PoV Nurul***"Bagaimana kalau Bang Yadi meminta lebih dari hubungan kita sebelumnya yang hanya sering chatan. Bang Yadi ke mari sengaja ingin melihat kabar Dek Nur. Entah kenapa Bang Yadi malah nyaman bila bisa dengar kabar Dek Nur."Jleb!"Apa, Bang?" Kuteguk liur yang begitu pekat ini setelah mendengar pernyataan Bang Yadi barusan. Dia menghampiriku di rumah di sore hari ini. Sebelumnya dia juga sudah bilang, akan main-main ke mari. Dia adalah pria yang satu kontak denganku, dan tak ayal kami sesekali ngobrol di kedai tempat aku bekerja. Maksudnya kedai milikku, yang tak diketahui oleh orang lain."Hati Bang Yadi tidak bisa dibohongi. Bang Yadi tidak maksa, karena rasa suka tidak bisa dipaksakan. Hanya saja, Bang Yadi datang ke mari itu karena rasa suka ini berlebihan. Mungkin kedengarannya kurang tahu diri. Apalagi Bang Yadi bukan orang kaya. Sedangkan Dek Nur sekarang sudah punya segalanya." "Punya segalanya apa, Bang?" heranku."Eh. Ya maksudnya punya rumah loteng, dan juga be
PoV Nur***"Nur, katanya kamu mau kawin sama si Yadi ya? Yang sekampung sama kita itu dulu? Aduh, memang kalian cocok. Udik bin blangsak. Hahaha."Kupikir akan ada ucapan baik dari mulutnya, tapi sayang, bukan itu yang aku dengar. Malah ocehan dan hinaan saja. Kudengegar pula desas-desus kalau Mbak Widya hamil, karena pernah waktu itu melihat status w.a-nya. Sayangnya pas aku tanya, dia tak membalas. Sampai detik ini. Entah apa maksudnya ingin nomor w.a ku. Apa cuma untuk pamer?"Makasih, Mbak. Doakan saja, Nur akan segera menikah dengannya. Meski bukan orang kaya, setidaknya dia mungkin tidak akan selingkuh!" jawabku menanggapi."Hahah. Iya, iya, aku doakan. Tapi aku tidak akan datang ke pernikahan kamu kalau tidak diundang. Kamu harus mengundang Mbak secara terhormat, baru Mbak akan datang," ujarnya lagi dengan angkuh."Mbak datanglah, Mbak itu satu-satunya keluargaku. Atau nanti aku akan datang ke rumah Mbak untuk secara langsung mengundang kalian. Kalau di sini, rasanya kurang ho
PoV Nurul*"Bang Yadi! Sedang apa Abang di sini? Siapa wanita ini?" tegurku setelah tubuh ini kudorong ke depan mereka berdua. Tatapanku tak beralih ke arah mana pun sesenti pun.Seperti digigit kepiting, Bang Yadi loncat karena kaget. Ngomongnya saat aku kirimi pesan tadi, dia sedang persiapan untuk Pernikahan kami. Seperti ngepak makanan untuk dibawa ke kediamanku yang namanya bisa disebut seserahan. Tapi dia bohong, batang hidung dan segala batangnya ada di sini."Dek Nur?" Bola matanya melebar tak menyangka. Bibirnya yang sudah mulai menghitam karena asap rokok itu seperti gerak-gerak bergetar malu dan gugup. Dan wanita yang ada di dekatnya menunduk malu juga ketakutan."Dek Nur, Dek Nur! Tak usah pangggil aku lagi. Jadi kamu bohong sama aku ya, Bang? Kamu mau menipuku hah? Mentang-mentang aku janda yang sudah dibodohi mantan suami dan kakakku?" tandasku menahan emosi. Entah kenapa ingin sekali aku menangis dan menjerit. Kenapa hidupku begini sekali. Tak adakah pria yang menjadik
"Alhamdulillah, dibuka juga. Dek Nur, Dek Nur gak malu dilihat orang? Dek Nur tadi selingkuh, dan sekarang Dek Nur yang marah. Abang ke sini hanya mau bilang, Abang tidak keberatan Dek Nur jalan dengan pria lain. Asal nanti setelah kita menikah Dek Nur berubah!" Degh! Semua orang terperangah kaget, pun dengan Pak RT. Oowh, dia mau macam-macam denganku dengan cara memfitnahku? Apa kamu pikir akan berhasil? Belum tahu kamu berurusan dengan siapa hemh! Aku berkacak pinggang menanggapi lontaran pria hidung belang itu. "Apa yang barusan kamu bilang, Bang? Aku yang selingkuh? Aku? Logikanya, mana ada yang selingkuh yang dikejar ke rumahnya? Hemh?" pekikku. Lantas semua yang berkumpul di teras rumahku pun saling terheran. "Eh, ini jadi siapa yang selingkuh? Kamu yang selingkuh, Nur? Atau bagaimana kejadiannya?" Tetanggaku kepo dengan sangat lantang. Dia maju ke depan membelah kerumunan. "Jadi begini Pak RT, Dek Nur mau menggagalkan rencana pernikahan kami yang tinggal menghitung hari. Ya
Bang Yadi merajuk. "Loh, Pak RT. Tidak bisa begitu. Tidak bisa putus sepihak. Pokoknya saya akan tetap menikah dengan Dek Nur!" sungutnya.Aku pun terkekeh sinis. "Mau menikah sama aku? Menikah saja sama bakul sana! Menikah mana bisa kalau pengantin wanitanya gak mau. Waliku juga sudah kuberitahu batal. Hemh!" Aku mencebikkan bibir.Hingga pada akhirnya Bang Yadi tak terima dan emosi. Tapi apa daya, bodyguardku lumayan banyak. Warga dan Pak RT berhasil mengusirnya. Ah, aku lega sekali.Kabar gagalnya pernikahanku sudah ramai diperbincangkan warga. Apalagi setelah kulihat video beredar di mall waktu itu. Dengan caption calon istri labrak calon suaminya yang selingkuh. Sedikit demi sedikit aku sekarang sudah gaul. Gunakan media sosial juga sudah sampai tiktok, tapi tidak tertarik tiktokan. Hanya untuk hiburan saja di saat penat.Laras yang tinggal di rumahku pun sudah tahu perihal batalnya nikahanku. Dia terus menguatkan dan mendoakan. Kue-kue yang sudah kubuat banyak dibantu Laras unt
"Siapa itu?" batinku merusuh karena takut. Tidak mungkin ada orang yang bisa masuk selain aku dan Laras. Apalagi orang itu sudah sampai di depan pintu.Hati sudah berdebar bukan karena mendapatkan pernyataan cinta. Tapi takut kalau malah maling datang dan ingin melenyapkan nyawaku. Mana adiknya Menul belum gajian, bagaimana kalau dia butuh dan aku sudah tiada. Oh tidak!Ketukan pintu itu tidak juga berhenti. Untung saja pintu dikunci, meski aku lupa dikunci atau tidak. Yang jelas, orang itu berusaha memainkan gagang pintu namun sepertinya sulit terbuka. Astaghfirullah! Siapa di sana?Kusempatkan untuk menghubungi Laras, tapi dia sudah tidak sedang online. Aku yakin, di luar adalah orang jahat. Keringat sudah mulai bermunculan. Aku panik sekali. Tangan juga sudah sangat dingin.Kuhubungi Bu RT, tapi beliau juga sudah tidak mengaktifkan data seluler. Ya, dan aku pun menghubungi Mbak Elis yang ada paling dekat dengan rumahku. Sayangnya, dia juga tidak mengaktifkan ponselnya. Aku kirim
"Diam, Nur, Abang tahu kamu kesepain 'kan? Makanya kamu ngebet nikah sampai kamu sekarang gagal nikah. Abang paham," sungutnya yang bau jengkol itu membuat jiwa pencak silatku meronta-ronta. Wajahnya sudah penuh keringat yang ada artian dia ada rasa takut.BKKKG!Kutendang kepunyaannya yang sebesar kuda jantan itu. Iya, dia memang punya pusaka yang lumayan besar, dan kini hasilnya setelah ditendang dia tak begitu kesakitan. Ini di luar dugaan, dia tak kalah. "Eh, jangan berontak. Jangan malu-malu. Abang paham. Abang minta ya malam ini, Nur! Sekali saja. Nanti Abang kasih uang. Biar Nur gak usah kerja lagi di tempat makan itu. Ya?" bujuk rayunya yang membuat kupingku begitu sakit. Sialan!Aku tak bisa berontak dengan mulut. Sepertinya dia sudah belajar seni membungkam mulut orang dari film aksi. Sialan! Aku berhasil semakin di dorongnya.Ya Rabb, selamatkan hamba.Aku terus mengerang dan berusaha berteriak. Dia malah cekikikan dan terus membuatku diam. Akhirnya aku pun ada ide, biar k
PoV Nur***"Nur! Kamu lari ke mana? Kamu bohongin aku, ya?"Ah, dia terus mengejarku sampai aku pun berhasil keluar dari pintu depan. Sungguh sadis sekali aku mengenal pria bajingan itu. Napasku begitu ngos-ngosan, semoga ada pertolongan."Eh, ada apa ini?"Pucuk dicinta doaku terkabul.Alhamdulillah, ada Pak RT dan Bu RT datang. Dan mereka melihat pria di belakangku hanya menggunakan kolor berlari mengejar. Ah, mati kau, Bang!"Hah?" Suara Bang Panjul terkejut bukan main melihat ada Pak RT dan Bu RT. Aku sembunyi di balik tubuh keduanya. Lantas aparatur yang melindungkiku ini pun geleng-geleng kepala melihat Bang Panjul di sana tanpa busana bawah yang komplit."Ada apa ini? Kamu sedang apa di rumah ini malam-malam? Kamu juga pakai kolor segala!" Pak RT dengan lantang memaki pria itu sembari berlari mendekat ke arahnya. Busana aparaturku itu masih mengenakan sarung dan kaos oblong. Pasti habis bertempur malam atau baru akan. Sedangkan Bu RT memakai daster berciput di kepala."Iya, ga