Share

BAB 5 | Approve?

“Oma, Paman ini Alexa. Alexa, ini Oma dan Pamanku,” tutur Dave mengenalkan siapa kedua orang yang berdiri di hadapannya kini pada Alexa.

“Cantik,” gumam Alexa tanpa sadar melihat wajah wanita tua di depannya. Walaupun sudah berumur tidak dapat dipungkiri kalau wanita tua yang Dave kenalkan sebagai Omanya sangatlah cantik dan elegan.

“Hm? Kamu bilang apa Alexa?” tanya Oma yang menyadari kalau Alexa sempat mengatakan sesuatu namun terdengar samar olehnya. 

“Ah, bukan apa-apa. Kenalkan namaku Alexa, Oma,” sapa Alexa melebarkan senyumnya. Kini ia beralih menatap pria di samping Oma Dave. “Paman, aku Alexa.”

Martha Edwards itulah nama wanita tua pemilik mansion mewah ini. Senyumannya begitu tulus sejak ia melihat Alexa yang jalan beriringan bersama cucunya, Dave. Saat pertama kali mendengar kalau cucunya itu memiliki kekasih, Martha sangat senang. Tentu kesenangannya bertambah ketika Dave mengatakan akan mengenalkan kekasihnya itu pada Martha. Dan malam ini, hatinya kembali menghangat setelah sebelumnya sempat dingin karena kepergian Dean dan Vega.

“Saya Samuel Edwards.” Paman Dave mengenalkan dirinya pada Alexa.

“Makan malam telah siap, Nyonya,” ucap ketua pelayan wanita memberitahu pada Martha. Wenny Brown seorang wanita berusia tiga puluh lima tahun yang diberikan kepercayaan oleh Martha sebagai ketua pelayan. Di mana tugasnya mengkoordinir segala sesuatu di mansion keluarga Edwards.

“Alexa, ayo kita makan malam!” ajak Martha pada Alexa.

Alexa mengikuti langkah Martha menuju ruang makan, diam-diam ia memperhatikan sekeliling ruangan yang membuat rasa kagumnya bertambah pada mansion ini. Setiap ornamen dibuat begitu detail, pemilihan furniture cenderung simple dan sederhana namun tampilannya terlihat mewah dengan tambahan aksesoris ruangan seperti porselen, patung, guci dan sebagainya.

“Adakah makanan kesukaanmu, Alexa?” tanya Martha setelah ia, Samuel, Dave dan Alexa duduk di tempatnya.

Alexa melihat satu persatu hidangan yang tersaji. Ia tersenyum pada Martha. “Ada Oma, ini!” tunjuknya pada sepiring hidangan scotch egg, yakni sajian telur rebus yang dibungkus dalam daging berlapis tepung panir yang kemudian telurnya akan di deep fry hingga crispy.

“Makanan kesukaanmu ternyata sama seperti Vega, ya,” ujar Martha yang ingat dengan makanan kesukaan mamanya Dave itu.

Mereka berempat menikmati makan malam dengan tenang. Sesekali Alexa mendapatkan pertanyaan dari Martha ataupun Samuel yang ia jawab apa adanya tanpa melebih-lebihkan bahkan jawaban Alexa kelewat sederhana. Seperti sekarang, Martha bertanya mengenai pekerjaan orang tua Alexa yang ia jawab dengan sederhana kalau papanya pemilik toko roti.

“Jadi, papamu memiliki toko roti?” tanya Martha sedikit terkejut.

“Iya, Oma,” jawabnya dengan senyuman. Entah kenapa Alexa hanya ingin Martha tahu kalau papanya seorang pemilik toko roti, yang bahkan sebenarnya lebih dari itu. Papanya pemilik Smith F&B Department lalu mamanya meninggalkan bisnis properti yang kini pengelolanya sahabat Alan yang tentunya atas persetujuan dari Alan.

Alexa ingin tahu setulus apa keluarga Dave terhadap dirinya yang hanya seorang anak pemilik toko roti. Ia boleh saja mencintai Dave dan Dave juga mencintainya namun, ketulusan keluarga lebih penting menurutnya karena keluarga yang tulus menerima ia apa adanya akan berdampak baik pada hubungan mereka.

“Berapa toko roti yang dimiliki papamu, Alexa?” tanya Martha lagi.

“Hanya satu, Oma. Papa membangun toko roti tidak jauh dari rumah kami,” Alexa menjawab tenang, ia siap jika keluarga Dave akan menentangnya. Dengan begitu, Alexa akan berusaha mempertahankan hubungannya dengan Dave. “Apakah ... Oma tidak merestui hubungan Alexa dengan Dave?” tanya Alexa, karena Martha tidak merespons ucapan sebelumnya.

Martha tersenyum penuh arti lalu berkata, “Mengapa berpikir begitu?”

“Alexa, kamu sangat rendah hati. Saya tahu siapa kamu sebenarnya,” kata Samuel ikut tersenyum.

Alexa terdiam untuk beberapa saat, ia melupakan fakta bahwa orang dari keluarga terpandang selalu memiliki koneksi dimana-mana. Samuel bisa saja mencari tahu asal usul dirinya sebelum Alexa menginjakkan kaki di rumah ini. Diam-diam ia mengedikkan bahu tidak begitu mempermasalahkan hal ini.

Makan malam dilanjutkan hingga selesai. Setelah istirahat beberapa menit, Martha mengajak Alexa untuk berkeliling. Martha membahas banyak hal dengan Alexa mulai dari tanaman kesukaannya, seperti apa kegiatan sehari-harinya dan bagaimana kondisinya pasca kepergian Dean dan Vega.

“Hidup Oma benar-benar terpuruk pada saat itu, Alexa,” ucapnya lirih mengingat kejadian satu tahun lalu.

“Kalau Alexa boleh tahu, apa penyebab orang tua Dave meninggal, Oma?” tanya Alexa, ia berusaha menggali informasi apa pun dari siapa pun mencoba mengumpulkan kepingan-kepingan kejadian di masa lalu hingga menemukan titik terangnya.

“Bisnis. Mereka membangun perusahaan dari nol hingga satu tahun lalu adalah puncak di mana perusahaan mereka berhasil mengalahkan pesaing-pesaingnya,” ungkapnya, Martha diam sejenak, tatapannya menatap hampa langit malam yang menaungi mereka. “Oma sudah mengatakan pada Dean untuk mengelola bisnis milik keluarga Edwards saja. Tetapi, Dean menolak, katanya dia ingin merasakan buah hasil kerja kerasnya.”

“Oma, Alexa ingin bertanya, apakah Oma mengenal wanita bernama Xania?” tanya Alexa, ia ingin tahu sejauh apa keluarga Edwards mengenal mamanya.

“Tentu saja. Dean, Vega dan Xania adalah teman sejak mereka kecil. Oma sering bertemu dengan Xania namun, saat dia berumur dua puluh tahun Oma tidak pernah melihatnya lagi. Dan tahun lalu untuk pertama kalinya Oma mendapatkan kabar tentang Xania, itu kabar buruk.” Martha mengusap matanya yang berair menggunakan sapu tangan. “Tapi mengapa kamu bertanya tentang Xania, Alexa. Apakah kamu mengenalnya?” tanya Martha.

Alexa menganggukkan kepala lalu menjawab, “She is my mother.”

“Benarkah? Oma turut berduka cita dan maaf pada saat itu Oma tidak bisa hadir di pemakaman Xania,” ujar Martha penuh penyesalan, ia tidak bisa hadir karena dirinya sendiri mempersiapkan pemakaman Dean dan Vega.

“Tidak apa, Oma. Alexa hanya ingin tahu apakah Oma mengenal mamaku, karena selama ini Alexa tidak tahu kalau ternyata mama berteman dengan orang tua Dave,” sahut Alexa.

Martha tersenyum lembut, ia mengusap pundak Alexa pelan. Martha mengatakan sesuatu yang tulus pada Alexa, “Xania adalah orang baik, dia cantik sama seperti kamu. Menatap mata kamu mengingatkan Oma kalau kalian memiliki mata yang sama persis. Terima kasih Alexa sudah datang di keluarga Edwards.”

“Alexa boleh memeluk Oma?” tanya Alexa, ia merasakan kehangatan dalam diri Martha. Walaupun berpenampilan layaknya wanita kalangan atas, Martha tidak lebih dari seorang ibu dan nenek dari cucu-cucunya.

“Tentu saja, kemari!” Martha membuka lebar kedua tangannya, siap menyambut Alexa ke dalam pelukannya.

Seperti seorang ibu yang memendam rindu pada anaknya, Martha memeluk Alexa erat untuk melepaskan kerinduan tersebut. Kepergian seseorang dalam kehidupan seorang perempuan akan selalu membekas di hatinya. Setiap momen tidak mudah untuk dilupakan begitu saja.

“Ekhem!” Seseorang berdeham membuat pelukan Martha dan Alexa terlepas. “Oma, Alexa kenapa mengobrol di luar? Ayo masuk, udara semakin dingin.”

Dia adalah Dave, Dave mencari keberadaan oma dan kekasihnya yang pergi berdua selepas makan malam. Ia mendapati Martha dan Alexa tengah berada di balkon lantai dua, melihat Martha memeluk Alexa membuat hati Dave senang sebab itu tandanya Alexa diterima baik dalam keluarga Edwards.

Mereka bertiga kembali masuk, Martha jalan di depan Dave dan Alexa.

“Tadi membicarakan apa saja dengan Oma?” tanya Dave penasaran.

“Em, tidak ada yang spesial. Hanya pembicaraan antar perempuan,” jawab Alexa tersenyum penuh arti. Untuk saat ini Dave tidak perlu tahu masalahnya, biarlah Alexa mencari tahu hingga tiba saatnya ia bercerita pada Dave.

•To Be Continued•

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status