Share

9|Kedua Putraku

~Jenar~

Aku menunggu dengan gugup melihat mereka lama sekali keluar dari kamar. Seharian ini aku hanya membantu Bian di tokonya, lalu pulang setelah makan siang bersamanya. Aku tidak tahu apa anak-anak akan pulang pada hari ini. Tetapi aku memasak kue andai hari ini keajaiban terjadi.

Syukurlah, mereka tidak bersikap segan kepadaku. Dugaanku benar. Mereka mirip seperti papa mereka. Cara untuk memenangkan hati mereka adalah lewat perutnya. Semoga saja mereka juga menyukai semua makanan yang diberi cokelat, seperti Jeff.

Pintu kamar terbuka, Jax dan Remy segera berebutan berlari mendekati aku. “Mama!” seru mereka sambil memeluk pahaku. Aku tertegun sejenak. Jeff keluar dari kamar dan berdiri di dekat pintu itu. Tidak ada emosi apa pun pada wajahnya.

Aku melihat ke arah dua anak yang masih memeluk aku. Air mata jatuh saat aku akhirnya bisa membelai rambut halus dan lebat mereka. Aku memegang tangan mereka, lalu berlutut. “Kalian tadi memanggil aku apa?” tanyaku tidak percaya.

“Mama!” jawab mereka serentak.

Mataku memanas. Aku segera memeluk mereka agar tidak melihat air mataku. Ya, Tuhan. Bertahun-tahun tidur di kamar dingin itu dan jauh dari mereka, aku akhirnya bisa merasakan mereka lagi di pelukanku. Anakku. Darah dagingku. Alasan aku masih bertahan hidup.

Aku menghujani mereka dengan ciuman, lalu menatap mereka satu per satu. “Iya. Aku adalah mama kalian. Aku sayang dan sangat merindukan kalian. Jax masih kecil saat aku pergi dan Remy, kamu masih bayi, sayang. Lihatlah, kalian sekarang sudah besar!”

“Mengapa Remy dipanggil sayang dan aku tidak?” protes Jax, tidak suka.

Aku tertawa terharu mendengarnya. “Ayo, kalian pasti sudah lapar.” Aku membantu Remy duduk di salah satu kursi yang melingkari meja makan, sedangkan Jeff menolong Jax. “Aku memasak banyak kue, jadi kalian boleh makan sepuasnya. Tetapi jangan sampai kenyang. Aku memasak makanan yang enak untuk makan malam.”

“Piza?” tanya Remy penuh harap saat aku meletakkan satu kue di atas piringnya.

“Kamu suka piza?” tanyaku ingin tahu. Dia menganggukkan kepalanya.

Mereka berdua bergantian memberi tahu aku makanan kesukaan mereka. Sebagian besar adalah makanan favorit papa mereka. Jadi, aku tidak terkejut mendengarnya. Aku menoleh ke arah Jeff yang hanya diam, menikmati kue bagiannya. Ini kejutan yang sangat menyenangkan. Mendengar anak-anakku memanggil mama, jauh lebih indah dari buket bunga mahal mana pun.

Menu pilihan untuk makan malam membuat Jax dan Remy bersorak senang. Aku tidak memasak piza, tetapi spageti dengan bola daging. Aku bisa merasakan Jeff mengarahkan pandangannya kepadaku. Ini adalah makanan kesukaannya. Aku sengaja memilih menu ini agar tidak memakan banyak waktu saat memasaknya.

“Kamu bersama anak-anak saja. Biar aku yang membereskan meja dan mencuci piring,” kata Jeff, menghalangi aku mengangkat piring kosong di atas meja.

Aku melihat ke arah Jax dan Remy yang sedang santai menonton televisi. “Tidak. Kamu saja yang menemani mereka. Semua ini akan lebih cepat selesai bila aku yang kerjakan.”

Jeff tidak melakukan apa yang aku minta. Dia malah mengambil alih menyabuni peralatan makan yang kotor, lalu mengopernya kepadaku untuk aku bilas. Aku tidak protes, dan mengerjakan semua itu dalam diam. Dia beberapa kali sengaja menyentuh lenganku dengan lengannya. Tetapi aku tidak memberi komentar. Aku juga mengabaikan getaran yang dikirim sentuhannya itu ke tubuhku.

“Papa, besok hari Sabtu. Kita jadi pergi ke kebun binatang?” tanya Jax penuh harap.

“Bukan besok. Hari Minggu,” kata Jeff meralat. Jax mengangguk mengerti, walaupun keningnya masih berkerut, sibuk berpikir sendiri.

“Besok kita ke mana, Pa?” tanya Remy, ingin tahu. “Kita berenang, ya, Pa!?”

“Boleh,” jawab Jeff singkat. Anak-anak bersorak senang mendengarnya. “Tetapi minggu depan kita tidak pergi ke mana pun. Siapa yang ingat hari Sabtu hari ulang tahun siapa?”

Jax dan Remy terlihat berpikir dengan serius. Aku menoleh ke arah Jeff. Dia tidak memberi petunjuk kepadaku siapa yang berulang tahun Sabtu depan. Apa itu artinya dia akan pergi bersama Dina dan anak-anak, sedangkan aku tinggal di rumah?

Jeff menjawab pertanyaannya sendiri dengan menyebut nama anak Lauren. Aku menelan ludah dengan berat. Aku positif tidak akan bisa ikut. Lauren tidak akan mau menerima aku di rumahnya. Bisa-bisa dia histeris dan menyebut aku sebagai pembunuh di depan semua tamu.

“Sudah waktunya tidur,” kata Jeff saat kedua anak itu terkantuk-kantuk.

“Gendong, Pa,” kata Jax dengan manja.

Jeff tidak mengatakan apa pun. Dengan mudahnya, dia menggendong kedua anaknya ke kamar mandi. Aku mematikan televisi, lalu berjalan ke kamarku di lantai atas. Untuk pertama kalinya sejak pulang ke rumah, aku bisa tidur sampai pagi. Aku dan Bian sepakat untuk tidak menggunakan akhir pekan dalam melakukan aksi kami. Talia perlu hadir untuk keluarganya di rumahnya.

Teringat dengan ucapan Bian, aku harus memikirkan cara untuk membantu dia lepas dari masalah. Apa yang terjadi terhadapnya adalah sebuah ketidakadilan. Negeri ini memiliki hukum yang melindungi orang yang membunuh demi membela diri. Kasusnya denganku hampir mirip. CCTV yang seharusnya merekam kejadian itu mendadak hilang entah ke mana.

“Selamat pagi, Mama!” seru Jax dan Remy yang berlari keluar dari kamar mereka.

Jax bisa duduk dengan mudah, sedangkan Remy kesulitan untuk menaiki kursi. Aku tertawa saat menolongnya untuk duduk. “Selamat pagi, para pangeran tampan. Aku harap kalian suka dengan nasi goreng.” Aku menyendokkan nasi yang masih mengepulkan asap itu ke atas piring.

“Suka, Ma!” jawab mereka serentak.

Mereka membuktikannya dengan makan begitu lahap. Jax bahkan minta tambah dan adiknya tidak mau kalah. Aku menuruti permintaan mereka. Jeff akan membawa mereka berenang, jadi mereka membutuhkan energi untuk bisa bersenang-senang di air.

Dina pasti masih tidur, jadi aku tidak perlu menunggu. Aku makan bersama anak-anakku. Jeff datang beberapa saat kemudian, tetapi kami serentak menolak dia duduk sebelum membersihkan tubuhnya yang berkeringat. Ketika dia bergabung bersama kami, aku merasakan hidupku lengkap.

Mereka pergi berenang berempat, aku memutuskan untuk tidak ikut. Dina menatap aku dengan tajam bukanlah pertanda baik. Aku tidak mau suasana yang menyenangkan itu rusak seandainya saja dia sengaja membuat drama. Anak-anak berhak untuk menikmati akhir pekan mereka tanpa gangguan.

“Orang lain menghabiskan waktu bersama keluarga, kamu malah ada di sini bersamaku,” kata Bian sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku memilih untuk datang membantu di tokonya.

“Apa boleh buat. Aku tidak mau wanita pengganggu itu merusak suasana.” Aku memberikan sekotak kue kepada seorang wanita yang sudah menunggu. “Selamat menikmati.”

Aku menarik napas panjang, lega akhirnya semua orang sudah mendapatkan pesanan mereka. Hanya ada dua tamu, sepasang kekasih, yang sedang asyik duduk menikmati kue mereka. Tidak ada banyak pelanggan menjelang makan siang, berbeda sekali dengan hari kerja.

“Apa kamu yakin keluargamu tidak akan mencari kamu untuk makan siang?” tanya Bian sambil meletakkan secangkir kopi untuknya di atas meja.

“Jeff akan membawa mereka makan siang di restoran kesukaan anak-anak,” jawabku singkat. Aku menggigit lemper daging ayam buatannya dan menggumam pelan. “Aku belum mencoba resep yang kamu berikan. Entah mengapa setiap kali aku berniat untuk membuatnya, aku merasa minder.”

“Jangan merendah. Kamu juga bisa memasak.” Dia mencibir. Aku tertawa melihatnya. “Nasi goreng buatanmu tadi bisa kamu titipkan di sini. Aku tidak sempat memasak berbagai jenis makanan, tetapi ada saja pelanggan yang mencari nasi goreng, nasi campur, atau bubur ayam untuk sarapan mereka.”

“Serius??” tanyaku tertarik. “Aku bisa saja memasak beberapa menu sarapan sebagai uji coba. Mana yang mereka minati akan aku masak lebih banyak.”

“Tentu saja aku serius,” katanya senang.

Ini adalah kabar baik. Aku bisa mendapatkan uang tambahan dari membantu Bian di toko juga dari menjual makanan. Walaupun Jeff yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan kami pada saat ini, aku juga mau membantu seperti yang dahulu aku lakukan. Anak-anak membutuhkan banyak biaya untuk pendidikan mereka sampai kuliah nanti. Kami harus mulai menabung.

“Sampai jumpa besok.” ucapku sebelum pulang. Bian mengangguk. Aku mencium kedua pipinya, lalu melenggang santai menuju halte dengan sekotak makanan di tanganku.

Belum ada mobil di garasi luar pertanda mereka masih jalan-jalan. Anak-anak pasti senang ketika mereka mencicipi kue pemberian Bian. Langkahku terhenti saat melihat ada yang berubah dengan meja makan. Aku ingat ada sepiring penuh nasi goreng dan sepiring lauk-pauk untuk sarapan di atas meja. Tetapi tidak ada tudung saji di sana.

Aku memeriksa wastafel dan tidak ada piring kotor di dalamnya. Aku mengikuti aroma nasi goreng itu sampai menemukannya. Darahku mendidih melihat di mana nasi goreng beserta lauknya itu berada. Perempuan tidak tahu diri itu benar-benar menguji kesabaranku.

Makanan yang aku siapkan dengan bangun subuh dibuangnya begitu saja ke tempat sampah. Mereka belum kembali, pintu depan juga tadi dalam keadaan terkunci. Lalu kapan dia datang dan melakukan ini?

“Sabar, Jenar. Akan ada waktunya untuk bermain-main dengan wanita itu,” batinku menghibur diri.

Aku memasak makanan kesukaan anak-anak untuk makan malam. Tetapi mereka tidak pulang juga. Ketika aku mendengar bunyi pagar dibuka, jam menunjukkan pukul sembilan malam. Mereka keluar rumah seharian. Apakah anak-anak tidak lelah setelah berenang?

Dina masuk sambil membopong Remy, sedangkan Jeff membawa Jax. Aku mendahului mereka dari pintu depan untuk membuka pintu kamar. Melihat mereka tidak akan membutuhkan aku lagi, maka aku pergi ke kamarku.

“Ya?” Aku baru saja berganti pakaian, pintu kamarku tiba-tiba dibuka dari luar. Aku menoleh dan sesuatu dilemparkan tepat ke arah wajahku. Kedua tanganku refleks melindungi kepalaku dari benturan benda tersebut.

Bunyi benda jatuh ke lantai memecahkan keheningan di kamar tidurku. Aku menjauhkan tanganku dari wajahku dan melihat apa yang dia lemparkan ke arahku. Aku menghitung sampai sepuluh di kepalaku untuk meredakan amarah yang mendadak muncul.

“Mengapa kau melihat aku seperti itu? Kau mau membunuh aku?”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Harapan Sijabat
kenapa harus buka kunci terus?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status