Nyaris terlalu lama Moreau menunggu di kantor ayah sambungnya seorang diri, saat Abihirt tidak memiliki sedikitpun kesempatan untuk menolak apa pun yang telah dia deklarasikan.
Memang. Ada bentuk alternatif lain yang telah ditawarkan kepadanya, tetapi dia sungguh menolak jika Gabriel ditugaskan membelanjakan sesuatu sebagai bentuk kebutuhan krusial terhadap saat - saat seperti ini. Hal paling penting dicegah adalah dengan tidak membiarkan orang lain tahu tentang desakan mendadak yang hampir lupa disematkan ke dalam daftar utama. Moreau merasa malu hanya dengan membayangkan, andai Gabriel menerima sedikit petunjuk, meski pada akhirnya dia tahu bagaimana cara Abihirt mengambil sikap setuju. Tidak terlalu buruk mendapati ayah sambungnya menaruh beberapa perhatian, meski itu bukan kali pertama Abihirt menunjukkan sikap—yang semua orang inginkan, termasuk dirinya, terutama Barbara. Untuk beberap saat Moreau menatap pantulan wajah di depan cermin. Keran air tidak“Kapan kau pergi keluar kedua kalinya untuk memberi burger?” dia bertanya hampir tanpa jeda, sementara sebuah pemandangan indah itu seperti tak pernah ingin meninggalkan apa pun di antara mereka. “Sudah kubeli sejak tadi. Hanya menunggumu selesai dengan urusan pentingmu." Mungkin seharusnya seperti itu. Tadi, selain buru – buru menerima plastik berisi hal yang sangat dia butuhkan, Moreau sempat melihat sesuatu lainnya di tangan Abihirt. Hanya tidak mengira pria tersebut memikirkan bagian pelengkap. Akan lebih adil jika menerima sebentuk burger yang mengiurkan—seperti dipesan khusus hanya untuknya. “Kau hanya membeli satu?” Moreau tak ingin dianggap begitu terburu. Dia memulai sedikit percakapan, meski merasa sangat mustahil andai ayah sambungnya tiba – tiba memiliki disiplin makan sehat yang berubah. “Aku masih kenyang.” Tentu saja akan seperti itu. Secara teknikal burger tersebut menjadi miliknya. Moreau tidak keberatan jika menuntaskan sendiri m
“Aku tidak pernah bilang kalau aku menyukai penis-mu,” ucap Moreau sebagai sanggahan, yang secara naluriah membuat Abihirt menyeringai samar. Perlu digaris bawahi makna kotor di antara pembicaraan mereka, telah berulang kali mengingatkan agar dia tidak bersemu merah. Bagus jika masih tersisa keberanian sekadar menantang. Seharusnya tidak melewatkan kali ini. Moreau menyadari Abihirt tidak akan mengatakan apa pun lagi, sehingga dia mengulurkan sebelah lengan ke bawah hanya untuk membuka pengait dari sendal bertali, kemudian membiarkan satu kaki bertelanjang dan mencicipi lantai kantor yang dingin. Kebetulan mata kelabu itu sedang bersungguh – sungguh menaruh perhatian pada serentetan kalimat di balik dokumen penting. Perlahan, Moreau memulai sentuhan di bawah meja—menggerakkan jari – jari kaki persis di tulang kering ayah sambungnya. Berharap itu merupakan bagian paling mencolok, tetapi sungguh Abihirt diam dan nyaris tidak menunjukkan reaksi secara spesifik. Dia
“Boleh aku titip jas kerja Abi kepadamu, Caroline? Kemarin tertinggal bersamaku, tapi aku lupa mengembalikan langsung kepada pemiliknya.” Moreau mencari saat – saat yang tepat untuk menemui Caroline di dapur, dan juga perlu digaris bawahi ... ternyata dia tak sungguh berani mengatakan yang sebenarnya kepada wanita paruh baya yang terlihat bingung. Sedikit bersyukur bahwa Caroline tidak menolak apa pun. Malah, segera menerima lipatan kain rapi—dengan ntah bagaimana Moreau merasa harus benar – benar melakukan perawatan terhadap jas kepemilikan ayah sambungnya. “Bukankah Anda tadi baru saja bertemu Tuan Abi saat makan malam, Nona?" Hening beberapa saat dan ketika Caroline bicara, Moreau harus menipiskan bibir, kemudian tersenyum gugup. “Ibuku akan terus bertanya jika melihatku mengembalikan jas ini langsung kepada Abi. Kau tahu sendiri bagaimana rumitnya berhadapan langsung dengan ibuku." Sambil mengedikkan bahu, Moreau berusaha memahami reaksi Caro
Berulang kali, Moreau merasa harus benar – benar memantapkan pilihan setelah menunggu ibunya terlihat bisa diajak melakukan percakapan. Setidaknya memang tepat saat – saat makan malam selesai dan wanita itu kembali sibuk dengan layar monitor yang manyala. Mungkin pekerjaan Barbara belum selesai. Mungkin ibunya merasa perlu ambisi lebih pesat ketika apa yang ingin Moreau sampaikan adalah sesuatu yang relevan. “Aku datang ke tempat ini bukan untuk basa – basi, Moreau. Mengingat kau pernah menjadi foto model-ku dan penjualan kami mendadak mengalami peningkatkan signifikan, aku ingin mengundangmu kembali menjadi modelku. Bagaimana? Kau setuju?” “Tapi, aku tidak yakin dengan ibuku. Dia sangat marah mengetahui aku melakukan pemotretan. Mungkin juga tidak akan sangat marah jika tahu aku menjadi model-mu tanpa memberitahunya.” “Kalau begitu kau harus bicara dengannya. Bujuk ibumu sampai dia mau.” Itu percakapan beberapa waktu lalu. Awalnya Moreau sedikit terkejut me
Pintu kamar terbuka sedikit membuat Moreau tersentak saat dia sedang diliputi kesibukkan memainkan ponsel. Tidak ada peringatan dari Abihirt bahwa pria itu akan tiba – tiba melangkah masuk. Memperlihatkan ekspresi nyaris tidak terbaca. Menjulang tinggi di sana dengan penampilan yang hampir tanpa celah—masih dalam balutan jas kerja. Rasanya Moreau cukup terpengaruh ketika satu langkah Abihirt mengantar pria itu lebih dekat. Belum ada percakapan yang terduga akan dimulai. Bagian tersebut cukup mendesak supaya dia menduga ayah sambungnya bukan hanya sekadar datang, tetapi ada tujuan tertentu dan tidak ingin diungkapkan dengan gamblang. Secara naluriah Moreau mengatur bahu bersandar tegap di kepala ranjang. Iris biru terangnya tidak pernah luput dari setiap detil tindakan hingga bokong pria itu menyentuh pinggir ranjang. Betapa dia hampir menahan napas saat suara ranjang berderak menjadi satu – satunya hal paling lantang. Walau tak dimungkiri, ketenangan di antara mereka tidak
“Apa itu?” tanya Moreau sambil menelan ludah kasar. Hampir benar – benar tak bisa mengalihkan perhatian di telapak tangan ayah sambungnya. Abihirt tidak langsung mengatakan sesuatu. Namun, pria itu menempatkan posisi untuk menghapus sisa jarak di antara mereka. Sekarang lebih dari cukup sekadar bersentuhan. Moreau menahan napas setelah tidak mendapat petunjuk bahwa ayah sambungnya akan mengulurkan tangan menyentuh liontin yang bergantung cantik pada rantai kalung—kemudian seperti menghela napas samar. Aneh. Moreau tahu mungkin itulah yang akan dia pikirkan, tetapi tidak dimungkiri bagaimana ketertarikan di benaknya jauh lebih besar mendesak beberapa pemikiran, tanpa membayangkan sesuatu secara serius; atau mengira Abihirt akan melakukan hal konyol. Malah, dia tidak bisa memindahkan perhatian dari pria itu. Menatap terlalu dekat dengan napas mereka saling bertautan di udara. Hening terlalu pekat dan dia masih belum menemukan cara sekadar merangkak ke permukaan, seakan ikut terje
Moreau tersenyum tipis ketika dia merasa tersesat; apakah perlu berterima kasih atau tidak atas pertemuan, hingga takdir mereka yang kejam. Dia menyukai ayah sambungnya. Sial—malah mencintai suami Barbara. Berharap akan ada saat – saat di mana bisa memiliki Abihirt—sebentar saja. Namun, pria itu tidak ditakdirkan untuknya. Tidak akan pernah. “Boleh aku mencium-mu, Abi?” tanya Moreau lambat. Betapa pun berusaha bersikap waras, dia justru mendapati dirinya hampir benar – benar kehilangan arah. Situasi di antara mereka keliru, walau reaksi Abihirt nyaris tidak begitu singkat. Pria itu butuh beberapa saat untuk menanggapi. Barangkali terkejut karena Moreau tidak pernah meminta sesuatu yang seperti ini. “Boleh atau tidak?” Tidak sabar. Mungkin itu dapat menggambarkan desakan di benaknya. Moreau ingin menyelam ke dalam iris kelabu Abihirt. Ingin mencari sesuatu. Tidak terdapat apa – apa, tetapi anggukan samar dari pria tersebut membuat dia menunjukkan reaksi murni dengan mencoba untuk
“Aku sudah bilang tidak mau.” Seperti ini lebih adil. Moreau menggigit bibir sendiri saat merasa cukup terhibur. Abihirt tidak menunjukkan kapan pria itu akan bertindak. Berharap tidak, maka dia dapat melanjutkan kebutuhan tertunda. Kali ini mungkin akan menargetkan dagu ayah sambungnya sebagai titik sasaran. Ya, setidaknya hampir terjadi ketika Moreau menjatuhkan mulut di rahang bagian bawah Abihirt, tetapi pria itu mengambil tindakan tiba – tiba dengan menarik wajahnya. Mempertemukan bibir mereka. Merampas. Melumat penuh gairah. Menginginkan lebih dan mungkin akan melampaui sisa hal yang tidak pernah Moreau pikirkan. Dia hampir kehilangan napas saat Abihirt masih berusaha melampiaskan sesuatu yang telah ditahan terlalu lama. Tak ada petunjuk kapan pria itu akan berhenti. Moreau berusaha memberi isyarat dengan paling tidak ... mengegatkan ujung jari – jari tangan di lengan ayah sambungnya, meski harus mengerang kecil di balik ciuman panas, kemudian pasokan udara seo
“Yakin catatan-mu sudah lengkap?”Moreau segera menoleh ke arah satu titik di sana ketika Juan bicara nyaris menyerupai gugumaman kecil. Perhatian pria itu terpaku serius pada secarik kertas berisi daftar barang belanjaan. Kali ini, dia sedang tidak diliputi minat melakukan perjalanan. Enggan bertemu banyak orang. Sehingga meminta bantuan Juan dan kebetulan pria itu tidak keberatan melakukan apa pun yang diinginkannya.Sesuatu segera menyelinap di benak Moreau saat iris biru terangnya mendapati Juan akan segera melangkah ke luar dapur. Dia langsung menghentikan kegiatan memotong apel.“Jangan lupa, belikan juga susu untuk wanita hamil.”Moreau sedikit terkekeh saat Juan segera menoleh tajam, kemudian berakhir dengan memutar mata malas.“Jadi, apakah masih ada yang tertinggal?” pria itu bertanya lagi. Sesaat, Moreau mengedarkan pandangan ke sekitar dapur. Tidak ada petunjuk yang bisa dia temukan. Sepertinya semua sudah lengkap.“Ya. Sekarang kau bisa perg
“Sudah ada Juan. Kami bisa saling melindungi. Kau tidak perlu khawatir. Sekarang pergilah. Bukankah kau akan sibuk dengan urusan perceraian-mu?”“Pengacara-ku akan mengurus semuanya.”“Tidak, Abi. Kau tidak bisa di sini,” bantah Moreau tegas. Hanya akan berakhir dengan perkara besar, jika pria itu tidak berusaha memahami kondisi di sekitar. Abihirt sudah menyaksikan sendiri bagaimana begitu banyak mata yang bertentangan terhadap hubungan mereka. Hubungan terlarang ... secara terang – terangan dijadikan sebuah tontonan oleh satu orang. Pria itu bisa menilai sendiri bagaimana hasilnya.“Pergilah, Abi. Aku dan Juan akan baik – baik saja di sini.”Lagi. Moreau tak bisa menunggu lebih lama sekadar menyaksikan sikap Abihirt yang tampak begitu enggan. Ego terus melarangnnya mempersilakan pria itu di sini. Tetap terasa jauh lebih adil jika Abihirt memang melangkahkan kaki pergi.“Mengertilah ....”Kali ini, Moreau bisa mendengar sendiri betapa suaranya begitu ge
“Kau lagi!”Suara Juan menggantung di ujung tenggorokan. Pria itu dalam sekejap tersulut amarah. Semua tampak begitu jelas ketika Juan melebarkan langkah ke arah Abihirt diliputi gestur ingin melayangkan pukulan mentah.Bugh!Sebaliknya pria itu mendapat hujaman luar biasa keras dari kepalan tangan Abihirt. Sial. Juan berdarah dalam sekejap.“Astaga, Abi! Apa yang kau lakukan?”Moreau segera bersimpuh. Ingin melihat langsung bagaimana kondisi Juan setelah pria itu terjerembab jatuh ke atas lantai. Dia meringis ketika Juan mengaduh kesakitan. Makhluk yang malang. Moreau menipiskan bibir, merasakan sangat ingin melimpahkan semua kesalahan kepada Abihirt. Dia mendelik pria itu tajam, lalu berkata, “Kau tidak seharusnya memukul Juan sampai seperti ini, Abi!”“Aku tidak bermaksud. Hanya kelepasan.”Abihirt seperti memutar kembali kalimat yang dia katakan mengenai situasi Juan kemarin. Persetan dengan pria itu. Moreau tidak mengatakan apa pun lagi, selain
“Di sini sudah tidak aman, Moreau. Kau bisa tinggal di kediamanku selama yang kau mau.” Suara serak dan dalam pria itu terdengar persis setelah melewati ambang pintu kamar mandi. Sebelah alis Moreau terangkat tinggi sebagai respons pertama, kemudian bertanya, “Tinggal di kediamanmu? Bagaimana dengan ibuku?” “Aku menceraikannya.” “Menceraikannya? Bukankah kalian sepakat menghancurkan karier-ku?” “Aku tidak tahu kalau dia akan menyebarkan bukti perselingkuhan yang diambil dari kamarmu. Tapi satu hal harus kau tahu. Program itu khusus kubuat untuk mendiang ibuku. Aku bahkan belum tiba di sana sekadar mengetahui apakah acara yang kubuat berjalan dengan baik atau tidak. Ibumu melakukan sabotase, supaya aku tidak hadir tepat waktu dan dia bisa menyebarkan kebohongan. Kau tak seharusnya percaya apa yang dikatakan ibumu. Wanita licik itu berusaha merusak hubungan kita.” Hubungan kita .... Moreau menggarisbawahi pernyataan terakhir ayah sambungnya. Tidak a
Tersisa mereka berdua. Moreau menelan ludah kasar menyadari bagaimana Abihirt seperti memperhatikan wajahnya begitu lamat. Tidak ada peringatan, pria itu segera melangkahkan kaki menuju kamar, bahkan menjatuhkan tubuh Moreau sangat hati – hati untuk duduk di pinggir ranjang. Sekarang, Abihirt bersimpuh diliputi kebutuhan menerawang ke penjuru kamar. Moreau mengernyit. Sedikit heran menyadari ayah sambungnya seperti mendapat sesuatu, kemudian pria itu berjalan ke arah nakas—mengambil sebuah benda asing; bukan kepunyaan Moreau, apalagi Juan. “Kamera kecil.” Suara serak dan dalam Abihirt seperti bergumam. Itu jelas membuat Moreau berpikir lamat. Samuel mendesak supaya dia menuntun pria tersebut menuju kamar. Apakah mungkin? “Kurasa, dia ingin mengirimkan bukti rekaman kepada ibumu.” Sepertinya, metode analisis Abihirt bekerja lebih cepat. Moreau mengakui itu terdengar masuk akal. Hanya merasa tak yakin mengapa ibunya melakukan hal demikian. “Boneka
“Kau sangat suka saat Abi menyentuhmu. Mengapa di sini kau malah menolakku, Pelacur Kecil?” Ambisi di balik suara Samuel tak bohong. Moreau bisa mendeteksi bagaimana pria itu seperti memiliki rencana lain ketika gagal melakukan apa pun, mengingat dia masih sangat melakukan penyangkalan penuh. Sorot mata di sana seakan sedang mencari situasi terbaik. Napas menggebu – gebu dan dorongan tak terduga merupakan bagian perhatian Moreau yang tak bisa dia lepaskan terhadap pria itu. Samuel mulai terlihat kalap usai satu tendangan kasar darinya membuat pria tersebut mundur beberapa langkah. “Pelacur kecil sialan!” Tidak ada petunjuk ketika akhirnya Samuel mengambil tindakan untuk meletakkan cengekraman di batang leher Moreau. Pria itu benar – benar melakukan suatu prospek mencekik yang luar biasa mencecoki jalan napas di rongga dada. Moreau berusaha memukuli lengan pria itu. Dia mulai tersedak. Mungkin akan segera kehilangan kesadaran jika Samuel masih dengan k
Barbara tidak bisa terus – terusan berada di sini. Bagaimanapun, dia harus bisa mencari cara melarikan diri. Ada keuntungan memberi tahu Samuel untuk melakukan apa pun yang pria itu mau kepada Moreau. Sekarang, Abihirt mungkin tidak akan memiliki waktu lebih banyak; tidak akan sampai di sana tepat sebelum Samuel menjalankan aksi kejam. Suaminya akan menyaksikan sendiri bagaimana pelacur kecil pria itu tidak selamat. Lihat saja .... *** “Lepaskan tanganmu. Aku tidak mengizinkanmu berbuat hal buruk di sini!” ucap Moreau memberontak hebat. Nyaris tidak memikirkan keberadaan pisau dapur, yang dia tahu bisa menjadi bahaya mengancam. Samuel bisa saja mengambil keputusan lebih menyakitkan ketika keinginan pria itu tidak tercapai. Samuel melakukan seks lebih sering bersama Barbara. Apakah pria itu tidak puas? Moreau mungkin tidak begitu tahu tentang hubungan keduanya. Dia hanya .... Menyadari keberadaan Samuel jelas bukan kebetulan semata. Apakah Barbara dalan
Mendadak, sisa napas di kerongkongan Barbara menyempit. Dia meringis kesakitan, sementara urat – urat tangan Abihirt mencuak sangat mengerikan, seolah pria itu sudah tidak peduli apa pun, selain kebutuhan mencekiknya dengan kuat. “Kau bisa katakan semua yang kau inginkan di neraka.” Tiba – tiba segerombolan udara menyergap nyaris menyerbuk rongga dada Barbara. Dia terbatuk keras, tetapi belum sepenuhnya memahami situasi di sekitar ... tangan kasar Abihirt, yang menjambak di rambutnya segera mengambil andil. Abihirt seperti memiliki rencana lain; tidak peduli bagaimana pria itu menyeret langkah mereka ke ruang lainnya, sementara Barbara harus menahan rasa sakit dan mati – matian menyeimbangkan porsi perjalanan menuju tempat—mungkin lebih mengerikan. Suara Barbara menyerupai cicit ketika dia diseret jatuh terjerembab, hingga berhenti persis di depan dinding dengan sebuah figura besar sedang tergantung di sana. Pelbagai pemikiran di benak Barbara menyiratkan ba
“Aku akan masuk. Kau janji tidak akan lama?” tanya Moreau. Terlalu lama berdiam diri di dalam mobil bukan prospek bagus. Mereka memang tiba sesaat setelah Juan mengajukan pertanyaan. “Aku janji tidak akan lama. Hanya mengambil beberapa pakaian dan keperluanku saja.” Benar. Moreau meminta Juan untuk menginap lagi. Menemaninya sampai merasa lebih baik dan bisa melakukan segala aktifitas sendiri. Mobil yang Barbara katakan sudah siap dari proses perbaikan ... memang sudah di kirim ke rumah ini. Hanya saja, dia sudah terbiasa bersama Juan yang selalu menyetir. “Kalau begitu hati – hati di jalan. Jangan ngebut, kau mengerti?” “Ya, Amiga. Tidak perlu khawatir.” Moreau tersenyum tipis, kemudian memutuskan untuk membuka sabuk pengaman. Dia melambaikan tangan setelah menginjakkan kaki di halaman depan rumah. Menunggu sampai mobil Juan hilang dari tikungan, baru melanjutkan langkah membuka pintu yang tampak sedikit ... aneh. Kening Moreau mengernyit, mengingat betul bahwa pintu rumah