LOGINSekarang pekerjaan Elena bertambah dua, bukannya beristirahat dia malah harus membereskan kekacauan yang dibuat oleh suaminya.
"Awas kau! Lihat saja pembalasanku!" Gerutu Elena. Bukan Elena jika tidak melawan perbuatan suaminya. Jika suaminya marah, dia akan balik marah. Jika suaminya memukul, maka dia akan memukul. Tidak ada kata pasrah dalam hidupnya. Semua yang menginjak dirinya harus dilawan. Selesai membersihkan kekacauan, barulah Elena membereskan diri. Dia berbaring agak jauh dari tubuh suaminya yang beraroma tidak sedap itu. *** "Kamu buat kue lagi?" Tanya Malik. Pagi-pagi sekali Shireen sudah berkutat di dapur. "Iya. Aku buat cookies." Shireen bersemangat mengatakannya. "Jadi penasaran." Malik lalu berjalan mendekat dan memandang cookies yang tengah di panggang dibalik pemanggang. "Tapi nggak tahu rasanya enak atau nggak!" "Pasti enak!" Malik tersenyum. Mendengar pujian suaminya, Shireen jadi senang. Sejujurnya, dia hampir kehilangan kepercayaan diri dalam memasak. Dia sadar tak terlalu ahli urusan dapur. Semuanya dipelajari dari mertuanya, atau video memasak yang ada di media sosial. Malik tak pernah mengeluh soal makanan. Dalam catatan, tidak menyela. Tapi, dia selalu memberi masukan untuk masakan istrinya. Misal, harus ditambah garam, ditambah gula dan juga lainnya. Malik takut menyinggung Shireen yang selalu berusaha memberikan yang terbaik untuknya. "Banyak banget kamu buat cookiesnya, sayang.." Malik sadar ketika Shireen tengah membuat adonan satu loyang lagi. "Oh.. ini mau aku bawa untuk mama. Aku ke rumah mama ya siang ini?" "Memang menantu idaman." Shireen tertawa mendengar ucapan suaminya. "Kamu mau ikut?" "Nggak. Aku mau ngegym aja." "Okee. Tapi, aku pulangnya sorean ya, mas. Dari tempat mama, aku mau ke supermarket dulu." Malik mengangguk. "Mau ku antar?" "Boleh." Shireen tersenyum setuju. Setelah itu, baik Shireen dan Malik menuju tujuan masing-masing. Shireen mengunjungi ibu mertuanya. Nani. Wanita berusia 50 tahun yang masih anggun dan cantik. Pemilik sebuah panti asuhan di kota ini. Hubungan Shireen dan Nani juga tergolong baik. Tidak ada cerita mertua jahat atau menantu pembangkang. Mereka sangat akur. Mungkin karena Nani sudah mengenal Shireen sejak kecil. Sebab itulah, Nani menjodohkan Shireen dengan anaknya. "Heran.. anak itu malah nggak pernah berkunjung kesini!" Shireen tertawa kecil. "Yang penting Shireen sudah disini. Udah jangan dipikirin." Shireen lalu mengajak mertuanya untuk mencicipi cookies buatannya. Di sisi lain, Malik sudah satu jam melakukan aktivitasnya di area fitness ini. Karena sudah lelah, Malik memutuskan untuk pulang ke rumah. Shireen tadi mengatakan tidak mau dijemput karena ia akan ke supermarket dulu. Jadilah, Malik pulang sendiri. Sebelum pulang, Malik menyempatkan diri untuk mampir ke minimarket yang tak jauh dari tempat fitness ini. Sengaja, ia tak berganti pakaian. Masih memakai kaos hitam ketat dan celana pendek di atas lutut. Rencananya lansung mandi ketika sampai di rumah nanti. Baru saja membuka pintu keluar minimarket, Malik terperangah. "Elena!" Tegurnya. Elena yang tak sadar kehadiran Malik jadi berbalik. "Malik?" "Bukannya kamu di luar kota? Baru pulang?" Tanya Malik. "Iya. Kemarin sore. Rupanya, Zayn ngasih tahu kamu ya kalau aku keluar kota." "Oh, itu.." Malik jadi menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Kemarin aku sempet keluar bersama Zayn. Jadi dia cerita sedikit. Katanya kamu lagi nyari inspirasi untuk novel barumu." Elena hanya mengangguk. "Kamu baru pulang dari ngegym?" Malik baru sadar akan penampilannya. "Ah, iya.. ini baru mau pulang." "Kalau begitu hati-hati di jalan." "Ya. Kamu juga." Sahut Malik. "Tunggu sebentar, Malik." Malik kembali berbalik dan memandang Elena. "Aku jadi penasaran sejauh apa yang dikatakan Zayn tentang diriku padamu.." Sesaat keduanya saling memandang dan tak tahu kenapa ada percikan rasa sedih di mata Elena. "Zayn begitu memujamu." Jawab Malik. Elena tersenyum pahit mendengar jawaban Malik. "Baiklah kalau begitu." Elena pun langsung pergi. Setelah kepergian Elena, Malik menghela nafas panjang. Dia merasa ada sesuatu yang tak beres diantara sepasang suami istri itu. *** "Baru sadar kamu?" Tanya Elena sambil mengeluarkan barang belanjaannya dari minimarket. Dia membeli makanan cepat saji saja. "Sudah dapat kamu inspirasinya?" Tanya Zayn dingin. Dia duduk di kursi makan dimana Elena tengah memanaskan air untuk membuat mie instan. "Sudah. Rencananya aku ingin membuat cerita tentang KDRT." Zayn tergelak. "Boleh aku menambahkan bumbu ceritanya? Titip untuk tokoh wanitanya, buat sebagai wanita pembangkang dan tidak menurut!" Ingin sekali Elena menuang air panas ini di wajah suaminya. Tapi ditahannya. Ia tak ingin ada keributan hari ini. "Aku nggak mau makan mie instan." Sambung Zayn. "Memang yang buatin kamu siapa?" "Kamu ini!" Zayn berdesis kesal. Punya istri cuma bisa masak mie instan. Zayn lalu bangkit dari duduknya dan kembali ke kamar. Tak lama, ia keluar lagi dengan memakai jaket. "Mau kemana?" Tanya Elena melihat gelagat suaminya yang ingin pergi. "Nyari inspirasi untuk novel!" Sambil berlalu Zayn mengatakannya sampai membuat rahang Elena mengeras. Bukan ke club atau berkumpul bersama teman. Zayn pergi ke supermarket. Tidak ada stok makanan di kulkas. Dia lupa kapan terakhir kali mengisinya. Percuma juga diisi, toh Elena tak akan mengolahnya. Dia lebih suka memesan makan diluar. Baru saja berkeliling, mata Zayn bertabrakan dengan seorang wanita yang dia kenal. Wanita anggun yang memakai hijab berwarna ungu. Sontak saja dia langsung mendekati. "Hai.. Shireen, kan?" Zayn memastikan. Wanita yang dipanggil ini langsung menoleh dan tersenyum. Kebetulan sekali, ia tengah memilih bunga kol. "Mas Zayn?" Zayn tersenyum senang ketika istri Malik ini mengingatnya. "Lagi belanja sayur?" "Iya.. buat stok. Mas juga?" Shireen melihat keranjang Zayn yang juga berisi sayuran. "Iya... kamu lagi milih bunga kol?" "Iya, nih. Tapi nggak tahu mana yang bagus biar bisa disimpan lama di kulkas." Ucap Shireen bingung. Zayn lalu mengambil beberapa bunga kol dan menimbangnya. Setelah itu dia memberikan bunga kol yang terbaik. "Terima kasih." "Memang kamu mau masak apa?" Shireen tampak berpikir. "Capcay enak juga kali, ya.." "Kalo capcay enakan pake brokoli." "Oh, ya?" Shireen baru tahu. "Selain enak, warnanya juga cantik." Zayn lalu mengajak Shireen melihat sayuran yang lain. Termasuk brokoli. "Masak itu terkadang nggak mikirin soal enak, tapi juga estetika. Lihat ini!" Zayn menunjukkan brokoli berwarna hijau di tangannya. "Brokoli berwarna hijau, wortel oranye dan jagung manis kuning.. perpaduan warna yang indah." "Wah.." Shireen jadi takjub. "Ternyata mas Zayn pintar masak, ya?" "Nggak juga, kok. Cuma suka masak aja!" "Jarang-jarang cowok suka masak, mas!" Shireen memuji. "Aku udah terbiasa masak sejak kecil. Dulu, ayahku nggak suka jajan di luar jadi ibu selalu masak. Sebagai anak tunggal, aku selalu bantu ibu memasak." Keduanya lalu saling memandang dan tersenyum. "Beda sama aku.. ibuku udah meninggal sedari kecil. Jadi nggak ada yang ajarin aku masak." "Tapi, masakanmu enak, kok!" "Mas tahu dari mana?" Shireen jadi heran. "Aku pernah dicicipin bekal udang baladomu dari Malik." "Oh!" Shireen sampai tertawa geli hingga Zayn tak lepas mengamatinya. "Udang balado yang nggak karu-karuan rasanya!" Shireen masih ingat rasa udang buatannya itu. Sambalnya begitu anyir. "Tapi enak, serius!" "Bisa aja mas Zayn! Pasti nggak seenak masakan, mas. Elena pasti senang dimasakin terus sama kamu." Zayn mengedikkan bahu. Untuk urusan ini, dia bingung menjawabnya. "Nanti kapan-kapan aku undang kalian makan di rumahku." Shireen tersenyum senang mendengarnya. "Dengan senang hati menerimanya."Apa ini? Elena tak mengerti hati dan pikirannya sendiri. Otaknya menolak sentuhan yang diberikan pria ini tapi hatinya menginginkan.Malik menatapnya begitu lekat. Kedua mata coklat itu bertemu. Bak kapal yang menemukan pelabuhan, kapal ini siap untuk bersandar. Degup jantung ini berdebar begitu hebat ketika dahi ini saling menyentuh, hawa nafas ini begitu panas di suhu yang sejuk ini.Bibir ini tertaut begitu saja. Mereka menginginkan. Ya, Elena menginginkannya. Dia sempat mendorong bahu pria ini, mencoba menyadarkan dari apa yang tengah mereka perbuat.Tapi terlambat. Nafsu mengalahkan logika..Elena sudah lama tak disentuh oleh suaminya. Tepatnya tak mengizinkan karena ia tahu Zayn suka sekali menghabiskan waktunya di club malam. Siapapun tahu apa maksudnya.Sementara Malik, merindukan wanita ini. Wajahnya, tatapan matanya, cara bicaranya dan manjanya. Ah.. Malik rindu sekali. Memadu kasih bersama Elena adalah hal yang dirindukannya.Tubuh Elena diangkat begitu saja. Dibaringkan pe
Shireen lebih banyak diam di liburan siang ini. Matanya hanya sibuk menatap para rekan kerja suaminya yang bermesraan dengan istri mereka. Ada yang sibuk menghabiskan waktu untuk berbelanja dan ada juga yang sibuk menjelajahi pulau. Tapi, Shireen seperti kehilangan minatnya."Dari tadi kamu cuma diam." Tegur Malik menyadari perubahan sikap Shireen.Shireen hanya tersenyum letih."Kamu sakit?" Malik menyentuh dahi yang sedikit panas itu. "Demam, sayang?""Cuma jetlag.""Ya ampun.." Malik jadi merasa bersalah. Harusnya dia tak memaksa istrinya ikut bergabung dengan rekan yang lain tadi."Mau pulang ke kamar?"Shireen mengangguk. "Kalau boleh.""Nggak apa-apa. Istirahat aja. Nanti makan siang, aku pulang."Sekali lagi, Shireen hanya tersenyum. Tak ingin membuang waktu, Shireen memilih pulang ke kamar dan beristirahat. Kepalanya pusing.Elena juga betah berada di kamar. Membuat Zayn jadi gerah saja."Harusnya tidak usah ikut kalau kamu cuma mau bersemedi disini.""Memangnya kenapa? Nggak
Rasa bosan itu akhirnya melanda, dengan menggunakan sweater Elena keluar dari kamar untuk mencari udara segar. Berkeliling pantai di malam hari sepertinya mampu mengusir kalut yang sedang berkutat di hati dan pikirannya.Baru saja keluar dari koridor kamar, Elena ditegur seseorang."Malik?" Elena tak salah mengenali. Walau minim pencahayaan tapi wajah tampan itu tetap bersinar. "Sedang apa kamu disini?""Baru menemui Pak Bram." Kebetulan kamar Bram satu area dengan penginapan Elena."Oh.. sama Zayn?" Elena memastikan."Tidak. Dia lagi ikut pesta barbeque. Kamu mau kemana? Bukannya pesta ada di sebelah sana?"Elena jadi canggung. "Aku cuma mau nyari angin aja.""Kamu nggak apa-apa? Apa kamu dipukuli lagi?"Elena memandang Malik lalu menggeleng."Seharian kamu nggak bergabung dengan yang lain. Sejujurnya aku sedikit khawatir." Jujur Malik.Elena hanya tersenyum pahit. "Aku cuma ingin sendiri. Sudah, ya! Aku mau kesana dulu.."Elena melewati Malik begitu saja dan pria itu hanya bisa mema
"Mas Malik, Jangan!"Mendengar suara Shireen membuat Malik melepas kerah baju yang sempat ditariknya itu. Sontak, Zayn langsung merapikan pakaiannya.Melihat Shireen dan Elena yang terkejut. Malik langsung menuju ke arah Shireen dan menggenggam tangannya."Kita cari tempat lain saja." Malik langsung membawa istrinya pergi dari restoran.Sedangkan Elena tertegun. Ada apa? Kenapa Malik begitu marah hingga hendak memukul suaminya? Mungkinkah itu karena dia telah melihat kondisi Elena yang menyedihkan seperti ini? Sehingga membuat Malik murka dan menyerang Zayn? Elena berkecamuk dibuatnya."Ada apa, mas?" Tanya Shireen lembut saat mereka sedang dalam perjalanan.Shireen memandang suaminya yang tengah fokus menyetir. Setelah menunggu dan tak mendapat jawaban. Pandangan Shireen beralih keluar jendela.Dia dan Elena baru saja keluar dari toilet dan terkejut saat melihat Malik tiba-tiba mencengkram kerah baju suami Elena.Hening. Tak ada percakapan selama di perjalanan. Shireen mengerti mungk
"Silahkan, mas."Dengan anggun Shireen menaruh satu cangkir teh lemon di hadapan Zayn."Terima kasih."Tak peduli teh tersebut masih panas, Zayn menyesap minuman tersebut perlahan."Sungguh menyegarkan. Enak sekali, Shireen." Pujinya."Mas Zayn memang pandai memuji." Senyum Shireen jadi mengembang karena dipuji oleh Zayn."Zayn!" Tegur Malik. Pria ini baru keluar dari kamar.Tadi dia menenangkan dirinya sebentar. Siapa tahu Zayn datang untuk memakinya. Menuduhnya berselingkuh dengan Elena. Jadi, Malik harus menyiapkan jawaban."Hai, Malik!" Sapa Zayn hangat."Ada apa malam-malam kemari?" Malik lalu duduk di hadapan Zayn, tepat di samping istrinya. Dia harus bersikap biasa saja, seolah tidak tahu apa-apa."Aku ingin memberikan ini. Aku sengaja nggak menghubungimu karena aku sekalian keluar."Zayn lalu mengeluarkan sebuah map dari tas kerjanya."Tadi Pak Bram menitipkan ini pada sekretarisnya. Katanya ini untukmu. Tapi, karena kamu pulang terburu-buru jadi berkas ini dititip padaku."Ma
Malik ingin bertanya lagi tapi suara riuh terdengar dari arah luar. Para pegawai mulai berdatangan. Keduanya hanya bisa saling memandang terutama Zayn yang tatapannya sulit diartikan. Malik pun memutuskan untuk kembali ke meja kerjanya.Saat istirahat makan siang, barulah Malik menemui Zayn."Zayn.." tegurnya."Ya?""Ada yang ingin kukatakan padamu."Zayn berbalik menghadap temannya."Aku mendengarkan.""Aku bertemu Elena kemarin.""Oke. Lalu?""Dia bercerita mengenai masalah rumah tangga kalian."Zayn menutup mata sambil memijit pangkal hidungnya. "Lalu?""Aku tidak ingin ikut campur. Sungguh! Tapi, kurasa kalian harus memperbaiki semuanya. Mulai lagi dari awal."Zayn terkekeh. "Tenang saja. Kami akan mengulang semuanya dari awal."Malik berharap demikian. Pernikahan Zayn dan Elena bisa diselamatkan asal keduanya bisa sama-sama saling mengerti."Zayn tahu kita bertemu?" Tanya Elena di ujung telpon."Iya. Dia juga sudah mengatakan kalau dia ingin memperbaiki hubungan kalian dari awal.







