Share

Bab 7

(Memiliki Banyak Khodam Pendamping)

"Ayok, minggir, kenapa kamu menghalangiku?!" sergah Fauzan dengan mata menyorot tajam.

Sarah pun seketika terkejut karena ia tiba-tiba melihat ada beberapa sosok makhluk aneh berupa macan, kakek-kakek bungkuk yang memiliki mata seperti kucing, dan lain sebagainya.

"Astaghfirullahaladzim." Sarah spontan beristighfar.

Kemudian, Fauzan menatap ke arah teman satu kobongnya—Redi—yang saat ini sedang kerasukan beberapa jin penghuni pohon randu.

Pemuda itu lalu berjalan untuk melawan temannya sendiri, tetapi Sarah lagi-lagi mencegah tindakan santri putra tersebut agar tidak menyerang Redi.

"Dia sedang kerasukan, jadi kamu jangan melawannya seperti itu, kita hanya harus meruqiyahnya saja supaya jin-jin yang ada di tubuh Redi keluar," kata gadis bermata besar itu.

Namun, Fauzan tidak mau mendengar perkataan dari cucu pemilik pondok pesantren tersebut dan malah menyerang gadis itu, karena ia juga sedang dikuasai oleh khodam leluhurnya.

Sarah akhirnya terpaksa bertarung melawan Fauzan di hadapan semua santri. Di sana bahkan ada kakek serta kedua orang tuanya.

Syifa dan Aldi sangat khawatir anaknya akan terluka. Mereka lalu berlari menghampiri sang anak yang sedang berusaha melumpuhkan Fauzan.

Sarah dengan lincah menangkis serangan demi serangan dari santri putra berambut ikal itu. Semua santri yang ada di sana pun menjerit saat melihat nawaning tersebut hampir jatuh karena tertendang di bagian lengan kanannya.

"Ya Allah, Bi, ayok cepat hentikan mereka. Aku takut anak kita terluka!" Syifa terlihat sangat cemas.

Sang suami yang memiliki sifat penakut itu akhirnya mencoba memberanikan diri mendekati anaknya yang sedang bertarung sengit dengan Fauzan, hingga ia tertendang dan langsung jatuh terjungkal.

"Allahuakbar!" Aldi meringis kesakitan sambil mengelus bokongnya.

"Abi!" Sarah melihat ke arah sang ayah dan Fauzan pun memanfaatkan situasi itu untuk menyerang gadis tersebut.

Cucu sang kiai akhirnya juga terjatuh. Kiai haji Solehudin kemudian menghampiri cucunya dengan raut wajah yang panik.

"Nak, pemuda itu memiliki beberapa jin nasab, jadi kita harus berhati-hati melawannya, jangan tergesa-gesa, tapi kita pasti bisa mengalahkannya," ucap pria yang sudah mulai renta itu.

"Jin nasab?" Sarah melipat kening. Ia lalu berusaha bangkit.

"Iya, Nak, hampir semua jenis jin nasab dimiliki oleh Fauzan, karena Kakek buyutnya mewariskan semua jin tersebut kepadanya," ungkap sang kiai.

Sementara itu, Syifa langsung membantu suaminya berdiri. "Abi tuh gimana sih, bukannya membantu Sarah melawan santri itu, ini malah tiduran di sini."

"Abi itu jatuh, Ummi, bukan lagi tiduran." Aldi membuang napas berat.

Kemudian, ia pamit pergi ke toilet. Namun, sang istri malah mencekalnya. "Abi mau ke mana? Anak kita lagi dalam bahaya, kenapa Abi malah pergi?"

"Aku mau nyuci tangan dulu, Mi, tadi saat jatuh aku tidak sengaja menyentuh kotoran ayam," balas Aldi sembari menjulurkan tangannya ke arah Syifa.

"Astaghfirullah. Ya udah sana, tapi cepetan, yah!" sahut sang istri.

"Iya." Aldi langsung mengangguk.

Syifa lalu melangkah cepat mendekati anak dan ayahnya. "Sarah, kamu baik-baik saja, 'kan, Nak?"

"Aku tidak apa-apa kok, jadi Ummi tidak usah khawatir." Gadis itu tersenyum hangat.

Kemudian, ia bersama sang ibu menghampiri Redi untuk meruqiyahnya, sedangkan Kiai haji Solehudin langsung mendekati Fauzan.

Santri putra yang baru sehari mondok di sana pun seketika berjalan mundur, untuk menghindari sang kiai yang sedang berjalan ke arahnya, sambil memegang tongkat.

"Apa yang ingin kamu lakukan? Jangan coba-coba kamu menjauhkan kami dari pemuda ini, karena dia harus melanjutkan perjanjian yang sudah dilakukan oleh kakeknya dengan kami," ucap Fauzan yang suaranya mendadak parau.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status