Share

Bab 6

(Dibantu Jin Nasab)

"Emangnya kenapa, Bah? Pohon randu itu sudah rimbun banget, jadi aku menyuruh santri putra untuk menebangnya, agar toilet santri tidak terlihat gelap dan angker," kata Syifa sembari membantu suaminya berdiri.

Kiai haji Solehudin menghela napas pendek, lalu ia pergi ke keluar tanpa membalas ucapan dari anak perempuannya itu.

"Abah mau ke mana? Ini sudah larut malam, Bah? Abah mau nangkap Kunti atau mau ngapain?" tanya Syifa penasaran. 

"Udah, ayok kita ikutin Abah aja!" ajak suami dari perempuan itu sambil membenarkan kain sarungnya yang melorot karena sempat tersungkur.

"Ya udah, ayok kita ikutin!" Syifa mengangguk.

Mereka berdua lalu bergegas mengayunkan kaki bersama—keluar—dari rumah dan menghampiri pria yang sudah mulai renta itu.

Sang kiai berjalan perlahan dengan dibantu oleh tongkat karena tubuhnya sudah membungkuk. Ia lalu melihat ke arah pohon randu yang tadi sore ditebang oleh Redi.

Selang beberapa menit, muncul jin yang membludak mengelilingi Kiai haji Solehudin. Mereka ingin membalas dendam karena tempat tinggalnya sudah dirusak.

Pria itu pun dengan cepat mengangkat tongkat yang ia pegang dan langsung memukul satu per satu jin-jin biasa tersebut, hingga hancur sambil membaca penggalan ayat suci Al-Quran.

Syifa dan suaminya pun seketika saling menatap dengan raut wajah yang terheran-heran, saat melihat tindakkan sang kiai.

"Abah lagi mukulin apa? Nyamuk?" tanya suami Syifa yang bernama Aldi.

"Nyamuk itu ditepuk, bukan dipukul kayak gitu, Bi!" tukas perempuan itu. "Udah, yuk, kita samperin Abah!"

Aldi langsung menjawab ajakan sang istri dengan anggukan kepala. Kemudian, selang beberapa detik, para santri putri berlarian menghampiri mereka sambil menjerit ketakutan.

"Eh, ada apa ini? Kenapa kalian menjerit kayak gitu? Nanti bisa mengganggu para tetangga pondok yang sedang beristirahat. Sudah, diam dan ceritakan ada apa sebenarnya?" tanya Syifa seraya berkacak pinggang.

"Ada kuntilanak di kamar si Titin, Ustazah!" Salah satu dari mereka langsung menjawab.

"Ih, nama gue bukan Titin!" tukas Cristine kesal sambil mendelik.

"Udah diam, ini bukan saatnya debat masalah nama, tapi kita sedang membahas tentang hantu," protes santri lain.

Kiai Haji Solehudin kemudian melangkahkan kaki ke arah mereka. "Itu bukan hantu, tapi kewas-wasan kalian. Hantu hanya ada di pikiran saja, jadi jangan takut, kembalilah ke kobong dan lanjut tidur atau sholat Sunnah malam." 

Mereka semua pun terdiam sejenak sembari saling berpegangan tangan karena masih merasa ketakutan. Kemudian, tiba-tiba Redi melompat dari balkon dan dikejar oleh Fauzan.

Kedua santri putra tersebut lalu bertarung dengan menirukan gerakan hewan. Jin khodam leluhur milik Fauzan yang berwujud macan pun muncul untuk membantu tuannya.

Deri yang sedang kerasukan jin penunggu pohon randu dengan bering4s melawan teman satu kobongnya, yang memiliki beberapa jin nasab.

"Astaghfirullahaladzim. Abah, mereka kenapa? Ayok, hentikan mereka!" Syifa tampak kaget. 

Begitu pula dengan para santri putri. Mereka menjadi semakin merasa ketakutan. Kiai Solehudin lalu menghampiri Fauzan dan Redi.

Sementara itu, Aldi malah bersembunyi di belakang tubuh sang istri. Syifa pun merasa kesal dan memukul pelan bahu suaminya.

"Ih, Bukannya bantuin Abah, kamu malah bersembunyi!" pukas Syifa sembari membuang napas berat.

Sarah yang merupakan putri mereka satu-satunya kemudian keluar dari rumah karena mendengar ada keributan. Setelah itu, ia berlari dan langsung menghadang Fauzan yang akan mengh4jar Redi.

"Berhenti!" 

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status