung membawa mereka ke lantai teratas.Pintu lift terbuka langsung ke dalam sebuah ruangan yang m

  • Perjanjian Hati: Nikah kontrak dengan CEO muda Arogan   Bab 4: Di Sarang Singa

    Saat Revan menggenggam tangannya, Anya merasakan sengatan dingin yang menjalar, bukan karena sentuhan kulit mereka, melainkan karena kepalsuan yang begitu nyata. Senyum di wajah Revan adalah mahakarya seorang aktor; hangat, tulus, dan penuh puja. Itu adalah senyum yang sama sekali tidak pernah ia tunjukkan padanya saat mereka hanya berdua.Pintu mahoni raksasa terbuka, menampakkan ruang keluarga yang lebih luas dari seluruh butik Anya. Perapian marmer menyala lembut di satu sisi, dan sebuah piano besar berdiri megah di sudut lain. Di tengah ruangan, di atas sofa beludru berwarna krem, duduk seorang pria tua dengan rambut putih keperakan dan sepasang mata yang, meskipun dibingkai keriput, masih memancarkan ketajaman yang luar biasa. Di sampingnya, seorang wanita muda yang sangat cantik dengan gaun merah menyala menatap kedatangan mereka dengan ekspresi yang sulit diartikan."Revan, akhirnya kau datang juga," sapa pria tua itu, suaranya serak namun penuh wibawa. Ia bangkit perlahan, tat

  • Perjanjian Hati: Nikah kontrak dengan CEO muda Arogan   Bab 3: Gaun Sutra dan Aturan Main

    Sabtu sore datang lebih cepat dari yang Anya harapkan. Tepat pukul empat, bel apartemennya berbunyi. Di depan pintu berdiri seorang kurir berjaket kulit, memegang kotak gaun berwarna hitam pekat yang begitu besar hingga nyaris menutupi tubuhnya. Tidak ada nama pengirim, hanya inisial "R.A." yang terukir elegan dengan tinta perak di sudut kotak.Di dalam, terbungkus kertas sutra, terbaring sebuah gaun. Anya menahan napas saat mengangkatnya. Gaun itu terbuat dari satin berwarna zamrud gelap, dengan potongan sederhana namun sempurna yang jatuh seperti air. Terasa dingin dan berat di tangannya—harga gaun ini mungkin bisa membayar sewa butiknya selama setahun. Di sampingnya, ada sebuah kotak beludru kecil berisi sepasang anting berlian dan sebuah catatan singkat yang ditulis dengan tulisan tangan yang tegas dan miring.Pakai ini. Jangan terlambat. R.Tidak ada kata "tolong" atau "semoga kamu suka." Hanya perintah. Gaun itu indah, tetapi terasa seperti seragam, sebuah kostum untuk peran yan

  • Perjanjian Hati: Nikah kontrak dengan CEO muda Arogan   Bab 2: Dua Puluh Empat Jam dan Satu Tanda Tangan

    Lift yang membawanya turun dari lantai 50 terasa seperti mesin waktu yang bergerak terlalu cepat, mengembalikannya dari dunia fantasi yang dingin dan berkilauan ke realitasnya yang pahit. Begitu pintu lobi Adhitama Tower terbuka dan udara lembap Jakarta menyambutnya, kemegahan gedung itu seolah mencair di belakangnya, meninggalkan Anya sendirian dengan map biru di genggaman tangannya yang berkeringat.Perjalanan pulang terasa kabur. Pikirannya berputar, mengulang setiap kata yang diucapkan Revan Adhitama. Setiap orang punya harga. Kalimat itu menusuk harga dirinya, membuatnya merasa murah dan kotor. Namun, kalimat berikutnya lebih menyakitkan. Berapa harga mimpi ibu Anda?Anya tiba di butik dan langsung naik ke apartemen kecilnya di lantai dua. Ruangan itu, yang biasanya menjadi tempat perlindungannya, kini terasa sempit dan menyesakkan. Tumpukan sketsa desain gaun berserakan di meja, palet warna yang ceria seolah mengejek suasana hatinya yang kelabu. Ia melempar map biru itu ke atas

  • Perjanjian Hati: Nikah kontrak dengan CEO muda Arogan   Bab 1: Surat Merah dan Panggilan Tak Terduga

    Aroma lavender dan kertas pola yang familier—wangi yang dulu selalu berhasil menenangkan jiwa Anya Maheswari—kini terasa mencekik. Wangi itu adalah wangi kenangan, wangi ibunya, dan wangi sebuah mimpi yang perlahan mati di depan matanya.Ia menatap sekeliling butik kecil itu, "Kainara," nama yang diberikan ibunya, yang berarti "cahaya dari dalam." Ironis. Saat ini, satu-satunya cahaya di dalam butik ini berasal dari lampu LED murah yang berkedip-kedip di atas tumpukan kain sutra yang belum terjual. Di luar, hujan bulan September tanpa ampun mengguyur jalanan Jakarta, seolah ikut meratapi nasibnya.Di atas meja kasir kayu yang sudah usang, tergeletak musuh terbesarnya: setumpuk surat dengan stempel merah menyala. Surat peringatan dari bank, tagihan dari pemasok kain, tunggakan sewa ruko. Setiap amplop terasa seperti batu bata yang menekan dadanya, membuatnya sulit bernapas. Tiga tahun setelah ibunya meninggal, Anya telah berjuang sekuat tenaga untuk mempertahankan warisan tunggal ini.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status