Share

Bab 6 : Laporan Kepada Direksi

Penulis: Murufu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-08 08:08:44

Keheningan yang ditinggalkan Lysander terasa berat dan dingin. Selama beberapa saat, satu-satunya suara di kantor pengurus yang pengap itu adalah isak tangis tertahan dari Elara, yang kini merosot di lantai, terlalu takut untuk berdiri.

Rania sendiri tidak bergerak. Matanya terpaku pada ruang kosong tempat Lysander lenyap. Tangannya, yang beberapa saat lalu memegang buku catatan hitam yang menjadi kunci kemenangannya, kini terasa ringan dan kosong secara absurd. Senjatanya telah dicuri, tepat di depan matanya, oleh hantu yang tersenyum.

Otaknya berpacu lebih cepat dari sebelumnya, mencoba memasukkan data yang mustahil ini ke dalam kerangka logis. Sihir itu nyata. Itu adalah fakta pertama yang harus ia terima. Entitas dengan kekuatan tak terukur ada di istana ini. Itu fakta kedua. Dan yang paling mengerikan, entitas itu mengetahui rahasianya. Fakta ketiga.

"Yang Mulia..." rintih Elara, suaranya pecah. "Si-siapa itu? Hantu? Iblis?"

Rania akhirnya bergerak. Dia berjongkok di depan Elara, bukan untuk menghibur, melainkan untuk menilai. Mata gadis itu dipenuhi teror murni. Asetnya hampir rusak.

"Dengar, Elara," kata Rania, suaranya rendah dan tajam, memaksa Elara untuk menatap matanya. "Aku tidak tahu dia itu apa. Tapi dia tidak membunuh kita. Dia mengambil buku itu, tapi dia meninggalkan kita tetap hidup. Mengerti?"

Elara mengangguk ragu-ragu.

"Itu artinya kita masih berada di dalam permainan," lanjut Rania, cengkeramannya di bahu Elara mengerat. "Tapi aturan mainnya baru saja berubah. Rencana kita untuk bergerak diam-diam sudah mati. Kita tidak punya waktu. Aku butuh kau untuk fokus. Bisa?"

Melihat tatapan baja di mata Permaisurinya, sesuatu di dalam diri Elara yang gemetar itu menemukan pegangan. Dia menarik napas dalam-dalam dan mengangguk lagi, kali ini lebih mantap. "Bisa, Yang Mulia."

"Bagus." Rania berdiri. "Dia mengambil bukti fisiknya, tapi dia tidak bisa mengambil ini." Rania mengetuk pelipisnya sendiri. "Dia menyuruhku menggunakan salinannya di dalam kepalaku. Baiklah. Kita akan memberinya pertunjukan yang lebih baik."

Dia berbalik dan melihat tumpukan perkamen kosong dan tinta yang mereka bawa. Rencananya untuk menyalin isi buku itu kini berubah. Dia tidak akan lagi hanya menyalinnya. Dia akan meningkatkannya.

"Elara, kita kembali ke kamarku. Bawa semua perkamen dan tinta yang tersisa. Pekerjaan kita belum selesai. Justru baru dimulai."

Malam itu, kamar Rania yang dingin berubah menjadi ruang strategi perang. Didorong oleh adrenalin dan ancaman dari kekuatan yang tak diketahui, Rania bekerja dengan intensitas yang mengerikan. Dia tidak bisa lagi mengandalkan bukti fisik yang bisa dicuri. Dia harus menciptakan senjata baru—sebuah argumen yang begitu logis, begitu padat dengan data, hingga tidak bisa dibantah, bahkan tanpa bukti aslinya.

Dia mulai mendiktekan isi buku catatan hitam itu dari ingatannya, dan Elara menulis dengan panik untuk mengikutinya. Tapi Rania tidak hanya mendikte. Dia menambahkan analisisnya.

"Tulis ini," katanya sambil mondar-mandir. "Judul: **Proposal Restrukturisasi Anggaran dan Peningkatan Efisiensi Operasional, Istana Bunga Es.**"

Dia kemudian menjabarkan setiap poin korupsi, bukan sebagai tuduhan, melainkan sebagai "studi kasus inefisiensi". Dia mengubah pencurian gandum menjadi "penyusutan aset logistik". Perbaikan atap fiktif menjadi "alokasi anggaran tanpa realisasi proyek".

Dia bahkan membuat Elara menggambar bagan-bagan sederhana. "Gambar sebuah balok. Tulis di atasnya 'Anggaran Resmi'. Sekarang gambar panah-panah yang keluar dari balok itu. Tulis di setiap panah: 'Kebocoran Material', 'Biaya Personil Fiktif', 'Pembelian Fiktif'. Ini namanya diagram alur. Ini menunjukkan ke mana uangnya pergi."

Di halaman terakhir, dia mendiktekan bagian "Rekomendasi", mengusulkan dirinya sendiri untuk memimpin "proyek percontohan" untuk menerapkan sistem audit modern, lengkap dengan proyeksi penghematan sebesar 30% dari anggaran tahunan. Itu adalah sebuah proposal yang berani, arogan, dan sangat detail. Sebuah mahakarya dari dunia korporat yang dilemparkan ke jantung kekaisaran feodal.

Saat fajar menyingsing, gulungan perkamen yang tebal itu selesai. Rania menatapnya dengan puas. Lysander ingin pertunjukan? Baiklah. Babak pertama akan segera dimulai.

Dia memanggil Delia. Kepala pelayan itu datang dengan cepat, wajahnya patuh.

"Puan Delia," kata Rania, menyerahkan gulungan tebal itu. "Aku ingin ini berada di atas meja kerja Kaisar Darrius sebelum tengah hari. Tepat di tengah mejanya."

Delia menelan ludah, merasakan beratnya gulungan itu. "Tapi, Yang Mulia, protokol..."

"Protokol sudah tidak berlaku," potong Rania dingin. "Kau akan mengantarkan ini. Jika ada yang menghalangi, katakan pada mereka bahwa isinya menyangkut keamanan dana pribadi Yang Mulia. Jika kau gagal..." Rania menatap lurus ke mata Delia, "...maka loyalitasmu yang baru ini tidak ada artinya. Dan aku tidak punya gunanya menyimpan karyawan yang tidak berguna."

Ancaman itu, yang dibungkus dengan bahasa manajemen yang dingin, jauh lebih menakutkan daripada amarah biasa. Delia mengangguk cepat. "Saya mengerti, Yang Mulia. Anggap saja sudah beres."

Dia mengambil gulungan itu dan pergi dengan tergesa-gesa.

Rania kini sendirian di kamarnya. Dia berjalan ke jendela, menatap istana utama di kejauhan yang mulai bermandikan cahaya pagi. Dia telah mengambil risiko terbesarnya. Dia telah menantang Kaisar secara langsung, memaksanya untuk bereaksi. Dia tidak tahu apakah reaksi itu akan berupa minat atau perintah eksekusi.

Dia telah melemparkan dadunya, di atas papan catur yang ternyata juga dihuni oleh hantu.

*Proposal telah dikirim,* pikirnya, tangannya rata di kaca jendela yang dingin. *Sekarang, mari kita lihat apakah dewan direksi di kekaisaran ini cukup pintar untuk mengenali peluang investasi.*

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu   Bab 8: Malam Panjang Penghitungan

    Perintah itu menggantung di udara aula yang dingin, terasa lebih berat daripada keheningan itu sendiri. Selama beberapa detik, tidak ada yang bergerak. Seratus pasang mata menatapku dari puncak tangga, lalu beralih ke Delia, yang wajahnya kini sepucat kain kafan.Menghitung ulang seluruh inventaris istana—secara manual—dalam waktu kurang dari dua belas jam bukanlah tugas yang sulit. Itu adalah tugas yang mustahil, dan semua orang di ruangan itu tahu. Itu adalah sebuah hukuman, sebuah pertunjukan kekuasaan yang dirancang untuk menghancurkan semangat mereka sebelum pekerjaan dimulai.Delia adalah yang pertama pulih dari keterkejutannya. Dia tahu dia tidak punya pilihan. Di hadapan seluruh staf yang selama ini ia tindas, ia membungkuk dalam-dalam, suaranya bergetar karena campuran antara ketakutan dan kebencian yang tertahan."Akan... akan saya laksanakan, Yang Mulia.""Bagus," jawabku, nadaku dingin dan tanpa emosi. "Rapat selesai. Kembali bekerja."Kerumunan itu bubar dalam kekacauan y

  • Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu   Bab 7: Rapat Umum Pemegang Proyek

    Perjalanan kembali ke Istana Bunga Es adalah kebalikan dari prosesi pemakaman beberapa jam yang lalu. Sepuluh Pengawal Kerajaan yang sama masih mengelilingiku dalam formasi kotak yang kaku, tetapi atmosfernya telah berubah secara fundamental. Keheningan mereka tidak lagi terasa mengancam, melainkan protektif.Kapten Pengawal berwajah bekas luka itu kini berjalan sedikit di depanku, bukan lagi sebagai seorang sipir, melainkan sebagai seorang pengawal kehormatan. Tatapannya lurus ke depan, memastikan jalan di depanku bersih. Saat kami berpapasan dengan para bangsawan dan pejabat di koridor, tatapan mereka tidak lagi berisi cemoohan. Kini yang kulihat adalah kebingungan, keterkejutan, dan secercah rasa takut yang baru.Berita menyebar lebih cepat daripada api di istana ini. Permaisuri Terbuang yang seharusnya dihukum, justru keluar dari Ruang Takhta dengan sebuah dekrit kekuasaan dari Kaisar sendiri. Aku tidak lagi dianggap sebagai mangsa; aku telah menjadi anomali, sebuah variabel tak d

  • Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu   Bab 6 : Laporan Kepada Direksi

    Keheningan yang ditinggalkan Lysander terasa berat dan dingin. Selama beberapa saat, satu-satunya suara di kantor pengurus yang pengap itu adalah isak tangis tertahan dari Elara, yang kini merosot di lantai, terlalu takut untuk berdiri. Rania sendiri tidak bergerak. Matanya terpaku pada ruang kosong tempat Lysander lenyap. Tangannya, yang beberapa saat lalu memegang buku catatan hitam yang menjadi kunci kemenangannya, kini terasa ringan dan kosong secara absurd. Senjatanya telah dicuri, tepat di depan matanya, oleh hantu yang tersenyum. Otaknya berpacu lebih cepat dari sebelumnya, mencoba memasukkan data yang mustahil ini ke dalam kerangka logis. Sihir itu nyata. Itu adalah fakta pertama yang harus ia terima. Entitas dengan kekuatan tak terukur ada di istana ini. Itu fakta kedua. Dan yang paling mengerikan, entitas itu mengetahui rahasianya. Fakta ketiga. "Yang Mulia..." rintih Elara, suaranya pecah. "Si-siapa itu? Hantu? Iblis?" Rania akhirnya bergerak. Dia berjongkok di depan El

  • Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu   Bab 5 : Pemain di Luar Papan Catur

    "Cordelia." Nama itu keluar dari bibir Rania dalam bisikan yang nyaris tak terdengar, namun terasa seperti guntur di keheningan kantor yang pengap. Udara di sekitarnya seolah membeku. Elara, yang berdiri di sampingnya, menatap dengan bingung dan takut pada perubahan ekspresi Permaisurinya. Bagi Elara, nama itu hanyalah nama seorang Selir yang kuat. Tapi bagi Rania, nama itu adalah kunci yang membuka ruang arsip berisi penderitaan Aurelia. Semua kepingan puzzle yang tadinya berserakan kini menyatu dengan presisi yang brutal. Senyum manis Cordelia yang palsu, hadiah-hadiah kecil yang seolah penuh perhatian, bisikan-bisikan simpati yang ternyata adalah racun. Semuanya adalah bagian dari sebuah kampanye penghancuran karakter yang panjang dan terencana. Aurelia yang asli pasti akan hancur, dilumpuhkan oleh rasa sakit pengkhianatan dari seseorang yang ia anggap teman. Tapi Rania tidak merasakan itu. Yang ia rasakan adalah sesuatu yang jauh lebih dingin dan lebih berbahaya: kejelasan. Kem

  • Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu   Bab 4 : Bau Busuk di Atas Kertas

    Tengah malam tiba seperti kain beludru hitam yang membekap Istana Bunga Es. Keheningan begitu pekat hingga Rania bisa mendengar detak jantungnya sendiri yang tenang dan terukur, kontras dengan napas Elara yang terdengar cepat dan gugup di sampingnya. Di bawah cahaya bulan yang pucat, mereka berdua tampak seperti bayangan yang terbuat dari kegelapan itu sendiri, mengenakan gaun paling gelap yang bisa mereka temukan. "Waktunya," bisik Rania. Suaranya nyaris tak terdengar, namun penuh dengan otoritas yang membuat Elara langsung mengangguk. Misi mereka dimulai. Bergerak menyusuri koridor yang dingin terasa seratus kali lebih berbahaya di malam hari. Setiap embusan angin terdengar seperti bisikan, setiap bayangan dari obor yang berkedip-kedip tampak seperti penjaga yang bersembunyi. Rania berjalan di depan, langkahnya ringan dan penuh perhitungan, mengandalkan denah mental yang telah ia bangun. Elara mengikuti di belakangnya, membawa lentera yang ditutup kain tebal, setiap derit papan la

  • Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu   Bab 3: Kunci dan Kesetiaan

    Siang berganti menjadi sore. Cahaya matahari yang tadinya hangat kini memanjang dan menajam, menciptakan bayang-bayang yang dalam di koridor Istana Bunga Es. Bagi Rania, waktu yang merangkak lambat ini adalah sebuah siksaan. Dia duduk di meja kerjanya, di hadapannya terbentang peta kasar tata letak istana yang ia gambar dari ingatan Aurelia. Namun, matanya tidak benar-benar melihat gambar itu. Pikirannya berada di tempat lain, mengikuti sesosok gadis kurus yang kini menjadi tumpuan dari seluruh strateginya. Dia sedang menunggu data dari agen lapangan pertamanya. Ini adalah bagian terburuk dari setiap operasi: saat kau sudah mendelegasikan tugas dan tidak ada lagi yang bisa kau lakukan selain menunggu dan percaya pada personelmu. Rania benci perasaan ini. Di dunianya, dia bisa memantau kemajuan lewat email atau pesan singkat. Di sini, dia buta dan tuli. Dia menganalisis kemungkinan. Probabilitas keberhasilan Elara: 40%. Probabilitas kegagalan dan ketahuan: 35%. Probabilitas Elara

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status