แชร์

Bab 7: Rapat Umum Pemegang Proyek

ผู้เขียน: Murufu
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-10-11 08:12:21

Perjalanan kembali ke Istana Bunga Es adalah kebalikan dari prosesi pemakaman beberapa jam yang lalu. Sepuluh Pengawal Kerajaan yang sama masih mengelilingiku dalam formasi kotak yang kaku, tetapi atmosfernya telah berubah secara fundamental. Keheningan mereka tidak lagi terasa mengancam, melainkan protektif.

Kapten Pengawal berwajah bekas luka itu kini berjalan sedikit di depanku, bukan lagi sebagai seorang sipir, melainkan sebagai seorang pengawal kehormatan. Tatapannya lurus ke depan, memastikan jalan di depanku bersih. Saat kami berpapasan dengan para bangsawan dan pejabat di koridor, tatapan mereka tidak lagi berisi cemoohan. Kini yang kulihat adalah kebingungan, keterkejutan, dan secercah rasa takut yang baru.

Berita menyebar lebih cepat daripada api di istana ini. Permaisuri Terbuang yang seharusnya dihukum, justru keluar dari Ruang Takhta dengan sebuah dekrit kekuasaan dari Kaisar sendiri. Aku tidak lagi dianggap sebagai mangsa; aku telah menjadi anomali, sebuah variabel tak dikenal yang membuat mereka semua waspada.

Aku menikmati setiap tatapan bingung itu. Di dunia korporat, rasa takut dan kebingungan dari para pesaingmu adalah metrik kesuksesan. Itu berarti rencanaku bekerja.

Saat kami tiba di gerbang Istana Bunga Es, para penjaga yang tadinya bermalas-malasan langsung berdiri tegak, wajah mereka pucat pasi saat melihat rombongan Pengawal Kerajaan. Kapten Pengawal menatapku, menunggu perintah.

"Tugas kalian selesai," kataku dengan nada datar. "Laporkan pada Yang Mulia Kaisar bahwa asetnya telah kembali dengan selamat."

Sang Kapten tampak sedikit terkejut dengan istilah "aset" itu, tapi dia hanya membungkuk dalam-dalam. "Baik, Yang Mulia." Dia dan pasukannya berbalik dan berbaris pergi, meninggalkan aku sendirian di depan pintu istanaku yang terbengkalai.

Penjaraku. Proyekku.

Aku mendorong pintu itu terbuka. Di dalam, aula utama terasa sunyi. Beberapa pelayan yang melihatku langsung membeku, seolah melihat hantu. Mereka jelas mengharapkanku kembali dalam keadaan menangis, atau bahkan tidak kembali sama sekali.

Elara adalah yang pertama berlari menghampiriku, matanya yang besar dipenuhi kecemasan. "Yang Mulia! Anda... Anda baik-baik saja?"

"Lebih dari baik-baik saja, Elara," jawabku, sebuah senyum tipis yang dingin tersungging di bibirku. Aku menatap melewati bahunya, ke arah para pelayan lain yang mulai berkerumun dari kejauhan, berbisik-bisik ketakutan.

Aku tahu apa yang harus kulakukan. Perubahan harus dimulai dari atas dan harus diumumkan dengan cara yang tidak meninggalkan keraguan sedikit pun.

"Panggil Delia," perintahku, suaraku menggema di aula yang sunyi. "Suruh dia mengumpulkan semua staf di aula utama. Semua orang. Dari penjaga gerbang hingga tukang kebun. Aku beri waktu sepuluh menit."

Sepuluh menit kemudian, aula utama yang luas dan berdebu itu dipenuhi oleh lebih dari seratus orang staf Istana Bunga Es. Mereka berdiri berkerumun dengan gugup, menghindari tatapanku, saling berbisik dengan cemas. Mereka tampak seperti sekumpulan domba yang ketakutan, tidak tahu apakah gembala baru mereka adalah seorang penyelamat atau serigala.

Aku berdiri di puncak tangga utama, memberiku posisi yang lebih tinggi. Elara berdiri beberapa langkah di belakangku, memegang sebuah perkamen kosong dan pena, siap untuk mencatat. Di barisan paling depan, berdiri Delia. Wajahnya pucat, matanya dipenuhi ketidakpastian saat dia mencoba menerka apa yang akan terjadi selanjutnya.

Aku membiarkan keheningan berlangsung selama satu menit penuh, membiarkan ketegangan mereka mencapai puncaknya. Lalu, aku berbicara.

"Selamat pagi," kataku, suaraku yang tenang menggema di seluruh aula. "Bagi kalian yang belum sadar, telah terjadi pergantian manajemen di fasilitas ini."

Beberapa orang saling berpandangan bingung mendengar istilah "manajemen" dan "fasilitas".

"Mulai hari ini," lanjutku, "Istana Bunga Es bukan lagi tempat pengasingan atau peristirahatan. Tempat ini sekarang adalah sebuah proyek. Proyek dengan satu tujuan: mencapai efisiensi dan profitabilitas maksimum dalam tiga puluh hari. Kalian semua bukan lagi pelayan. Kalian adalah personel proyek."

Aku berhenti sejenak, membiarkan kata-kata aneh itu meresap. "Akan ada aturan baru. Pertama: semua personel diharapkan berada di pos mereka tepat saat fajar. Keterlambatan tidak akan ditoleransi. Kedua: setiap kepala departemen—dapur, kebersihan, taman, penjaga—akan memberikan laporan harian tertulis kepadaku melalui Puan Delia. Ketiga: akan ada evaluasi kinerja mingguan. Mereka yang bekerja dengan baik akan diberi imbalan. Mereka yang tidak memenuhi standar..."

Aku membiarkan kalimat itu menggantung di udara. "Akan dianggap sebagai aset yang tidak produktif dan akan direlokasi."

'Direlokasi' adalah kata yang jauh lebih menakutkan daripada 'dipecat'. Itu terdengar final dan tanpa ampun.

"Tugas kalian sederhana," kataku, menyapu pandanganku ke seluruh kerumunan. "Bekerja keras, ikuti perintah, dan laporkan setiap kejanggalan atau pemborosan yang kalian lihat. Loyalitas kalian adalah pada keberhasilan proyek ini. Jika kita berhasil, tempat ini akan makmur. Jika kita gagal, istana ini akan ditutup, dan kalian semua akan berakhir di jalanan."

Itu adalah campuran antara ancaman dan janji—sebuah taktik motivasi standar.

Aku mengakhiri pidatoku dengan menatap lurus ke satu orang: Delia. Semua mata kini tertuju padanya.

"Puan Delia," kataku dengan suara yang bisa didengar semua orang. "Sebagai Kepala Pelayan, Anda kini juga menjabat sebagai Manajer Operasional Proyek. Tugas pertama Anda di bawah manajemen baru ini sederhana."

Aku menatapnya dengan dingin. "Berikan aku daftar lengkap inventaris istana ini. Setiap paku, setiap karung gandum, setiap sendok perak, dan setiap koin yang tersisa di kas. Aku tidak mau laporan yang sudah ada. Aku mau kau dan timmu menghitungnya kembali secara manual, satu per satu."

Delia tampak seolah baru saja disambar petir. Itu adalah tugas yang mustahil.

"Aku ingin laporan itu sudah ada di mejaku..." Aku berhenti sejenak untuk memberikan dampak maksimal. "...sebelum fajar besok."

Keheningan yang pecah di aula itu bukan lagi karena kebingungan. Itu adalah keheningan yang lahir dari keterkejutan dan rasa ngeri. Rapat umum pertama baru saja selesai. Dan semua orang kini tahu, di bawah tatapan dingin sang Permaisuri Gila, neraka baru saja dimulai.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (1)
goodnovel comment avatar
Mikasa Bella
seru ceritanya..
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu   Bab 139: Leviathan Besi dan Hiu Kawat Neraka

    "Kereta api tidak didesain untuk berenang, Rania. Ini hukum dasar. Besi tenggelam. Air masuk ke cerobong. Api mati. Kita mati." Finn mondar-mandir di depan cetak biru hologram yang baru saja kuproyeksikan di dinding bengkel stasiun. Wajahnya pucat, tangannya penuh oli. "Koreksi, Finn," kataku, memutar model 3D The Sovereign di udara dengan jari telunjukku. "Kereta api biasa tidak bisa berenang. Tapi The Sovereign bukan lagi kereta api. Dia adalah Amphibious Assault Vehicle." Aku menunjuk ke bagian roda kereta di hologram. "Kita akan mengganti roda besi ini dengan sistem Caterpillar Track (Rantai Tank) yang dilengkapi sirip pendorong. Ini memungkinkan kita bergerak di dasar laut yang berlumpur." Aku menunjuk ke cerobong asap. "Sistem pembakaran terbuka diganti dengan Sirkuit Hidro-Termal Tertutup. Kita tidak membuang uap ke luar. Kita mendinginkan uap itu menggunakan air laut dingin di luar dind

  • Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu   Bab 138: Sinyal Hantu dan Kabut Perang

    Di layar monitor ruang kendali The Sovereign, aku melihat mereka datang.Satu regu pengintai elit. 12 Orc dengan zirah baja hitam mengkilap, dipimpin oleh seorang Centurion (Komandan) yang tingginya hampir tiga meter. Mereka tidak membawa kapak kasar seperti Orc biasa. Mereka membawa senapan serbu otomatis dan mengenakan Visor Taktis yang menyala merah.[UNIT: ELITE SCOUT - ARES LEGION][OBJECTIVE: RECON & ELIMINATE][MORALE: 100% (FEARLESS)]Mereka bergerak dalam formasi taktis sempurna, menyusuri jalan raya utama Sektor Industri yang gelap dan berkabut."Mereka disiplin," komentar Darrius, yang sedang mengasah pedang Nightfall-nya di sudut ruangan. "Tidak ada suara langkah kaki. Mereka pembunuh profesional.""Mereka unit RTS (Real-Time Strategy)," koreksiku, mengetuk layar tablet. "Mereka diprogram untuk bertarung secara efisien. Mereka tidak takut mati, karena mereka tahu mereka bisa diproduksi ulang di pabrik."

  • Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu   Bab 137: Tiga Raja dan Peta Neraka

    Asap rokok di The Velvet Room berwarna merah muda dan berbau seperti stroberi sintetis. Di sekeliling kami, monster glitch minum oli dari gelas martini, mengabaikan keberadaan dua manusia yang baru saja masuk ke sarang mereka. Vox, si Pria Kepala TV, mengocok kartunya dengan gaya teatrikal. "Informasi itu mahal, Yang Mulia Admin," suara Vox berderak statis. Layar wajahnya menampilkan simbol mata uang Dollar ($) yang berputar. "Kredit Datamu (AC) belum laku di sini. Aku butuh sesuatu yang lebih... substansial." "Aku bisa memperbaiki dead pixel di layar wajahmu," tawarku santai, duduk di kursi bar sambil menyilangkan kaki. "Aku lihat kau punya lag 0.5 detik di sistem motormu. Pasti menyebalkan saat mengocok kartu, kan?" Vox berhenti. Simbol Dollar di wajahnya berganti menjadi tanda seru (!). "Kau bisa memperbaiki kode legacy?" tanyanya, nada suaranya penuh harap. "Developer sialan itu membiarkanku nge-bug sejak

  • Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu   Bab 136: Runtuhnya Emas dan Kelahiran Kredit Data

    Matahari ungu di atas Ibukota Runtuh baru saja terbit, tapi antrean di depan Stasiun Menara Jam sudah mengular.Aroma sup tomat segar—tomat asli dari Laboratorium Bawah Tanah—menguap ke udara, membuat perut semua orang keroncongan. Itu adalah aroma kehidupan di tengah kota mati.Tapi ada keributan di barisan depan."Apa maksudmu emas ini tidak laku?!" teriak seorang prajurit Dwarf, membanting kantong kulit berisi koin emas Kekaisaran ke atas meja distribusi makanan. Koin-koin itu berguling, berkilauan, dan... sama sekali tidak berguna.Finn, yang bertugas menjaga panci sup, menghela napas lelah. "Grom, dengarkan aku. Kita tidak punya pedagang. Kita tidak bisa membeli bir atau baju zirah baru dengan emas itu. Di sini, emas cuma batu kuning yang berat.""Tapi ini upahku selama sepuluh tahun mengabdi pada Raja Thrain!" Grom marah, wajahnya memerah. "Kau bilang hartaku sampah?"Suasana memanas. Prajurit lain mulai memegang senjata me

  • Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu   Bab 135: Kebun Eden yang Terlupakan dan Eksperimen Chimera

    Pintu masuk fasilitas Aethelgard Bioscience tidak terlihat seperti pintu. Itu terlihat seperti dinding beton kosong di stasiun kereta bawah tanah yang runtuh.Tapi bagiku, dengan mata Admin yang baru saja "dikalibrasi", aku melihat garis-garis sirkuit biru yang tersembunyi di balik lumut tembok."Di sini," tunjukku.Aku menempelkan Keycard biru yang kami temukan dari mayat Scavenger semalam.BEEP.Suara elektronik yang jernih terdengar—suara yang terlalu bersih untuk dunia yang sedang kiamat ini. Beton itu bergeser, mendesis saat segel udara (airlock) terbuka setelah ribuan tahun tertutup. Udara dingin berbau antiseptik dan tanah basah berhembus keluar."Baunya seperti... rumah sakit," komentar Solon, menutup hidungnya dengan lengan jubah."Baunya seperti laboratorium," koreksiku. "Dan laboratorium berarti sumber daya."Kami masuk. Aku, Darrius, Finn, dan lima prajurit Dwarf elit.Di dalam, lampu jalur

  • Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu   Bab 134: Glitch Duplikasi dan Makan Malam Piksel

    Malam pertama di "Zona Nol" tidak gelap gulita, dan itu masalahnya.Matahari buatan yang kuatur siang tadi memang sudah terbenam, tapi langit malam di atas Ibukota Runtuh tidak memiliki bintang yang stabil. Kadang ada flicker (kedipan) cahaya putih acak, seperti lampu neon raksasa yang hampir putus.Di alun-alun stasiun Menara Jam, api unggun besar menyala. Bukan dari kayu, tapi dari tumpukan kursi plastik kuno yang kami temukan di ruang tunggu. Plastik itu terbakar dengan warna hijau kimiawi dan bau yang aneh, tapi setidaknya memberikan kehangatan.Masalah terbesar kami bukan dingin. Tapi perut."Laporan logistik," kataku, duduk di atas peti amunisi sambil memijat kening.Finn membuka buku catatan kumalnya. Wajahnya muram."Populasi: 42 orang. Sisa ransum dari kereta: 15 kotak biskuit keras dan 4 jerigen air. Di luar zona aman, air sungai berasa seperti logam cair dan ikan-ikannya... well, ikan-ikannya berenang terbalik di udara

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status