Share

Bab 5

(Tidak Menerima Penolakan)

"Aku sama sekali tidak mengerti dengan maksudmu tentang tanggung jawab itu." Kiai haji Solehudin kebingungan. 

Jin itu pun tersenyum miring, lalu ia berjalan mengitari sang kiai yang sedang duduk bersila di atas sejadah berwarna hijau.

Mata pria yang sudah lanjut usia itu lalu mengikuti arah jin berjenis kelamin tersebut berjalan, dengan hati yang dipenuhi rasa penasaran.

Sang kiai ingin mengetahui tanggung jawab apa yang dimaksud oleh jin muslim itu, sehingga makhluk tersebut menemuinya.

"Baiklah, aku akan menjelaskannya agar kamu mengerti." Jin yang bernama Nyimas Dewi Sekar Asih itu kemudian berhenti berjalan dan menatap wajah Kiai haji Solehudin sambil menyeringai.

"Iya, jelaskan saja." Sang pemilik pondok mengangguk.

"Apa kamu tahu kalau salah satu santrimu sudah merusak istanaku?" tanya jin tersebut. "Dia menebang pohon randu yang merupakan tempat tinggalku bersama keluarga besarku. Sekarang kami semua tidak memiliki tempat tinggal gara-gara ulah santrimu itu!"

Kiai haji Solehudin seketika mengerutkan dahinya yang sudah berkeriput. Kemudian, ia seketika menggelengkan kepala.

"Aku tidak tahu, tapi kalau memang benar santriku berbuat demikian, tolong maafkanlah dia. Mungkin dia tidak sengaja atau tidak tahu kalau itu adalah istanamu," ucap pria berjambang putih itu dengan suaranya yang sedikit serak karena faktor usia.

"Kata maafmu itu tidak akan bisa mengembalikan tempat tinggalku seperti sedia kala!" sergah Nyimas Dewi Sekar Asih yang tampak emosi. "Kamu harus bertanggung jawab!"

"Baiklah, apa yang harus aku lakukan?" tanya pria berpeci putih itu.

"Kamu harus menikahiku dan biarkan aku tinggal di rumahmu ini." Ucapan jin itu membuat sang kiai tersentak kaget.

"Maaf, aku tidak bisa kalau harus bertanggung jawab dengan cara seperti itu." Kiai haji Solehudin menyatukan kedua telapak tangannya.

Nyimas Dewi Sekar Asih pun seketika murka karena menerima penolakan. Ia lalu mendadak menyerang sang kiai yang usianya sudah tidak muda lagi itu.

Mereka berdua akhirnya bertarung dengan sengit hingga terdengar kegaduhan, karena barang yang ada di ruangan itu berjatuhan.

Anak sang kiai yang bernama Syifa kemudian terbangun dari tidurnya dan langsung keluar dari kamar untuk melihat keributan yang terjadi.

Perempuan tersebut lalu mengetuk pintu sang ayah. "Bah, ada apa. Abah baik-baik saja, 'kan?"

Suami dari perempuan berhijab bergo itu juga ikut terbangun dan menghampiri istrinya dengan raut wajah yang panik karena mendengar ada keributan.

"Ummi, ada apa ini? Kenapa di dalam kamar Abah terdengar ada kegaduhan?" tanya pria itu.

"Ummi tidak tahu, Bi, Abah tidak membuka pintunya," jawab Syifa yang tampak cemas.

"Ya udah, cepat minggir biar Abi dobrak saja pintunya!" titah pria yang memakai kain sarung berwarna hitam itu.

Kemudian, ia bersiap menubruk pintu kamar sang ayah mertua. Namun, ayah mertuanya malah mendadak membuka pintu kamar sehingga ia langsung tersungkur ke lantai.

"Astaghfirullah, Abi!" Syifa langsung berlari kecil menghampiri suaminya.

"Ada apa? Kenapa suamimu mendadak tengkurep seperti ikan asin di situ?" tanya sang kiai dengan santai.

"Harusnya Syifa yang nanya sama Abah. Ada apa, Bah? Kenapa tadi ada suara barang-barang yang jatuh di sini? Syifa takut ada orang jahat yang masuk ke sini," ucap perempuan itu.

"Apa kamu tahu siapa yang menebang pohon randu yang ada di samping toilet santri putra?" Kiai haji Solehudin malah bertanya balik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status