“Ngomong – ngomong, sejak tadi kuperhatikan, ponselmu sepertinya baru. Brand perusahaan Mr. Lincoln.”
Tidak ada yang salah dari ungkapan Juan. Ntahlah. Moreau menafirkan suara pria itu nyaris terdengar seperti bergumam. Mungkin sesuatu sedang Juan pikirkan; barangkali suatu hal yang luar biasa membuat pria itu merasa tidak asing. Ya, seharusnya begitu. Moreau tersenyum secara naluriah membayangkan bagaimana reaksi Juan saat teman terbaiknya itu mengetahui satu bagian tentang ponsel pemberian Abihirt. “Ini akan menjadi ponsel keluaran terbaru. Tapi kau harus tahu kalau aku orang pertama yang memilikinya.” Menakjubkan. Moreau tak bisa menahan diri untuk tidak melepas tawa samar, setelah mendapati rahang Juan benar – benar hampir jatuh ke bawah. Kelopak mata pria itu melebar penuh dan sorot perhatian yang tidak pernah lepas sungguh menjadi bagian paling mengesankan. “Tidak adil. Mengapa kau harus memamerkannya kepadaku!” Semacam ungkapan tid“Kau tak bilang Abi memberimu ponsel yang seharusnya masih dalam tahap peluncuran, itu seingatku sebagai istrinya.” Lurus ... perhatian Barbara terpaku pada satu titik di mana Moreau masih menempatkan sentuhan tangan pada benda pipih yang tampak mencolok. Dia segera menelan ludah kasar. Hampir secara naluriah menyembunyikan segala sesuatu dari hadapan Barbara, tetapi sisa keberanian dalam dirinya terus mengingatkan supaya tidak menunjukkan ketakutan mencolok. Barbara akan menaruh rasa curiga ketika dia bersikap sangat berlebihan. “Aku tidak tahu ini ponsel keluaran terbaru.” Masih dengan pola yang sama. Kebohongan akan selalu berakhir dengan kebohongan lainnya. Moreau tidak yakin apakah Barbara akan menunjukkan reaksi signifikan saat wanita itu terlihat sangat memikirkan pelbagai hal dengan detil. Ini terlalu berbahaya. Iris biru terang Moreau begitu singkat menyambar ke arah Juan. Memberi pria itu isyarat supaya mereka tetap diam, seolah tidak tidak a
Sudah Moreau duga. Itu pertanyaan menjebak. Dia harus lebih pintar memikirkan sedikit celah untuk membuat semua ini menjadi lebih mudah dipahami. Juan di sana hampir menjadi patung, yang hanya mendengar tanpa berani menyerahkan komentar. Perlahan, Moreau menarik napas dalam. Dia tidak akan melibatkan siapa pun. Ini akan selesai bersama ibunya. Berdua, diliputi sorot perhatian yang tidak pernah lepas di antara mereka. “Aku ingin memilih, jika diberi pilihan, Mom. Mengapa kau selalu membebankan sesuatu pada satu pihak? Kau tahu aku tidak pernah menginginkan kalung ini. Kau yang menyerahkannya langsung kepadaku atas permintaan Abi. Kau seharusnya bertanya kepada suamimu. Dan kalaupun kau sudah bertanya, seharusnya kau mengerti.” “Aku lelah dengan semua tuduhan yang kau berikan, Mom,” Moreau meneruskan dengan nada suara yang terdengar nyaris menyerupai lirih. Dia sedikit mengangkat separuh tubuh ketika berbicara bersama ibunya dan sekarang, diliputi gerakan cukup kasa
“Kau dasar rubah licik.” Benar. Pria itu baru saja mengatakan hal yang membuat Moreau menautkan kedua alis heran. “Apa maksudnya itu?” tanyanya diliputi nada menuntut. “Kau membohongi ibumu dengan sangat mulus.” Itu hanya kebutuhan mendesak. Moreau juga tidak berharap bahwa dia akan cukup mampu melakukan hal demikian di hadapan ibunya. Sedikit bersyukur bahwa Barbara tidak melibatkan percakapan lebih jauh mengenai beberapa kecurigaan wanita tersebut. “Jangan memanggilku rubah licik. Aku terpaksa berbohong. Kau tahu itu,” ucap Moreau setengah menuntut. Biarkan Juan memikirkan beberapa hal. Kelopak mata pria itu setengah menyipit diliputi sorot mata yang menerawang ke arahnya. “Aku pikir Mr. Lincoln akan datang.” Sungguh, demi setengah kewarasannya yang hampir benar – benar terompak tak bersisa. Moreau ingin, sekali saja, agar mereka tidak membicarakan Abihirt di sini. Percuma. Apa pun yang coba Juan katakan, tidak akan memberi suami Barbara s
Keheningan kembali pecah ke permukaan. Kali ini bukan serentetan pertanyaan Juan lagi. Namun, getar ponsel dan pesan dari satu orang yang sama, menarik perhatian Moreau dengan lekat. Foto – foto di padang pasir. Dia hampir tak ingat jika sempat meminta hal demikian dari ayah sambungnya. Abihirt mungkin tak memiliki banyak waktu. Atau memang tidak pernah memikirkan sesuatu yang dirasa tidak penting. Hanya kebetulan merasa ini adalah saat yang tepat. Mungkin pria itu menyadari kalau – kalau dia tidak akan—sama sekali—membalas pesan apa pun, termasuk tentang semua foto ini. Semua foto di mana segala prospek tampak begitu indah. Tanpa sadar, lekuk bibir Moreau membentuk senyum tipis saat dia mengulir layar ponsel. Sorban di kepalanya, yang terlihat rapi dan cantik, terutama ketika itu merupakan bagian dari sentuhan tangan Abihirt, begitu cocok—memberi kesan berbeda di wajahnya. Moreau tidak lupa sisa hal yang masih melekat dari perjalanan hari itu; ingat
“Kau sudah tidur, Darling?” Barbara memiringkan separuh tubuh dengan salah satu lengan menekuk di permukaan ranjang. Lampu tidur yang redup hanya sedikit memberinya prospek bagus mengenai apa yang sedang Abihirt lakukan. Namun, mungkin perlu Barbara katakan bahwa wajah pria itu benar – benar sedang terpejam. Tidak mustahil untuk mengetahui Abihirt mudah terlelap setelah efek samping obat. Dia telah menyelesaikan sisa hal yang dibutuhkan dan sekarang ... satu bagian tertunda sedang menunggu sekadar dilanjutkan. Barbara tak pernah lupa bahwa dia sangat menargetkan ponsel Abihirt. Beberapa perdebatan dan jarak bersama pria itu membuatnya harus sedikit lebih sabar. Paling tidak, untuk saat ini Abihirt tampak tidak benar – benar peduli pada benda pipih di atas nakas. Tidak sulit meraih apa pun itu. Barbara hanya perlu sedikit bergeser. Membiarkan ranjang berderak samar, kemudian mengulur lengan panjang – panjang melewati tubuh suaminya. Dia merasakan jak
Semua plastik kertas belanjaan masih tersusun utuh di bagasi mobil. Barbara sedikit berdecak ketika harus membawa apa saja yang telah Abihirt sediakan untuknya. Pria itu sungguh tidak menyentuh, terutama karena dia masih sangat ingat jika suaminya sempat membawa mobil pria itu pergi setelah perdebatan mereka tergantung begitu saja. Mungkin Abihirt lupa, atau barangkali suaminya terlalu mabuk. Sungguh, kali ini Barbara tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Satu langkah tersisa dan dia segera membuka pintu kamar; kemudian menutup dengan hati – hati supaya tidak meninggalkan suara sekecil apa pun. Dia setengah menghela napas saat meletakkan semua kantong belanjaan di atas ranjang. Kamar kembali menderang dan sesaat Barbara menoleh ke wajah Abihirt sekadar memastikan suaminya tidak terpengaruh oleh siraman lampu yang mendadak menyebar ke seluruh ruangan. Abihirt memang masih tidur. Seperti itu lebih bagus. Perlahan, Barbara mengambil satu bagian untuk melihat isi bagian
“Kau mau ke mana?” tanya Barbara sarat nada sanksi ketika satu langkah lebar itu akan kembali dilanjutkan menuju pintu keluar kamar. “Ke mana saja, asal tidak di sini.” Jawaban Abihirt singkat, tetapi mendesak Barbara untuk melakukan tindakan serupa. Dia mengambil langkah cepat menyusul suaminya yang pergi begitu saja. “Tapi kau sedang sakit,” Barbara bicara nyaris diliputi nada lantang—malam terlalu sunyi untuk membiarkan suara apa pun terdengar benar – benar keras. Dia menipiskan bibir—geram—mengetahui bagaimana Abihirt terus menjejalkan kaki menuruni undakan tangga. “Abi!” Barbara sudah tidak peduli bagaimana jika ternyata telah begitu berlebihan menanggapi sikap suaminya. “Sekali saja kau berani melangkahkan kaki keluar dari rumah ini. Aku tidak akan segan – segan membuang anjingmu!” dia meneruskan sambil menatap bahu pria itu lamat. Abihirt berhenti sesaat. Ketika suaminya berbalik badan. Sungguh—mata kelabu itu menatap luar biasa tajam. Abihi
“Berhenti minum, Abi. Kau sudah hampir mabuk.” Andai saja Roki tahu bahwa Abihirt akan menemintanya menemui pria itu di sini untuk minum – minum begitu banyak. Mungkin, dia akan sangat menolak. Tadi pagi, lewat panggilan telepon, rasanya sudah cukup menerima ocehan Roger yang panjang. Si dokter profesional menduga jika ada keterlibatan antara dirinya dan penyebab Abihirt mabuk, padahal tidak. Roki bahkan tidak tahu kalau ternyata makhluk pendiam seperti ini akan kewalahan menghadapi masalah rumah tangga. Abihirt memang tidak bercerita, tetapi sebagai seseorang yang mengenal pria itu cukup lama. Dia bisa menebak ... tidak akan ada yang lebih buruk dari masalah internal pernikahan, karena bagaimanapun ... Abihirt memang terlihat jauh lebih kacau setelah benar - benar terikat bersama wanita. Pertengkaran merupakan sesuatu yang wajar, dan dia pikir itu memang sesuatu yang diperlukan sebagai pelengkap hubungan—supaya tidak terasa hambar. Setidaknya, hal – hal menantang se
“Kau lagi!”Suara Juan menggantung di ujung tenggorokan. Pria itu dalam sekejap tersulut amarah. Semua tampak begitu jelas ketika Juan melebarkan langkah ke arah Abihirt diliputi gestur ingin melayangkan pukulan mentah.Bugh!Sebaliknya pria itu mendapat hujaman luar biasa keras dari kepalan tangan Abihirt. Sial. Juan berdarah dalam sekejap.“Astaga, Abi! Apa yang kau lakukan?”Moreau segera bersimpuh. Ingin melihat langsung bagaimana kondisi Juan setelah pria itu terjerembab jatuh ke atas lantai. Dia meringis ketika Juan mengaduh kesakitan. Makhluk yang malang. Moreau menipiskan bibir, merasakan sangat ingin melimpahkan semua kesalahan kepada Abihirt. Dia mendelik pria itu tajam, lalu berkata, “Kau tidak seharusnya memukul Juan sampai seperti ini, Abi!”“Aku tidak bermaksud. Hanya kelepasan.”Abihirt seperti memutar kembali kalimat yang dia katakan mengenai situasi Juan kemarin. Persetan dengan pria itu. Moreau tidak mengatakan apa pun lagi, selain
“Di sini sudah tidak aman, Moreau. Kau bisa tinggal di kediamanku selama yang kau mau.” Suara serak dan dalam pria itu terdengar persis setelah melewati ambang pintu kamar mandi. Sebelah alis Moreau terangkat tinggi sebagai respons pertama, kemudian bertanya, “Tinggal di kediamanmu? Bagaimana dengan ibuku?” “Aku menceraikannya.” “Menceraikannya? Bukankah kalian sepakat menghancurkan karier-ku?” “Aku tidak tahu kalau dia akan menyebarkan bukti perselingkuhan yang diambil dari kamarmu. Tapi satu hal harus kau tahu. Program itu khusus kubuat untuk mendiang ibuku. Aku bahkan belum tiba di sana sekadar mengetahui apakah acara yang kubuat berjalan dengan baik atau tidak. Ibumu melakukan sabotase, supaya aku tidak hadir tepat waktu dan dia bisa menyebarkan kebohongan. Kau tak seharusnya percaya apa yang dikatakan ibumu. Wanita licik itu berusaha merusak hubungan kita.” Hubungan kita .... Moreau menggarisbawahi pernyataan terakhir ayah sambungnya. Tidak a
Tersisa mereka berdua. Moreau menelan ludah kasar menyadari bagaimana Abihirt seperti memperhatikan wajahnya begitu lamat. Tidak ada peringatan, pria itu segera melangkahkan kaki menuju kamar, bahkan menjatuhkan tubuh Moreau sangat hati – hati untuk duduk di pinggir ranjang. Sekarang, Abihirt bersimpuh diliputi kebutuhan menerawang ke penjuru kamar. Moreau mengernyit. Sedikit heran menyadari ayah sambungnya seperti mendapat sesuatu, kemudian pria itu berjalan ke arah nakas—mengambil sebuah benda asing; bukan kepunyaan Moreau, apalagi Juan. “Kamera kecil.” Suara serak dan dalam Abihirt seperti bergumam. Itu jelas membuat Moreau berpikir lamat. Samuel mendesak supaya dia menuntun pria tersebut menuju kamar. Apakah mungkin? “Kurasa, dia ingin mengirimkan bukti rekaman kepada ibumu.” Sepertinya, metode analisis Abihirt bekerja lebih cepat. Moreau mengakui itu terdengar masuk akal. Hanya merasa tak yakin mengapa ibunya melakukan hal demikian. “Boneka
“Kau sangat suka saat Abi menyentuhmu. Mengapa di sini kau malah menolakku, Pelacur Kecil?” Ambisi di balik suara Samuel tak bohong. Moreau bisa mendeteksi bagaimana pria itu seperti memiliki rencana lain ketika gagal melakukan apa pun, mengingat dia masih sangat melakukan penyangkalan penuh. Sorot mata di sana seakan sedang mencari situasi terbaik. Napas menggebu – gebu dan dorongan tak terduga merupakan bagian perhatian Moreau yang tak bisa dia lepaskan terhadap pria itu. Samuel mulai terlihat kalap usai satu tendangan kasar darinya membuat pria tersebut mundur beberapa langkah. “Pelacur kecil sialan!” Tidak ada petunjuk ketika akhirnya Samuel mengambil tindakan untuk meletakkan cengekraman di batang leher Moreau. Pria itu benar – benar melakukan suatu prospek mencekik yang luar biasa mencecoki jalan napas di rongga dada. Moreau berusaha memukuli lengan pria itu. Dia mulai tersedak. Mungkin akan segera kehilangan kesadaran jika Samuel masih dengan k
Barbara tidak bisa terus – terusan berada di sini. Bagaimanapun, dia harus bisa mencari cara melarikan diri. Ada keuntungan memberi tahu Samuel untuk melakukan apa pun yang pria itu mau kepada Moreau. Sekarang, Abihirt mungkin tidak akan memiliki waktu lebih banyak; tidak akan sampai di sana tepat sebelum Samuel menjalankan aksi kejam. Suaminya akan menyaksikan sendiri bagaimana pelacur kecil pria itu tidak selamat. Lihat saja .... *** “Lepaskan tanganmu. Aku tidak mengizinkanmu berbuat hal buruk di sini!” ucap Moreau memberontak hebat. Nyaris tidak memikirkan keberadaan pisau dapur, yang dia tahu bisa menjadi bahaya mengancam. Samuel bisa saja mengambil keputusan lebih menyakitkan ketika keinginan pria itu tidak tercapai. Samuel melakukan seks lebih sering bersama Barbara. Apakah pria itu tidak puas? Moreau mungkin tidak begitu tahu tentang hubungan keduanya. Dia hanya .... Menyadari keberadaan Samuel jelas bukan kebetulan semata. Apakah Barbara dalan
Mendadak, sisa napas di kerongkongan Barbara menyempit. Dia meringis kesakitan, sementara urat – urat tangan Abihirt mencuak sangat mengerikan, seolah pria itu sudah tidak peduli apa pun, selain kebutuhan mencekiknya dengan kuat. “Kau bisa katakan semua yang kau inginkan di neraka.” Tiba – tiba segerombolan udara menyergap nyaris menyerbuk rongga dada Barbara. Dia terbatuk keras, tetapi belum sepenuhnya memahami situasi di sekitar ... tangan kasar Abihirt, yang menjambak di rambutnya segera mengambil andil. Abihirt seperti memiliki rencana lain; tidak peduli bagaimana pria itu menyeret langkah mereka ke ruang lainnya, sementara Barbara harus menahan rasa sakit dan mati – matian menyeimbangkan porsi perjalanan menuju tempat—mungkin lebih mengerikan. Suara Barbara menyerupai cicit ketika dia diseret jatuh terjerembab, hingga berhenti persis di depan dinding dengan sebuah figura besar sedang tergantung di sana. Pelbagai pemikiran di benak Barbara menyiratkan ba
“Aku akan masuk. Kau janji tidak akan lama?” tanya Moreau. Terlalu lama berdiam diri di dalam mobil bukan prospek bagus. Mereka memang tiba sesaat setelah Juan mengajukan pertanyaan. “Aku janji tidak akan lama. Hanya mengambil beberapa pakaian dan keperluanku saja.” Benar. Moreau meminta Juan untuk menginap lagi. Menemaninya sampai merasa lebih baik dan bisa melakukan segala aktifitas sendiri. Mobil yang Barbara katakan sudah siap dari proses perbaikan ... memang sudah di kirim ke rumah ini. Hanya saja, dia sudah terbiasa bersama Juan yang selalu menyetir. “Kalau begitu hati – hati di jalan. Jangan ngebut, kau mengerti?” “Ya, Amiga. Tidak perlu khawatir.” Moreau tersenyum tipis, kemudian memutuskan untuk membuka sabuk pengaman. Dia melambaikan tangan setelah menginjakkan kaki di halaman depan rumah. Menunggu sampai mobil Juan hilang dari tikungan, baru melanjutkan langkah membuka pintu yang tampak sedikit ... aneh. Kening Moreau mengernyit, mengingat betul bahwa pintu rumah
“Jadi kau sudah tahu?” Suara serak dan dalam Abihirt persis begitu dekat. Lagi – lagi Barbara menelan ludah kasar, bahkan segera tersentak saat ruang untuk beranjak mundur telah habis dibatasi dinding kamar. Napas Barbara segera tercekat diliputi tangan kasar Abihirt yang mencekiknya dengan hebat. Pria itu kalap. Hampir tidak pernah ada tindakan mengerikan seperti ini, dan Barbara tidak bisa melakukan apa pun ... selain berharap Abihirt akan segera sadar. “Aku yakin kau juga sudah tahu kalau keputusan untuk menikahimu hanyalah ajang pembalasan dendam. Sekarang kau akan merasakan semua akibat dari perbuatanmu di masa lalu.” Di mata kelabu itu, sungguh tidak ada ampun. Barbara bisa melihat dengan sangat jelas bahwa Abihirt luar biasa membencinya. Ternyata begitu banyak topeng penyelematan, meski saat ini ... semua akan diselesaikan hingga tuntas. Barbara memejam sebentar. Cengkeraman Abihirt masih cukup memberinya kesempatan bicara. Dia mati – matian mengumpulkan hasrat untuk
Ujung tenggorokan Barbara seakan tercekat membayangkan pernikahan ini adalah ajang balas dendam. Dia tidak sedang mengenakan kostum penyesalan. Apa yang terjadi 20 tahun lalu adalah murni atas ketertarikan seseorang terhadap seseorang lainnya. Dia memang ... tahu bahwa Soares Villur Alcaraz telah memiliki istri. Begitu pula dengan mendiang suaminya, Jeremias Riveri. Namun, kematian Vanesia adalah gambaran tidak terpikirkan. Dia merasa .... ketika Soares akan memilihnya, itu merupakan bentuk keajaiban yang pantas. Mereka sempat merencanakan pernikahan setelah kematian Vanesia, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Rasa bosan ... hal tersebut dapat dipahami. Lagi pula, bersama Soares, Barbara sudah mendapat apa yang dia inginkan. Kemudian, dia mulai mengejar Jeremias. Semua terjadi seperti itu. Abihirt .... Barbara tidak bisa diam begitu saja. Perhatiannya mengedar ke pelbagai arah. Dia sebaiknya menggeledah supaya menemukan petunjuk lebih banyak.