Jalur perdagangan umum adalah jalur bebas dilalui oleh rombongan kabilah dari seluruh negeri. Namun jalur itu kadang tidak aman dari para perampok, terutama untuk saudagar besar.
Saudagar besar biasanya membawa barang kebutuhan sehari-hari sangat berlimpah sehingga memancing para perampok untuk menguasainya. Kemudian melempar barang-barang itu ke pasar gelap. Tapi mereka kebanyakan menyandera rombongan kabilah untuk minta tebusan pada kerajaan atau menuntut pembebasan temannya yang ditahan.Jadi tidak aneh di tempat-tempat peristirahatan sepanjang jalur perdagangan ramai berkeliaran para pendekar kelas satu dan prajurit, di samping saudagar dan awak kereta.Saudagar besar berani menyewa para pendekar dengan bayaran tinggi untuk menambah kekuatan prajurit yang dikirim kerajaan secara cuma-cuma, sedangkan saudagar kecil cukup dengan bantuan pengawalan dari kerajaan.Di sebuah rumah makan yang merupakan bagian dari penginapan mewah, tampak ramai pengJaka terkejut. Penasehat istana adalah pejabat yang harus disingkirkan. Ia sudah membuat kekacauan di wilayah Nusa Kencana dengan tujuan licik.Tapi sungguh tak disangka, penasehat istana ternyata kerabat dekat dari Ratu Sihir. Apapun perlakuan terhadapnya akan berdampak pada perang dingin antar kerajaan.Herannya, perseteruan Ratu Nusa Kencana dengan Ratu Sihir di masa lalu tidak berpengaruh terhadap sikap Puteri Rinjani. Ia tidak menaruh benci terhadap keluarga istana Nusa Kencana, bahkan sempat akrab dengan Dewi Anjani saat mereka sekolah mode dan kecantikan di kerajaan Bunian.Hubungan mereka merenggang setelah Pangeran Bramantana berusaha memaksakan cinta, padahal Dewi Anjani sudah terikat dengan perjanjian leluhur.Jaka jadi pusing tujuh keliling. Ia tidak memiliki alasan untuk berangkat terpisah dengan Puteri Rinjani. Mereka memiliki tujuan sama, pergi ke istana kerajaan Timur. Puteri mahkota itu sampai membeli beberapa ekor kuda untuk perg
Warga kadipaten di perbatasan sangat mendukung perubahan. Banyak peraturan mencekik rakyat kecil dan menguntungkan kaum bangsawan dan penguasa. Mereka berharap pemimpin baru membawa angin segar. Pro rakyat tidak sekedar slogan untuk menarik simpati.Ketika Pangeran Tengkorak dan si Setan Jagat tewas di tangan Pendekar Lembah Cemara, rakyat kadipaten pesta sampai pagi. Namun saat terbangun siang harinya, mereka dihadapkan pada kenyataan; tidak ada pembesar dan kroni istana yang pantas menduduki tahta untuk mengisi status quo. Mereka cuma beda penampilan, sedangkan otak sama.Semangat mereka hadir kembali tatkala terdengar kabar tentang kemunculan Raja Agung dari Lembah Cemara, dan mengangkat Gentong Ketawa untuk menjadi raja di kerajaan Timur. Mereka menyambut kedatangannya di sepanjang jalan dengan gegap gempita.Adipati kadipaten di perbatasan juga sudah muak dengan kebijakan istana yang banyak merugikan warganya. Semua kekayaan alam diangkut un
"Kau tidak tahu risikonya," gerutu Puteri Rinjani sambil naik ke atas pelana dan menghela kuda meninggalkan rumah makan. "Ngomong seenak-enaknya.""Kamu sudah sering berkunjung ke negeri manusia," kata Jaka. "Masa baru tahu sekarang kalau manusia suka seenak-enaknya?""Aku baru ketemu manusia kayak kamu. Aku diam bukannya mikir, mulutmu makin kurang ajar.""Aku salah banget apa?" tanya Jaka santai. "Sampai segitu sewotnya?""Sebutan istri bukan bahan candaan di duniaku. Saat kamu bilang aku dan kelima pengawal adalah istrimu, maka benar-benar begitu kenyataannya. Aku tidak mau kena karma dari Raja Sekalian Alam.""Yang ngomong kan aku, masa kamu yang kena karma?""Karena aku obyeknya.""Oh, jadi di duniamu obyeknya yang kena tulah, bukan pelakunya?""Pelakunya wajar kena juga.""Terus aku harus bagaimana biar kalian tidak kena karma?""Kamu harus mengadakan ritual penyatuan dengan kami."
Jalan untuk pulang ke rumah semakin terjal. Ia harus menghadapi masalah baru gara-gara bicara sembarangan. Puteri Rinjani tidak mau menunggu tujuh purnama untuk menghilangkan karma dan kutukan. Terlalu lama."Urusanku dengan Dewi Anjani saja belum selesai," kata Jaka."Selesaikan dulu urusanmu dengannya.""Baru kita melakukan ritual penyatuan?""Aku sudah bilang kita berendam di Sungai Suci.""Berendam semalaman di Sungai Suci bisa mati beku. Berat banget.""Tahu berat banget, kenapa ngomong sembarangan?""Kamu itu suka ngulang-ngulang apa yang sudah kejadian. Lama-lama jadi ilfeel.""Bodo.""Apakah ada batas waktu untuk jadi pasangan suami istri gara-gara itu?""Aku tidak mau berbatas waktu. Harapan setiap puteri mahkota adalah satu pangeran untuk selamanya. Tapi tidak mungkin, karena si Anjani lebih dulu hadir di dalam hidupmu. Kau bisa bayangkan bagaimana beratnya hidupku nanti."
Gentong Ketawa disambut dengan gegap gempita oleh rakyat yang menginginkan perubahan di sepanjang jalan menuju istana. Puncak penyambutan terjadi di Kotaraja. Masyarakat datang berduyun-duyun dan berdiri berjejer di pinggir jalan mengucapkan selamat datang kepada Gentong Ketawa dan rombongan. Ia sampai pegal membalas salam hormat mereka.Mereka berharap banyak pada raja baru. Gentong Ketawa tersenyum seakan sangat paham penderitaan mereka. Padahal ia menyembunyikan kebingungannya bagaimana menanggulangi persoalan yang demikian banyak dari setiap mulut.Selama ini tugasnya hanya membuat puteri mahkota gembira. Tentu sangat berbeda dengan membuat rakyat gembira. Tapi sementara ia akan melawak untuk menyenangkan mereka. Menurutnya, lebih baik raja jadi pelawak daripada pelawak jadi raja.Ketika tersiar kabar raja masih lajang, puteri bangsawan berbondong-bondong keluar dengan dandanan terbaik dan melambaikan tangan ke arah sang raja.Gento
Dewi Anjani dan rombongan tiba di penginapan pinggiran Kotaraja. Mereka berdandan layaknya pelancong."Kita menginap di sini, Paman," kata Dewi Anjani sambil menghela kuda memasuki halaman penginapan. "Sudah cukup malam untuk masuk Kotaraja.""Baiknya begitu, Tuan Puteri," sahut Patih Mahameru. "Untuk menghindari kecurigaan petugas pintu masuk."Penginapan itu sangat megah dan indah dengan lampu lampion berwarna-warni. Tingkat tiga. Di lantai bawah terdapat restoran dengan interior unik dan antik. Tamu kebanyakan pelancong dari mancanegara berkantong tebal karena tarifnya sangat mahal.Ada beberapa tamu kongkow-kongkow sambil menikmati hidangan makan malam dengan menu spesial dari bangsa manusia, yang menjadi daya tarik utama penginapan. Puteri Rinjani dan kelima pengawalnya duduk satu meja di dekat pintu masuk."Ahai, puteri manja sudah tiba rupanya," seru puteri mahkota dari kerajaan Sihir. "Tamasya apa pindahan bawa rombongan
Gentong Ketawa berkuda dengan didampingi Sepasang Gagak Putih dan kawan-kawan. Penduduk Kotaraja berjejer sepanjang jalan yang dilewati mengelu-elukan sang raja."Selamat datang, Yang Mulia!""Semoga sejahtera, Yang Mulia!""Panjang Umur, Yang Mulia!""Hidup, Yang Mulia!"Teriakan-teriakan kegembiraan berkumandang menyambut kedatangan raja. Mereka begitu berharap akan adanya pembaharuan.Mereka sudah lama ingin terbebas dari oligarki yang sangat menyengsarakan rakyat kecil. Sebuah harapan yang terbang menjadi mimpi karena tak ada gerakan untuk memperjuangkannya.Kekejaman balatentara menangkap dan mengeksekusi rakyat yang bersuara lantang dengan dibungkus bermacam predikat untuk melegalkan, serta dukungan penuh dari para penjilat istana, membuat keadilan berhembus seperti angin, dan benih-benih baru mati sebelum berkembang. Mereka bekerja atas perintah.Jadi wajar, saat jarak ke pintu gerbang istana ti
Suara bergemuruh mengangkasa berasal dari ungkapan kaget ribuan prajurit.Gentong Ketawa memeriksa mahkota tiara. Wajahnya mendadak pucat."Mereka telah menukarnya...," desisnya tercekat.Pendekar Tak Bernama dan teman-temannya terkejut bukan kepalang. Kecuali Gagak Jantan, ia tersenyum dan memandang Mahapatih Reksadipa. "Bagaimana kau bisa yakin kalau mahkota yang dipakai sahabatku adalah palsu?" tanyanya. "Padahal mahkota itu adalah yang dipakai si Setan Jagat saat terbunuh?"Mahapatih Reksadipa terdiam merasa terpojok."Saat itu si Setan Jagat adalah raja yang menggantikan muridnya. Kau tahu apa hukumannya memberikan mahkota palsu pada sang raja? Hukuman gantung bagi pejabat yang bertanggung jawab terhadap keamanan mahkota!"Suara bergemuruh prajurit kembali berkumandang membenarkan ucapan Gagak Jantan. Wajah Mahapatih Reksadipa pucat seketika. Ia menoleh ke arah penasehat istana untuk minta bantuan.Pria ti