“Tidak biasanya Tuan Abi tidur lebih awal setelah menemani anak – anak di kamar mereka.”
Suara Caroline lebih dulu memecah keheningan di sekitar. Wanita paruh baya itu benar, setidaknya. Moreau menyaksikan sendiri bagaimana pria yang sedang mereka bicarakan melangkah keluar dari kamar Lore dan Arias ke kamar lainnya—tempat biasa dia tidur. Mereka masih akan berbagi ranjang satu malam ini. Hanya berbagi ranjang tanpa melakukan segala sesuatu di luar batas yang telah Moreau tentukan. Abihirt telah setuju. Itu point penting utama.Moreau mengembuskan napas dengan pelan dan menatap Caroline diliputi pelbagai pemikiran yang menggantung di lehernya. Ada dua kemunginan mengapa mereka membicarakan hal ... sebenarnya tidak masuk ke dalam daftar keinginan.“Kurasa Abi kelelahan karena sepanjang hari harus melayani kegiatan si kembar.”Bisa pula, keputusan pria itu disebabkan oleh kemunculan Mansilo Hubber secara mendadak. Moreau tidak ya“Pergilah. Aku tidak ingin kau melihatku seperti ini.” Suara serak dan dalam itu terdengar parau. Apa yang sebenarnya terjadi? Moreau tidak pernah tahu bahwa akhirnya akan ada tindakan menyakiti diri sendiri. Dulu, di ruangan yang sama ini, Abihirt sering memberinya rasa sakit. Sekarang mengapa? Tidak akan pernah ada jawaban jika dia tidak berusaha bertanya langsung, tetapi insting justru hanya menuntut supaya menyentuh rahang kasar pria itu. Memberikan sentuhan ringan, seolah dengan tindakan tersebut; Moreau akan tahu bahwa Abihirt akan menunjukkan sikap sedikit lebih tenang. “Kau tidak bisa tidur?” Sebaliknya, demikian yang dia tanyakan. Moreau tidak tahu apakah ini mungkin akan cukup membuat mereka memulai percakapan. Abihirt cenderung menghindari kontak mata, meski kali ini Moreau bisa merasakan bagaimana jari – jemari besar pria itu menyentuh punggung tangannya. “Lihat aku, Abi.” Lagi. Moreau tidak akan menyerah. Memutuskan untuk menangkup rahang A
Seperti perkiraan, Moreau menghabiskan satu jam lamanya di dapur. Sekarang dia merasa lebih baik dan memang memutuskan untuk melangkah kembali ke kamar. Yang sesekali mengedarkan pandangan ke pelbagai arah.Mansion Abihirt semacam meninggalkan sensasi yang Moreau sendiri tak bisa menjabarkan seperti apa. Terlalu suram, bahkan jika pria itu ingin mengisi kekosongan dengan suara teriakan anak – anak. Dari posisi beberapa undakan anak tangga yang telah dia lewati, Moreau menghentikan langkah sebentar, seolah ada beberapa kenangan ... berusaha merangkak masuk ke dalam dirinya. Semua begitu sulit dipahami. Dia benci saat – saat seperti ini.Andai saja, tidak pernah setuju untuk ikut. Mungkin, tidak akan pula merasakan bagaimana jantungnya seperti diperas dengan keras. Ketika darah telah menetes, itu benar – benar menjadi sesuatu yang mengerikan. Tanpa sadar, Moreau menarik napas dalam – dalam. Masih dengan kebutuhan sekadar mengamati beberapa pemandangan. Meski harus tersentak ketika tib
Sudah larut malam dan penyesalan menjadi satu – satunya masalah serius yang sedang Moreau hadapi ketika semua orang mungkin sudah tertidur lelap, tetapi tidak dengannya. Begitu banyak pemikiran tak terduga yang muncul secara mendadak. Itu cukup memberi pengaruh mengapa dia masih berguling secara bergantian; mengatur posisi paling nyaman hanya untuk mendapatkan tidur yang tenang. Tidak tahu mengapa firasatnya mengatakan hal buruk. Moreau tidak mengerti apa yang salah. Apakah dia terlalu menganggap serius pembicaraan yang dilakukan bersama Abihirt terakhir kali, sebelum akhirnya pria itu tidak lagi memutuskan untuk keluar kamar setelah saat – saat tersebut. Moreau takut kalau – kalau Abihirt menganggap serius penolakan yang dia berikan. Makan malam bahkan hanya dilakukan bersama anak – anak. Pria itu memilih tidak hadir; dengan alasan yang Emma berikan bahwa sang majikan terlalu sibuk menyelesaikan pekerjaan tertunda dan akan menyusul belakangan.Namun, sampai mereka selesai: anak – a
Ekspresi Emma mencoba untuk tidak terlihat mencolok, tetapi Moreau bisa mendeteksi sendiri gelengan samar yang merupakan gestur utama. “Sendiri, Ms. Tuan sering berada di dalam sana sendiri.” Ini mengejutkan. Ada usaha untuk benar – benar memahami maksud dari pernyataan Emma. Atau mungkin, Moreau sedang berusaha menemukan jawaban dari keputusan Abihirt sekadar mengurung diri sendiri di ruang merah. Kegilaan apa lagi yang bisa menjadi kemungkinannya? “Apa yang dia lakukan sendiri di dalam sana?” Pada akhirnya, Moreau tak bisa menahan diri lebih lama. Dia melihat kegugupan yang sama di wajah Emma dan perlahan wanita paruh baya itu menggeleng samar. Bisa diterima jika memang Emma hanya mendapat separuh informasi. Moreau tahu Abihirt; mereka semua tahu Abihirt; tidak mudah mengetahui apa yang pria tersebut lakukan, atau sekadar melakukan sesuatu di luar batas pemikiran seseorang. “Aku mungkin akan menemui anak – anakku,” ucap Moreau setelah mereka berjalan sampai di ruang tamu. Emma
“Kamar khusus untuk mereka sudah disiapkan, Ms. Tidak jauh dari kamar utama.”Moreau tidak tahu bagaimana dia akan menafsirkan bentuk keramahan yang Emma tunjukkan. Rasanya terlalu mengejutkan saat dirinya terlalu canggung karena sudah lama sekali tidak bertemu, dan ketika mereka memiliki kesempatan itu; dia datang bersama dua bocah kembar. Tidak perlu memberikan informasi siapa Lore maupun Arias sebenarnya. Moreau yakin Emma sudah mengetahuinya.Dia mengerjap cepat; segera menatap wanita paruh baya itu dengan gelengan samar.“Tidak. Aku ingin di kamar tamu saja,” ucapnya sebagai keputusan final.Ada keraguan di mata Emma. Dia mengerti kalau – kalau wanita paruh baya itu mungkin sedang memikirkan bagaimana reaksi Abihirt nantinya. Sang majikan telah memberi perintah secara spesifik. Memang rasanya mustahil jika Emma akan setuju begitu saja.Masih dengan keputusan yang sama. Moreau meraih koper miliknya; dia hanya tamu biasa; Emma tidak perlu melakukan segala sesuatu sendiri.“Majikanm
Kali pertama menginjakkan kaki di mansion mewah ini, Moreau merasa hampir kewalahan menghadapi pelbagai bentuk kenangan buruk yang menyergap padat di jantungnya. Begitu menyesakkan mengingat bahwa ini adalah tempat paling sering didatangi hanya untuk melakukan hal – hal tabu.Tidak dimungkiri pula, ada keabsahan dari rasa penasaran membludak. Bertanya – tanya sudah seperti apa ruang merah itu. Apakah Abihirt melakukan perubahan signifikan?Benak Moreau berusaha mengambil kesimpulan yang tepat, tetapi dari suguhan di hadapannya. Dia nyaris tidak melihat sesuatu yang asing; semua masih terlalu sama. Apalagi, gambaran suram di sekitar terlalu menyengat, seolah memang seperti inilah keinginan terbesar Abihirt. Tidak akan pernah ada warna yang bagus—sanggup melengkapi kekosongan pria itu.“Daddy, ini benar rumahmu? Wow, besar sekali!”Reaksi takjub Arias membuat Moreau nyaris meringis. Lore sendiri sudah terlihat tercengang ketika mata kelabu di sana tampak menelusuri dinding – dinding di