"Saya udah ga mau pakai jasa Bapak lagi, tapi kalau Papa saya masih mau pakai jasa Bapak ya terserah."Pak Anwar manggut-manggut, ia terima hal menyakitkan ini karena memang sudah konsekuensi atas kecerobohannya yang selalu meminjam mobil Feri pada Alvin."Terima kasih, Nak Feri. Dipecat pun saya terima asal Nak Feri memaafkan kesalahan saya, dan Pak Bagus juga sepertinya sudah terlanjur kecewa, saya terima jika keluarga Nak Feri memutuskan memecat saya."Ada rasa perih menyelusup ke dalam hati Pak Anwar, saat ini ia butuh banyak biaya untuk anaknya, tapi yang terjadi malah kehilangan pekerjaan."Baguslah kalau Pak Anwar ngerti, saya juga minta maaf belum bisa jenguk anak Pak Anwar," ujar Feri, padahal sebenarnya ia masih kesal dengan kelakuan Alvin."Ga apa-apa, Nak, Bapak ngerti kalau gitu Bapak permisi."Feri hanya mengangguk tanpa berniat mengantarkan ke teras. Mereka berdua sempat melamun sejenak, apalagi rasa bersalah tiba-tiba hadir di hati Feri."Yang, kira-kira aku salah ga y
Sorakan dan suara tertawa pasien lain mengundang perhatian petugas jaga, mereka menghampiri ke taman belakang."Ya ampun ada apa itu? Ayo cepet." Salah satu penjaga menyeru temannya yang lain untuk melerai.Mereka sekuat tenaga melumpuhkan Bu Nendah yang sedang bringas seperti kerasukan, amarah yang terpendam berpuluh-puluh tahun lamanya kini terlampiaskan, wanita yang kini hampir sembuh dari gangguan jiwanya itu nampak belum puas, ia masih meronta ketika petugas jaga memegangi tubuhnya."Lepasin! Aku mau bunuh dia! Dia udah bawa anakku kabur!"Petugas yang lain serta dokter akhirnya berhamburan datang, mereka membantu membawa Bu Nendah ke dalam hendak diberikan suntikan penenang."Awas kamu ya nanti akan kubunuh!" teriak Bu Nendah, petugas bekerja secar gotong royong membawa Bu Nendah masuk ke dalam."Bangun, Bu, sakit banget ya." Dara terlihat khawatir dengan keadaan ibunya yang masih tergeletak di rerumputan hijau Petugas jaga menghampiri."Ibunya kenapa, Mbak? Atau mau dibawa ke
"Aku tahu Dara tuh tadi ga pingsan beneran, masa aku klitikan kakinya langsung bangun."Naura menggerutu di belakang, Feri yang sedang mengendarai motor pun berpikiran begitu, ada yang aneh dalam diri adik iparnya, masa tiba-tiba pingsan?"Mas, kayaknya Dara suka sama kamu deh." Sudah sampai di rumah pun Naura masih kepikiran tingkah adiknya itu, Feri menyenderkan punggung di sofa."Dia juga ngelamar di pabrik, Yang, kemarin pas istirahat dia nemuin aku loh."Naura sedikit terkejut, ia tahu betul seperti apa Dara, anak pemalas jangankan mencari kerja, celana dalamnya saja ibu yang mencuci, bahkan kamar berantakan pun ia cuek saja."Tuh 'kan pasti dia ada maunya, setahu aku Dara itu orangnya paling males kalau disuruh kerja."Feri nampak bingung."Menurut kamu Mas harus terima atau ga ya lamaran Dara di pabrik?" tanya Feri."Dia bilang ibunya yang menyuruh dia bekerja gantiin kamu, karena setelah kita menikah ibu ga punya pemasukan lagi," lanjut Feri.Ingin sekali Naura mengatakan tid
"Turunin dong, Mas," bisik Naura, ia pun tak kalah maulu dari suaminya."Ah engga, kata siapa." Feri menurunkan sang istri dari gendongan.Bu Nisya hendak berbalik pulang tapi ingat di jalanan sedang macet, terpaksa ia duduk di sofa."Lanjut aja, biar Mama di sini istirahat dulu." Bu Nisya senyum-senyum."Lanjut ngapain, orang kita lagi becandaan iya ga, Yang?" Feri melirik istrinya.Duh malu banget "Iya beneran, Ma. Aku buatin minum dulu ya." Naura segera ke dapur.""Loh kok ke situ, Yang, dapur 'kan di sana," sahut Feri saat melihat istrinya salah jalan.Naura menepuk jidat, gara-gara kepergok mertua ia mendadak pikun."Oh iya iya." Ia hanya bisa terkekeh sedangkan Bu Nisya mesem-mesem sambil geleng-geleng kepala.Bahagia sekali melihat anak mantunya bahagia, tak lama Jeni masuk."Eh ada Kak Jeni juga, ayo duduk, Kak." Ajak Naura dengan ramah.Perempuan yang belum memiliki anak di usia pernikahan ke enam tahun itu pun sibuk melihat-lihat isi rumah Dara.Perabotannya belum lengkap,
Dara dan ibunya begitu bahagia, sepanjang jalan mereka cekikikan selepas pulang dari rumah Ki Joko--seorag dukun kampung--"Aku ga sabar, Bu, lihat Naura mewek karena suaminya berubah dan kepincut cewek lain," ujar Dara sambil mengendari motor yang dahulu milik Naura.Motor itu tak jadi dijual lantaran Bu Rita selalu membutuhkannya untuk bepergian, apalagi kini ia merintis usaha online, sangat membutuhkan untuk mengantar pesanan."Kita lihat aja nanti lama-lama si Feri bakal bosan sama istrinya," jawab Bu Rita yang berada dibelakang putrinya.Motor telah sampai di halaman rumah, begitu melihat ponsel Bu Rita teramat senang karena berbagai chat masuk dari beberapa pelanggan yang memesan dasternya.Sudah beberapa hari ini Bu Rita memulai bisnis daster, uang hasil menggadaikan rumah ia putar untuk usaha tersebut sehingga tak terlalu pusing untuk membayar cicilan ke rentenir."Lihat ini Dara, penglaris dari Ki Joko mulai bekerja, banyak chat masuk yang mau beli daster Ibu." Mata wanita me
Tiga hari kemudian telpon Dara berdering ia berjingkrak senang saat mengetahui nomor telpon perusahaan yang masuk."Ini pasti dari pabrik Kak Feri," gumamnya sambil menggeser gambar gagang telpon warna hijau."Halo iya pagi."...."Apa? Interview? Iya bisa, Bu, besok ya saya datang ke sana."...."Baik, Bu, wa'alaikumussalam."Dara menjerit dalam kamarnya, merasa senang akhirnya tujuan untuk mendekati bos pabrik itu berjalan lancar."Ibuuu!"Gadis itu berlari ke luar."Apaan sih?" Bu Rita sedang sibuk menggoreng ayam di dapur."Aku dapat panggilan dari pabrik besok suruh interview, duh ga sabar pengen cepet-cepet deketin Kak Feri."Mata Bu Rita membulat."Waah, ya ampun Ibu ikut seneng, pokoknya nanti kamu pakai baju bagus dan dandan cantik biar Feri kepincut sama kamu." "Pasti dong, hari ini aku mau belanja baju buat kerja ah, minta duit ya, Bu.""Tenang, pokoknya kamu belanja baju yang bagus yang pas di tubuhmu, supaya terlihat makin cantik di mata Feri." "Oh ya, Bu, sore ini juga
"Selamat ya besok bisa langsung kerja."Senyum di wajah Dara mengembang, tentu ia sangat gembira. Namun, sejak tadi ia risih melihat Pak Bagus mondar-mandir di ruang tempatnya wawancara."Terima kasih, Bu.""Sama-sama, kamu ditempatkan di bagian staff accounting, nanti bisa temui saya dulu ya sebelum kerja untuk mengikutinya arahan kerja kamu."Dara mengangguk."Baik, Bu"Wawancara telah usai Dara segera pulang tapi saat di parkiran Pak Bagus menghampiri, gadis itu berdecak kesal harusnya yang ngejar-ngejar itu Feri, kenapa harus aki-aki?Menyebalkan!"Kok buru-buru banget sih pulangnya?" "Ya terus emang mau ngapain lagi di sini? Wawancaranya juga udah beres." Dara mendelikkan mata.Mau mengeluarkan motor kesulitan karena terjepit motor lain dan terhalangi tubuh Pak Bagus, mau bertindak kasar pun tak enak secara dia komisaris utama di pabrik ini."Boleh ya saya minta nomormu, kamu 'kan udah jadi karyawan di sini, masa saya ga boleh punya nomor kamu."Aki-aki menyebalkan! Dari kemarin
bab 30.B Ms"Hemm, Ibuuu, gimana ini?" Dara merengek meratapi kebodohannya sendiri."Hihh kamu ini gimana sih, ingat ga kata Ki Joko peletnya bakal langsung kena sama pemilik celana dalam itu, dan ga bakal hilang kalau buhulnya ga ditemukan, berarti bener kalau Pak Bagus ngejar-ngejar kamu, yang diambil kemarin celana aki-aku kampret itu."Seketika Bu Rita panik, otaknya berputar mencari-cari ide membereskan masalah putrinya ini."Gimana dong, Bu, aku ga mau sama aki-aki." Dara merengek."Aki-akinya juga kaya, udahlah deketin aja porotin uangnya." Bu Rita kehabisan akal.Jelas saja Dara makin kesal, walau ia butuh lelaki kaya tapi fisik juga penting demi menunjang rasa gengsinya."Enak aja, aku malu apa kata Alvin nanti kalau lihat aku dapetin aki-aki, Ibu tega banget sih ngejatuhin harga diri anak." Dara berdecak sebal.Ponselnya berbunyi, ia melirik benda pipih tersebut dan seketika bibir yang ranum karena lipstik mahal itu merenggut."Nih lihat ini pasti si aki-aki yang nelpon." Da