Share

Bab 4. Menyakitkan.

Author: Azzurra
last update Last Updated: 2024-01-02 21:50:03

Bab 4. Menyakitkan

“Haii kau sedang apa? Mandi lama sekali?” suara Arkan mengagetka Evellyn yang sedang berbalas pesan. Dia masuk kamar dan mendapati Evellyn menggunakan pakaiannya.

“Maaf Tuan, aku pinjam bajumu sementara. Aku belum membawa baju-bajuku,” ucap Evellyn. Evellyn berdiri mematung melihat ke datangan Arkan.

Evellyn sedikit malu menggunakan pakaian seperti ini, tetapi memang dia tak memiliki pakaian ganti.

“kau ingin menggodaku? Pakai pakaian lebih pantas,” ucap Arkan. “Aku tak akan tergoda. Kau bukan seleraku. Lihat dirimu di cermin, baguskah tubuh dan wajahmu?” tanpa melihat ekspresi wajah Evellyn, Arkan berlalu menuju ranjang.

Wajah Evelly langsung berubah mendung. Senyumnya hilang, hatinya kacau. Kata-kata lelaki di hadapannya sungguh menyakiti.

Arkan menuju kasur dan merebahkan tubuhnya di atas kasur yang bertebaran bunga mawar merah dan pink. Bunga-bunga menjadi acak-acakan terkena tubuh dengan postur maskulin.

Karna juga merasa lelah, Evellyn pun menuju ranjang sebelah Arkan dan merebahkan tubuhnya juga di sana. Kakinya terekspos indah.

Selama ini jika di luar tubuhnya tertutup rapat, namun jika di dalam kamar memang dia terbiasa menggunakan pakaian yang terbuka.

Apa lagi menurutnya sekarang lelaki di sebelahnya adalah muhrimnya walaupun hanya kontrak, dan memang dia tak memiliki pakaian layak untuk saat ini.

Bunga-bunga berhamburan terkena tubuh mereka.

Arkan memiringkan tubuhnya, dia terlonjak kaget melihat Evellyn sudah merebahkan tubuhnya di sebelahnya.

“Suruh siapa kau tidur di situ?” tanya Arkan ketus.

Karna kamar kita hanya satu. Kamu bisa tidur di sofa itu. Gak sudi aku tidur bersebelahan denganmu.” Arkan menunjuk sofa di pojokan kamar menghadap jendela kaca. Tempat biasa dia menghabiskan waktu saat tak bisa terlelap.

Lagi-lagi Arkan melancarkan ucapan yang menyakitkan. Lihat saja seberapa kuat kamu bisa menahan hasrat melihatku Arkan.

Akanku buat kau banyak kehilangan uang. Monolog evellyn sambil berlalu menuju sofa membawa 1 bantal. Sungguh kesal hati Evellyn dengan perlakuan lelaki yang menjadi suaminya.

“Hei, aku belum menyuruh mu tidur. Bereskan bunga-bunga ini, besok mau aku gunakan untuk mandi.” Perintah Arkan.

Evellyn berlalu keluar kamar mencari tempat untuk menyimpan bunga-bunga.

“Uuhhh kalo tau aku yang nempatin gak perlu aku buatin beginian,” gerundel Evellyn dalam hati. Kakinya berjalan sedikit dihentak.

Mengetahui Evellyn kesal Arkan menajadi bersemangat menjahili wanita yang sekarang dan entah sampai kapan akan menemaninya.

“Setelah ini pijat kakiku sampai aku tertidur,” titah Arkan lagi setelah Evellyn selesai merapikan bunga.

“Tapi itu termasuk kontak fisik, Tuan,” ucap Evellyn.

“Pijat,” perintah Arkan tak ingin dibantah. Dengan terpaksa Evellyn memijat kaki Arkan. Karna lelah dan pijitan Evellyn yang nyaman membuat Arkan cepat tertidur.

Beberapa kali Evellyn menguap dan akhirnya dia tertidur dengan memeluk kaki Arkan.

Penciuman Arkan mengendus sesuatu yang berada tepat di hidungnya. Ketika membuka mata betapa terkejutnya dia, mendapati paha yang pas berada di dadanya memeluk Erat dan telapak kakinya tepat berada di wajah Arkan.

Dia mengangkat telapak tangannya yang pas berada dibagian bokong Evellyn. Tak kalah tekejutnya, tangan Evellyn pas berada pada kejantanannya.

Dengan gerakan cepat dia singkirkan kaki evellyn dari wajah dan tubuhnya. “ Hai kakimu!” teriaknya sedikit serak.

Evellyn bangun, kaget mendengar teriakan Arkan, juga akibat kakinya yang disingkirkan.

Evellyn berusaha mengembalikan ingatan. Kenapa dia masih berada disini? Bukan kah semalam dia berniat tidur di sofa.

“Kenapa kau tidur di sini dan kaki mu tepat berada di wajahku.” Arkan berteriak murka.

Ervellyn terjingkat mendengar teriakan Arkan, hatinya ketar-ketir. “Maaf tuan, semalam saya gak berasa tertidur di sini, sini saya pijat lagi Tuan.” Tangan Evellyn mencoba meraih kaki Arkan, tetapi ditepis dengan kakinya.

“Gak usah.” Setelah mengatakan itu Arkan berlalu ke kamar mandi, tak lama dia kembali dengan wajah basah.

“Kau muslim bukan? “ tanya Arkan. “ Kalau muslim solat, buruan jamaah!!” ucap Arkan ketus, dia mengambil sarung dan sajadah di laci nakas sambil menunggu Evellyn.

Biarpun ketus, galak, tapi suara Arkan begitu merdu saat menjadi imamnya, tadi saat solat subuh.

Bibir Evelllyn menyungging. Dia buka beberapa tirai dan terlihat gedung-gedung pencakar langit yang lampunya masih menyala. Di bawah pun terlihat Lampu-lampu jalanan yang belum dipadamkan.

Indahnya, monolog Evellyn.

“Hai buatkan Aku kopi dan sarapan.” Panggil Arkan.

“Tuan, Anda selalu panggil saya, Hai, perkenalkan nama saya Evellyn.” Evellyn menjulurkan tangannya memperkenalkan diri.

Arkan berbalik dari hadapan Evellyn tak berniat menerima jabat tangan wanita di depannya. Evellyn menarik tangan yang diabaikan Arkan. Dan segera membuatkan kopi juga sarapan.

Arkan duduk di ruang televisi menunggu kopi, tak lama Evellyn menghampiri masih menggunakan kemeja tanpa bawahan.

“Bisa tidak? kau pakai celana boxer atau apalah, agar aku tak melihat kakimu yang hitam itu.”

Evellyn melihat kearah kakinya, dia sandingkan dengan sofa berwarna krem.

“sama kursi ini aja masih putihan kakiku, dia bilang item, buta warna kali tuh orang,” pikir Evellyn.

Tanpa berniat menjawab Evellyn berlalu kembali kedapur membuatkan sarapan.

“Tuan sarapan sudah siap!!” teriak Evellyn.

Arkan menuju meja makan. “Bisa tidak rambutmu yang jelek itu jangan diikat begitu, aku tak suka liatnya,” Ejek Arkan lagi.

Evellyn merapikan rambutnya dan mengikatnya dengan kuat. Melihat tingkah Evellyn Arkan hanya mendecih.

Arkan menyantap daging cabe ijo buatan Evellyn dengan lahap.

“Enak kan, Tuan, masakan saya?” tanya Evellyn, bibirnya tersungging.

“Setidaknya kamu berguna berada di sini, “ ucap Arkan tanpa perasaan. Membuat bibir Evellyn kembali cemberut.

“Siapkan pakaian aku mau ke kantor,” perintahnya lagi Setelah menyelesaikan makan.

“Siap laksanakan, Tuan,” ucap Evellyn ceria. Ia tak ingin Arkan tau kalau hatinya tertekan dengan semua ucapan dan tingkah lelaki di depannya.

“Bagaimana Bos?” tanya Ervan menaik-turunkan alis matanya. Memberi tatapan mengorek berita.

“Apanya?” tanya bosnya pura-pura bodoh.

“Nikmat Bos, belah durennya?” tanya Ervan akhirnya to the poin.

"Duren dari mana? “ ucap Arkan masih pura-pura polos.

“ Aahhh Bos, oke laahhh.” Ervan berlalu keluar dengan wajah kecewa.

Arkan hanya tersenyum dia tau maksud Ervan. Tetapi menurutnya urusan ranjang tak boleh terekspos keluar, walaupun itu sahabat dekatnya.

Arkan berjalan menuju kaca besar yang mengelilingi kantornya, pandangannya jauh, menatap atap-atap rumah, hiruk-pikuk kota jakarta dan gedung tinggi.

Akan dibawa ke mana pernikahannya, pikirnya.

Baginya menikah sekali seumur hidup. Masalah menjelang pernikahan yang sangat tak diduga membawanya pada pernikahan seperti ini. Menikah dengan wanita yang belum dikenal. Walau mereka pernah bertemu sepintas.

Arkan selalu mengingat. Seoarang wanita tak dikenal, yang memberikan saran padanya, untuk memohon petunjuk pada sang pencipta.

Saat itu Arkan dalam keadaan kacau dan takdir mempertemukan mereka sudah menjadi suami istri.

Walau Arkan mencari dan menginginkan wanita itu. Arkan tak ingin mengikatnya. Jika wanita itu menginginkan lepas darinya. Maka dengan sukarela dia akan melepaskannya.

Di balkon seorang wanita berdiri terkena paparan sinar matahari yang begitu terik. Bayangan tubuhnya tak terlihat, menandakan matahari tepat berada di atas kepalanya. Panasnya matahari tak membuatnya bergeming meninggalkan tempat itu.

Angan-angannya melayang sampai kapan dia harus hidup seperti ini. Tinggal di tempat nyaman dan mewah namun jiwa tersakiti.

Sampai kapan dia harus menjalani pernikahan atas dasar pertolongan lelaki itu terhadap perusahaan ayahnya.

Apalagi nama baik. Hal yang pasti sulit Evellyn lakukan tanpa bantuan Arkan.

Evellyn menarik nafas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan. Jari-jari tangannya mengerat gagang penghalang balkon. Nafasnya mendadak sesak. Tubuhnya terduduk kepalanya disandarkan pada kaca pembatas balkon.

Dia menangis sendiri ditemani terik dan tiupan angin.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjanjian Nikah dengan Sang CEO   Bab 146

    "Mas gimana keadaan Ervan?" tanya Evellyn. "Baik, sudah lebih baik," "Udah aktif ngantor lagi?" tanya Evellyn penasaran. "Ngapain nanyain Ervan?" tanya Arkan penuh intimidasi. "Aku cuma nanya, Mas. Masa nanya doang nggak boleh?" jawab Evellyn cuek, dia mengalihkan pandangan karna tatapan Arkan yang seperti menguliti. "Begitu aja kesel," ujar Evellyn masih membuang muka. Arkan duduk di sebelah Evellyn. "Nanyain aku aja," ucap Arkan lembut, di dekat telinga Evellyn membuat bulu kuduknya berdiri. "Iisshhh ... Kamu tiap hari liat, perlu di tanyain apa lagi?" jawab Evellyn kesal. "Tiap aku pulang kaya sekarang tanya begini. Mas mau enak-enak nggak? gitu ...." "Iisshhh ... Kamu nggak usah di tanyain pasti minta." jawab Evellyn.

  • Perjanjian Nikah dengan Sang CEO   Bab 145

    Ervan mengendarai mobil dengan perasaan gelisah, bukan 'kah tadi Aryanti sudah lebih baik, dia meninggalkan Aryanti dalam keadaan baik? Lalu kenapa Dokter mengabarkan Aryanti dalam keadaan kritis. Ervan berlari menuju ruang oprasi, sudah ada seorang perawat yang menunggunya di sana. Ervan menanda tangani berkas dengan cepat, bertanya kenapa bisa Aryanti kembali kritis, tetapi perawat enggan menjawab. "Nanti Dokter penanggung jawab yang akan menjelaskan, Pak,"jawab perawat, gegas masuk ke dalam ruang operasi. Operasi kali ini terbilang lama, setelah Beberapa jam, seorang dokter menghampiri Ervan. "Pak Ervan." Lelaki tampan yang terlihat begitu murung ini mendongak. Bangun dari duduk. Menatap Dokter Eliza. "Alhamdulillah, pasien sudah mendapatkan pertolongan, tetapi kondisinya begitu kritis, semua sudah kami upayakan yang terbaik. Hanya doa kini yang dapat kita lakukan." "Dok, bagaimana bisa kritis kem

  • Perjanjian Nikah dengan Sang CEO   Bab 144

    "Sebentar lagi kamu bisa pulang, aku nggak akan melakukan yang melanggar undang-undang, Ar." Ervan berkata yakin. Ervan menaruh bekas makan di dekat pintu. "Marni sebentar lagi datang, aku sudah lama nggak ke kantor, aku ke kantor dulu, nggak apa 'kan?" tanya Ervan. "Iya, nggak apa, untung bos baik, boleh kamu cuti," Aryanti tersenyum kecil. "Itulah enaknya," Ervan terkekeh. "Mas cium aku," Aryanti merentangkan tangan, Ervan pun menyambut rentangan tangan wanitanya. Ervan mengecupj wajah Aryanti, tetapi saat Ervan akan melumat bibir Aryanti melengos, aku belum gosok gigi," ucapnya malu. Ervan menahan kepala Aryanti mengecup bibir yang terlihat pucat dan melumat lembut, kehangatan bibir Ervan membuat jantung Aryanti berdetak lebih keras. Kedatangan Marni menghentikan aktifitas mereka. "Maaf, Mbak." Marni kembali

  • Perjanjian Nikah dengan Sang CEO   Bab 143

    "Sabar ya, Mas semua pasti ada hikmahnya, pasti ada kebaikan di balik semua ini," ucap Evelly saat menjenguk Aryanti. Ervan meyugar rambut kasar, sorot matanya penuh dengan dendam melihat istrinya terbaring, "Kebaikan apa yang di dapat dari kejadian ini?" di dalam hati Ervan terus bertanya. Apalagi setelah mendengar keterangan dokter mungkin telah terjadi tindak pelecahan terhadap Aryanti, karna ada luka lebam di pipi juga bekas ikatan di tangan. Dan ditemukannya sperma saat pertama kali Aryanti di bawa ke Rs. Ervan membekap mulutnya dengan bantal dia barteriak sekencang dia ingin luapkan. "Masss," suara Aryanti menghentikan kegiatan Ervan, lelaki itu menengok pada wanita yang terbaring di ranjang. Ervan melangkah mendekati Aryanti, "Kamu udah bangun Ar?" "Aku di mana? Mas?" tanya Aryanti lemah. "Kamu di Rs. Aku panggil dokter dulu," ucap Ervan, dia membuka pintu memanggil

  • Perjanjian Nikah dengan Sang CEO   Bab 142

    Ivander mengambil kue bekas gigitan Azalea, lalu memakannya, netra biru itu membola, "Carla benar ini buatanmu?" tanya Ivan tak percaya. "Iya, kalau gak enak, besok aku cari resep yang baru, aku pikir ini sudah enak, teman-teman bilang ini benar-benar enak," Carla berkata pelan. "Tapi ini memang benar-benar enak Carla." Ivan berkata sambil mengambil satu potong lagi. "Bang buruan ngomongnya. Aku udah gak betah," Azalea merajuk manja, melirik pada Carla. Carla memang wanita penghibur, siapapun lelaki yang masuk areanya pasti akan tergoda, tetapi anti baginya menggoda lelaki beristri yang jelas-jelas tak menginginkannya. "Sebentar, sayang," ujad Ivan menggenggam tangan Lea. "Carla semua akan aku atur, mungin tiga hari lagi kamu sudah bisa keluar dari sana," Ivan meyakinkan wanita begincu merah ini. "Tapi, untuk keluarkan aku dari sana, Mr pasti keluar uang banyak, aku harus g

  • Perjanjian Nikah dengan Sang CEO   Bab 141

    "Bahasa dari mana itu?" tanya Ivan menyungingkan senyum. "Dia bilang sendiri, seneng ya dikejar-kejar jablay kesayangan, bahkan Abang selalu pakai dia." suara Azalea menggebu. "Lea gak usah bahas yang lalu, itu masa kelam abang, malu abang kalo ingat masa itu." Ivan menangkup wajah Azalea. Perlahan melumat bibir yang sedang merajuk. Ivan melakukan perlahan, lembut, lalu menyesap intens. Azlaea mencoba mendorong, berusaha melepas tautan bibirnya, tatapi tangan Ivan kuat memegangi kepala wanita blasteran ini. Masih tak ada respon dari wanitanya, Ivan melepas pagutannya, menatap netra kebiruan Azalea. Kembali mendekatkan bibirnya mengecup lembut lalu menyesap peralahan menjadi lumatan bergairah. Sesekali bibir Azalea merespon menyesap bibir lelaki dihadapan, tetapi egonya lebih besar. Ivander kembali melepas pagutan, "Kenyangin perut bawah dulu aja ya!" Netra biru Ivander mengerling, lelaki ini bangun membuka sabuk tanpa membuka kemeja. Azalea mendegkus kesal, "Masukin kedala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status