Bab 5. Nurut aja.
Menjelang sore Evellyn sudah terlihat segar. Dia masih menggunakan pakaian Arkan, kali ini dia menggunakan kaos yang tentu ke besaran.Di meja makan terhidang menu makan malam. Evellyn menata meja makan dengan nyaman. Bibirnya tersungging melihat meja makan yang romantis.Tak lama pintu terbuka, Arkan pulang dengan wajah lelah. Evllyn segera menyambut suaminya dengan senyum menawan. Lain lagi dengan Arkan yang selalu berwajah tak ramah pada Evellyn.“Tuan, kau mau langsung mandi atau makan dulu,” tanya Evellyn ceria.Netranya menangkap meja makan yang terlihat tidak biasa.“Mandi,” jawab Arkan singkat. Sedikit melonggarkan dasi.Dia menghadapkan tubuhnya pada Evellyn. “Buka.”“Apanya, Tuan?” Evellyn menyilangkan tangannya di dada.“Jas ku, kan sudah ku bilang aku tak tertarik pada tubuh mu, jadi gak usah ke Gr-an.”“Siapkan bathtub tubuhku lelah, aku ingin berendam,” Perintahnya lagi.Dengan gesit Evellyn mengisi bathtub. Lalu memberikan aroma terapi.Dia ingat bunga-bunga yang dia simpan di dalam kulkas, dia ambil dan dituangkan di dalam bathtub.“Tuan, airnya sudah siap.”Arkan bangun dari duduk menuju kamar mandi, sebelum masuk kedalam kamar mandi dia berbalik. “Kemari.” Arkan menjentikkan jarinya memerintah Evellyn mendekat.“Ikut masuk.” Perintah yang keluar dari mulut Arkan kali ini membuat Evellyn bergidik ngeri.Melihat mata Evellyn membulat dan wajah yang mendadak pucat, membuat Arkan tertarik memberikan kejutan-kejutan lebih pada gadis di depannya. Dia tak seperti Alena yang agresif.“Ta-pi, Tu-.”“Aku tak ingin dibantah,” ucap Arkan dengan raut wajah sungguh tak bersahabat.Evellyn mengikuti Arkan dengan gigi dikatupkan rapat dan tangan terkepal. Hatinya tak karuan, apa yang akan dilakukan pria ini di dalam kamar mandi.Dengan Enteng Arkan menyuruh Evellyn membukakan pakainnya. Arkan menikmati tiap inci ekspresi wajah Evellyn. Terlihat marah, kesal, dan juga malu namun tak berdaya menolak.Evellyn menutup matanya saat dia membuka resleting celana Arkan. Tangannya gemetar, bibirnya masih terkatup rapat.Evellyn terus menundukkan wajah. Tangan Arkan terangkat, menyibak rambut yang menutupi wajah Evellyn, dengan kasar Evellyn menepis tangan Arkan dari rambutnya.“It’s oke lady, tak usah kasar, aku tak akan menyakitimu,” ucap Arkan mengangkat kedua tangannya, dia mengangkat kakinya mengeluarkan celana.“Kau sungguh terampil, bunga-bunga semalam kau taruh disini. “Arkan mencelupkan seluruh tubuhnya ke dalam bathtub. Menaikkan kedua tangannya. “Gosok-gosok tanganku,” perintahnya.Arkan menyandarkan kepala dan menutup matanya. Evellyn mulai menggosok telapak tangan Arkan.Jari-jari panjang dan lentik namun kokoh. Selanjutnya dia gosok pergelangan tangan, otot-otot halus yang kekar. Lalu evellyn menuju bagian lengan, terlihat otot yang menyembul menandakan kekuatan.“Kenapa berhenti?” suara Bariton Arkan membuyarkan lamunan Evellyn. Dia beranjak pada posisi lain, berganti pada tangan satunya.“Sini.” Arkan menunjuk dadanya. Evellyn menelan ludah melihat bulu-bulu halus di dada Arkan.Dengan kasar Arkan menarik tangan Evellyn menaruh di dadanya dan dengan dada yang berdegup Evellyn menggosok dada bidang lelaki yang bergelar suaminya.Setelah seluruh tubuh selesai digosok Arkan bangun tanpa aba-aba, menuju shower terlihat jelas tonjolan di antara selangkangannya. Beruntung masih ada kain yang menutupi.Setelah selesai Evellyn segera memakaikan Arkan kimono. Uuffff akhirnya selesai monolog Evellyn, dia mengelap peluh yang membasahi dahinya.Setelah makan dan segudang kata-kata yang menyakiti hati, Evellyn menyiapkan sofa untuk tidur. Ia tak ingin tidur bersama laki-laki yang bestatus suaminya saat ini.Biar bagaimanapun laki-laki dan perempuan satu ranjang di khawatirkan ada sengatan listrik.Dia merenggangkan badannya, lelah juga merawat bayi besar ujarnya. Tanpa menunggu Arkan masuk kamar, Evellyn merebahkan tubuhnya dan terlelap.Baru saja Arkan keluar dari ruang kerjanya. Dia pikir Evellyn masih menonton televisi.Didapatinya Evellyn tertidur pulas di sofa kamar dekat jendela. Menggamit guling di tubuhnya. Arkan memandangi wajah Evellyn, tangannya terulur ingin menyentuh wajahnya namun dia urungkan.Arkan menuju ranjang merebahkan tubuhnya dan memikirkan banyak hal. Tak berapa lama nafasnya mulai teratur, bayi bersar sudah berpindah pada Alam mimpi.Pendengarannya menangkap seseorang membuka pintu walk-in closet. Netranya menagkap Evellyn membuka wardrobe. Dia mencari-cari sesuatu, dari tempatnya berbaring Arkan bisa melihat bayang Evellyn.Bayang-bayang Evellyn begitu indah. Kaki jenjang, tubuh ramping, kulit bak pualam. Arkan tersenyum mengingat kejahilannya.Arkan hanya bisa menelan ludah, saat Evellyn menunduk mengambil sesuatu di bawah dan ada bagian tubuhnya tertangkap netra Arkan.Evelyn merasa ada yang memperhatikan. Dia menengok ke arah Arkan. Dengan cepat Arkan menutup matanya.Entah kenapa setelah menutup pintu walk In Closet Evelyn berjalan mendekati Arkan.Dia menunduk, didekatinya wajah Arkan. Sesaat dia perhatikan wajah di hadapannya.“Tampan, tapi jahat,” ucap Evellyn tepat di depan muka Arkan.Uhuuukkk. Arkan tersedak ludah sendiri. Membuat Evelyn terlonjak kaget dan jatuh terjengkang kebelakang.Arkan hanya melotot tak bisa berkata. Membalikkan tubuhnya ke samping. Jantungnya berdegup tak menyangka Evellyn melakukan hal itu.Tak jauh berbeda jantung Evellyn pun berpacu, tak menyangka ternyata Arkan terbangun. Beruntungnya Arkan tak marah. Evellyn terus mengelus-elus dadanya.“Kau tak memiliki pakaian? Suka sekali menggunakan pakaianku! Dan sepertinya kau tak menggunakan bra, Kau benar-benar ingin menggodaku dengan penampilanmu ya?” telisik Arkan.Netranya menatap Dada dan wajah Evellyn yang salah tingkah malu. Dengan cekatan tangannya menutupi bagian dadanya.“Hari ini saya izin, kerumah ibu saya mengambil pakaian Tuan, kemarin saya tak menyiapkan pakaian dibawa kesini."“Dengan pakaian seperti itu?”Evellyn tak menjawab dia hanya menundukkan kepala dan meremas-remas jari-jari tangannya.“Pergilah, tapi setelah ada yang mengantarkan pakaian untukmu,” ketus Arkan melenggang pergi meninggalkan Evellyn.Setelah Arkan pergi, datang beberapa pramuniaga mengantarkan beberapa setel pakain dan pakaian dalam.“Tu orang hebat bener ya, masalah beginian aja pas banget,” Evellyn memakai pakaian yang suaminya belikan.Hari ini Evellyn mengunjungi rumah ibunya. Berita tentang pernikahan sang pengusaha muda sudah tersebar luas, namun identitas si wanita masih menjadi tanda tanya.“Assalamualaikum,”“Waalaikumsalam,”Ibunya menyambut dengan bahagia. Adiknya pun menunggunya, meminta konfirmasi atas pernikahan dadakan ini.“Ka gimana sih, kasih tipsnya dong biar bisa dapet yang begitu,” ucap adik perempuannya yang masih menempuh pendidikan sekolah atas.“Ha ha ha. Tungguin aja tar juga dateng sendiri.” Ucap Evellyn mencomot brownis kesukaannya.“Eve dia baik kan?” tanya Ibu Ana.Ibunya paham pernikahan ini terpaksa. Tak ada cinta di antara mereka, bahkan mereka tak saling mengenal sebelumnya.“Doakan ya Bu, dia menjadi Imam yang sempurna dan baik, “ ucap Evelyn menggenggam jemari ibunya.“Aku gak lama Bu, mau ambil baju-bajuku. Kalo kesorean takut suamiku keburu pulang. Tadi belum siapkan makan malam,” ucap Evelyn tersenyum, menutupi hatinya yang terluka.Evellyn mengemas pakaian ke dalam koper. Tanpa sengaja foto lama yang membuatnya trauma mendalam jatuh di dekat kakinya.Setiap melihat kenangan bersama kedua orang tua kandungnya hatinya perih. Kenapa foto ini masih ada yang tersimpan? Seingat dia dulu sudah dibakar semua.Ayah dan ibunya membakar semua kenangan dengan orang tua kandungnya. Di karenakan, setiap setelah melihat foto itu evellyn akan mengigau dan sakit.Dia segera menyimpan kembali foto itu di bawah baju. Merebahkan tubuhnya di ranjang, menenangkan sesaat. Ia tak ingin mengalami mimpi buruk saat berada di rumah suaminya."Mas gimana keadaan Ervan?" tanya Evellyn. "Baik, sudah lebih baik," "Udah aktif ngantor lagi?" tanya Evellyn penasaran. "Ngapain nanyain Ervan?" tanya Arkan penuh intimidasi. "Aku cuma nanya, Mas. Masa nanya doang nggak boleh?" jawab Evellyn cuek, dia mengalihkan pandangan karna tatapan Arkan yang seperti menguliti. "Begitu aja kesel," ujar Evellyn masih membuang muka. Arkan duduk di sebelah Evellyn. "Nanyain aku aja," ucap Arkan lembut, di dekat telinga Evellyn membuat bulu kuduknya berdiri. "Iisshhh ... Kamu tiap hari liat, perlu di tanyain apa lagi?" jawab Evellyn kesal. "Tiap aku pulang kaya sekarang tanya begini. Mas mau enak-enak nggak? gitu ...." "Iisshhh ... Kamu nggak usah di tanyain pasti minta." jawab Evellyn.
Ervan mengendarai mobil dengan perasaan gelisah, bukan 'kah tadi Aryanti sudah lebih baik, dia meninggalkan Aryanti dalam keadaan baik? Lalu kenapa Dokter mengabarkan Aryanti dalam keadaan kritis. Ervan berlari menuju ruang oprasi, sudah ada seorang perawat yang menunggunya di sana. Ervan menanda tangani berkas dengan cepat, bertanya kenapa bisa Aryanti kembali kritis, tetapi perawat enggan menjawab. "Nanti Dokter penanggung jawab yang akan menjelaskan, Pak,"jawab perawat, gegas masuk ke dalam ruang operasi. Operasi kali ini terbilang lama, setelah Beberapa jam, seorang dokter menghampiri Ervan. "Pak Ervan." Lelaki tampan yang terlihat begitu murung ini mendongak. Bangun dari duduk. Menatap Dokter Eliza. "Alhamdulillah, pasien sudah mendapatkan pertolongan, tetapi kondisinya begitu kritis, semua sudah kami upayakan yang terbaik. Hanya doa kini yang dapat kita lakukan." "Dok, bagaimana bisa kritis kem
"Sebentar lagi kamu bisa pulang, aku nggak akan melakukan yang melanggar undang-undang, Ar." Ervan berkata yakin. Ervan menaruh bekas makan di dekat pintu. "Marni sebentar lagi datang, aku sudah lama nggak ke kantor, aku ke kantor dulu, nggak apa 'kan?" tanya Ervan. "Iya, nggak apa, untung bos baik, boleh kamu cuti," Aryanti tersenyum kecil. "Itulah enaknya," Ervan terkekeh. "Mas cium aku," Aryanti merentangkan tangan, Ervan pun menyambut rentangan tangan wanitanya. Ervan mengecupj wajah Aryanti, tetapi saat Ervan akan melumat bibir Aryanti melengos, aku belum gosok gigi," ucapnya malu. Ervan menahan kepala Aryanti mengecup bibir yang terlihat pucat dan melumat lembut, kehangatan bibir Ervan membuat jantung Aryanti berdetak lebih keras. Kedatangan Marni menghentikan aktifitas mereka. "Maaf, Mbak." Marni kembali
"Sabar ya, Mas semua pasti ada hikmahnya, pasti ada kebaikan di balik semua ini," ucap Evelly saat menjenguk Aryanti. Ervan meyugar rambut kasar, sorot matanya penuh dengan dendam melihat istrinya terbaring, "Kebaikan apa yang di dapat dari kejadian ini?" di dalam hati Ervan terus bertanya. Apalagi setelah mendengar keterangan dokter mungkin telah terjadi tindak pelecahan terhadap Aryanti, karna ada luka lebam di pipi juga bekas ikatan di tangan. Dan ditemukannya sperma saat pertama kali Aryanti di bawa ke Rs. Ervan membekap mulutnya dengan bantal dia barteriak sekencang dia ingin luapkan. "Masss," suara Aryanti menghentikan kegiatan Ervan, lelaki itu menengok pada wanita yang terbaring di ranjang. Ervan melangkah mendekati Aryanti, "Kamu udah bangun Ar?" "Aku di mana? Mas?" tanya Aryanti lemah. "Kamu di Rs. Aku panggil dokter dulu," ucap Ervan, dia membuka pintu memanggil
Ivander mengambil kue bekas gigitan Azalea, lalu memakannya, netra biru itu membola, "Carla benar ini buatanmu?" tanya Ivan tak percaya. "Iya, kalau gak enak, besok aku cari resep yang baru, aku pikir ini sudah enak, teman-teman bilang ini benar-benar enak," Carla berkata pelan. "Tapi ini memang benar-benar enak Carla." Ivan berkata sambil mengambil satu potong lagi. "Bang buruan ngomongnya. Aku udah gak betah," Azalea merajuk manja, melirik pada Carla. Carla memang wanita penghibur, siapapun lelaki yang masuk areanya pasti akan tergoda, tetapi anti baginya menggoda lelaki beristri yang jelas-jelas tak menginginkannya. "Sebentar, sayang," ujad Ivan menggenggam tangan Lea. "Carla semua akan aku atur, mungin tiga hari lagi kamu sudah bisa keluar dari sana," Ivan meyakinkan wanita begincu merah ini. "Tapi, untuk keluarkan aku dari sana, Mr pasti keluar uang banyak, aku harus g
"Bahasa dari mana itu?" tanya Ivan menyungingkan senyum. "Dia bilang sendiri, seneng ya dikejar-kejar jablay kesayangan, bahkan Abang selalu pakai dia." suara Azalea menggebu. "Lea gak usah bahas yang lalu, itu masa kelam abang, malu abang kalo ingat masa itu." Ivan menangkup wajah Azalea. Perlahan melumat bibir yang sedang merajuk. Ivan melakukan perlahan, lembut, lalu menyesap intens. Azlaea mencoba mendorong, berusaha melepas tautan bibirnya, tatapi tangan Ivan kuat memegangi kepala wanita blasteran ini. Masih tak ada respon dari wanitanya, Ivan melepas pagutannya, menatap netra kebiruan Azalea. Kembali mendekatkan bibirnya mengecup lembut lalu menyesap peralahan menjadi lumatan bergairah. Sesekali bibir Azalea merespon menyesap bibir lelaki dihadapan, tetapi egonya lebih besar. Ivander kembali melepas pagutan, "Kenyangin perut bawah dulu aja ya!" Netra biru Ivander mengerling, lelaki ini bangun membuka sabuk tanpa membuka kemeja. Azalea mendegkus kesal, "Masukin kedala