Bersama Arsen adalah kebahagian. Yerin berharap, kebahagiaan mereka bisa berlangsung lama. Meski ia tahu bahwa kebahagiaan tidak ada yang mutlak. Ia tahu, pasti ke depannya ada masalah yang menimpa mereka. Namun, Yerin yakin mereka bisa melewatinya. Mereka pasti bisa menyelesaikan masalah dengan baik. Yerin memejamkan mata—ciuman mereka terlepas. Arsen mengusap keningnya pelan. Mencium keningnya beberapa detik. Yerin menarik tangan Arsen masuk ke dalam. “Dulu aku ada kencan impian.” Yerin menatap rak yang berisi banyak buku. Rak yang berada di atas ranjang kasur. “Menghabiskan waktu berdua sembari membaca buku.”Yerin mengambil satu buku yang menarik. “Semuanya komik…” lirihnya. “Aku baru tahu orang seperti kamu juga suka komik?” “Memangnya aku orang seperti apa?” tanya Arsen mengangkat pinggang Yerin. Membaringkan tubuh istrinya di atas kasur. Yerin menjadikan lengan Arsen sebagai bantalan. “Kenapa tidak ada warnya komiknya?” “Komik memang seperti itu sayang,” balas
“Siapa yang bilang aku sedih?” tanya Yerin. “Aku biasa saja.” Arsen menghembuskan nafas lega. Ia membuka pintu mobil untuk istrinya. “Masuk dulu tuan putri. Kita harus segera pergi dari sini.” Yerin mengikuti instruksi suaminya. “Baik pangeran.” Setelah masuk, mobil melaju keluar dari Mansion. Beberapa kali Yerin menoleh menatap wajah suaminya. Memang datar. Biasanya juga datar. Tapi kali ini seperti sedang memendam sesuatu. “Kita mau ke mana?” tanya Yerin. Mobil masih melaju lurus. “Aku ingin mengajak kamu ke suatu tempat. Aku ragu mengajak kamu ke sana. Tapi di sana adalah tempat favoritku saat aku kacau.” “Sebenta lagi sampai.” Arsen yang begitu fokus menyetir mobil. Akhirnya mereka sampai juga di sebuah rumah samping danau. Rumah mungil dengan dikelilingi pohon. Sedikit menyeramkan tapi—ketika semua lampu menyala. Semuanya menjadi lebih baik. Yerin mendongak—melihat rumah-rumahan di atas pohon. “Tempatku bermain!” menunjuk rumah-ru
Yerin tersenyum menatap lurus. “Aku sangat puas. aku berhasil merubah penampilan Jema 180 derajat. Dia seperti orang yang berbeda sampai Edward tidak mengenali.” Arsen menoleh sebentar dan tersenyum juga. “Kamu begitu senang?” “Iya.” Yerin memeluk lengan Arsen dari samping. Arsen mendekat—mencium puncak kepala Yerin sebentar. Dering ponselnya berbunyi. Arsen mengangkatnya dan menyambungkannya di layar mobil. “Arsen kakek ingin bertemu dengan kalian.” “Kalian?” ulang Arsen. “Kamu dan istrimu.” Arsen dan Yerin saling berpandang. Akhirnya mereka pergi ke rumah kakek dan nenek Arsen. Pada awalnya, Arsen tidak ingin Yerin ikut. Biar dirinya saja. ia tidak mau ada perkataan buruk kakek dan neneknya terdengar Yerin. Tapi Yerin yang ingin datang bersamanya. Yerin yang bersikukuh ikut Arsen datang. Arsen tidak melepaskan tangan Yerin. menggenggamnya dengan erat sampai mereka masuk ke dalam Mansion. Melangkah masuk ke belakang. Ada spot favo
Arsen baru saja turun dari mobil. Ia akan menjemput Yerin. Tapi—baru saja jalan satu langkah sudah bertemu dengan manusia yang selalu saja bertemu dengannya. “Sir!” Edward dengan ceria mendekati Arsen. Arsen menghembuskan nafas. “Aku sudah ditahap muak bertemu denganmu. Kenapa kau selalu ada di mana-mana?” Edward terkekeh. “Karena kita sebenarnya berjodoh.” “Dih.” Arsen bergidik. Edward mendekat—langsung memeluk Arsen. “Terima kasih, Sir. Aku mencintaimu!” “Lepaskan aku!” Arsen melotot. “Pokoknya terima kasih. Aku mencintaimu!” ucapan Edward yang lebih keras. Ada dua orang yang melewati mereka. Menatap mereka dengan tatapan ambigu. “Bu-bukan seperti itu…” lirih Arsen. “Lepaskan aku!” Arsen buru-buru menjauh. “Jangan memelukku sembarangan!” Arsen menunjuk Edward. Edward tertawa. “Kenapa… aku kan suka padamu, Sir.” “Kau gila!” Arsen buru-buru kabur menjauh dari Edward. “Tunggu sir!” Edward berlari mengejar Arsen. Mau tidak mau. Tujuan merek
Demi membuat Jema lebih cantik. Yerin merealakan waktu liburnya yang damai. Yerin akan mengantar ke manapun untuk mengubah penampilan temannya itu. Sebenarnya kulit Jema sudah bagus, hanya saja tidak pernah make up dan tidak menggunakan skincare. Pertama adalah berkonsultasi ke dokter kecantikan. Lalu pergi ke salon untuk menata rambut. “Mau potongan seperti apa?” tanya pegawai salon. Yerin berkacak pinggang. Jema sudah duduk di kursi. Menatap Yerin dari kaca di hadapannya. Yerin sendiri juga bingung. “Jangan terlalu pendek. Aku takut tidak cocok.” Jema mengusap rambut panjangnya. Rambutnya panjang sebatas punggung. Hitam dan lebat. “Kau harus lebih berani,” ucap Yerin memegang bahu Jema dari belakang. Jema menoleh. “Tapi sayang rambutku kalau dipotong terlalu pendek.” Yerin berdecak. “Kau lebih sayang rambutmu daripada penampilan barumu?” “Aku hanya…” mengerjap. “Sudah tidak usah khawatir.” Yerin menenangkan Jema. Ia berdiskusi dengan pegawai salon untuk menentukan
Edward mengusap kening Jema yang berkeringat. Tubuh mereka masih sama-sama telanjang. Tapi—Jema sedikit malu dan memasukkan tubuhnya ke dalam selimut. Memegang selimut dengan kedua tangannya. ia juga berbaring ke samping. Menatap Edward yang sedang menatapnya intens. “Sebenarnya…” lirihnya. Edward menunggu apa yang ingin dikatakan oleh Jema. “Aku sudah bercerita bagaimana keluargaku….” Lirih Jema. Ya… beberapa hari yang lalu, Jema memberitahu Edward bagaimana keluarganya. Keluarganya yang selalu memuji adiknya sendiri, namun selalu menghinanya. Ibu dan ayahnya sama. Mereka menatap sebelah mana Jema yang selalu berpenampilan cupu. Jema juga mengalami penghianatan dari beberapa pria yang dekat dengannya. Mereka yang dekat denga Jema, akan tiba-tiba berhenti. lalu, mengejar adiknya yang lebih cantik. “Apa kamu benar-benar yakin ingin menikah denganku?” tanya Jema. “Tentu. Mau tanya berkali-kali pun jawabanku tetap sama.” Edward tersenyum. “Aku ingin menikah den