Home / Rumah Tangga / Permintaan Gila Adikku / 4. Tumbal Pernikahan

Share

4. Tumbal Pernikahan

Author: Evie Edha
last update Last Updated: 2024-08-27 10:35:00

“Noval mengatakan kalau ia ingin melamar Nak Mika.”

Kalimat itu sontak mengejutkan tidak hanya kedua orang tua Mika dan Olip, melainkan juga Mika yang mau tidak mau mendengarnya karena antara kamar dan ruang tamu hanya dibatasi kain kelambu tipis saja.

“Apa? Maksudnya bagaimana, Pak?”

Mika langsung keluar kamar. Tangisannya tadi sudah hilang sempurna. Ia menatap Pak Heru dengan sepasang mata yang membola, terkejut dan bingung. 

"Kenapa Noval melamar saya, Pak? Noval kan pacarnya Olip?" tanya Mika dengan rasa bingung yang tidak bisa ditutupi.

Padahal ia baru saja bertemu Noval tadi. Pria itu juga tidak mengatakan apa-apa. Kenapa tiba-tiba Noval melamarnya? Mika tidak habis pikir.

Sedangkan Pak Heru sendiri juga merasa bingung. Dia menatap Pak Purnomo dan juga Mika secara bergantian. 

''Sa–saya juga tidak tahu. Noval tadi hanya mengatakan kalau dia ingin saya melamarkan Mika untuk dia,'' ujarnya dengan jujur.

“Mungkin salah, Pak.”

Pak Heru menggeleng. “Saya dengan jelas dengar dia menyebut nama Nak Mika.”

Di saat Mika dan Pak Heru bicara, Olip tiba-tiba berbisik lirih pada sang ibu di sebelahnya.

"Bu. Terima aja. Kalau Noval sama Mika, aku sama Kak Ridwan semakin mudah jalannya untuk bersatu." Olip berujar dengan penuh penekanan.

Seakan langsung paham, Bu Titi pun mengangguk. Dia langsung mendekati suaminya dan duduk di samping Pak Purnomo. 

''Pak. Terima aja lamaran itu untuk Mika." Dia berbisik lirih. “Biar Olip bisa makin lancar dengan Ridwan.”

Pak Purnomo tertegun.

Sementara itu, Pak Heru berniat bangkit dari posisinya. "Waduh. Sepertinya ada kesalahpahaman ini,” ucapnya. “Saya minta maaf kalau begitu, karena sudah membuat kegaduhan. Saya pastikan terlebih dahulu dengan Noval ya. Permisi."

"Eh tunggu, Pak." Pak Purnomo yang mencegahnya langsung membuat dia menjadi pusat perhatian. Pria itu tersenyum. “Jika memang Nak Noval ingin melamar Mika, kami menerimanya.”

Bola mata Mika semakin melotot lebar. "Apa? Pak. Tap--"

"Mika. Tidak baik menolak niatan baik seseorang. Apalagi umur kamu, kan sudah cukup untuk menikah. Jadi, kalau ada pria yang berniat baik kenapa harus kita tolak? ujar Bu Tuti sembari bangkit dari tempat duduknya dan langsung mendekati Mika.

Perempuan paruh baya itu memegangi lengan Mika dengan sedikit kuat. 

"Nak Noval itu pasti sangat bertanggung jawab karena berani melamar loh. Jadi, terima, ya." Dia berujar dengan penekanan. Tidak peduli dia melihat ekspresi kesakitan Mika saat ini.

"Iya, Pak Heru. Katakanlah pada Noval kalau kami menerima lamaran dia, dan kami menunggu untuk penetapan tanggalnya," ujar Pak Purnomo

Pak Heru pun tersenyum. Dia merasa bahagia karena niat baik Noval diterima oleh keluarga ini. 

"Baiklah, Pak Purnomo, Bu Tuti. Saya akan sampaikan kabar baiik ini pada Noval. Kami akan segera memberitahu untuk kelanjutannya." Pria itu pun langsung berpamitan pada keluarga Mika.

Tepat setelah kepergian Pak Heru, Mika langsung menanyakan apa maksud dari kedua orang tuanya. 

"Pak, Bu. Apa maksud kalian dengan menerima lamaran Noval? Kalian, kan tahu kalau Noval itu kekasihnya Olip," ujarnya sembari menunjuk ke arah Olip.

Olip berdecak. "Kak. Sudahlah. Kamu juga tahu kalau aku memiliki hubungan dengan Kak Ridwan. Itu artinya aku tidak memiliki hubungan dengan Noval. Jadi apa salahnya kalau kamu menerima lamaran pria itu? Biar kamu tidak mengganggu aku sama Kak Ridwan." 

Mika membelalak. "Mengganggu?" ulangnya. Dia merasa tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Olip barusan. "Kamu yang mengganggu hubunganku dengan Ridwan. Bukan begitu?”

Ia tidak tahan untuk tidak mengatakannya.

Olip mendelik. ''Kata siapa?” balasnya. “Kami itu memiliki perasaan yang sama. Saling mencintai. Jadi, yang pengganggu itu Kak Mika." 

“Kalau punya perasaan yang sama, kenapa kalian justru bermain di belakangku?” sahut Mika. “Bukannya jujur. Dari situ harusnya kamu sadar kalau kamu orang ketiga di antara aku dan Ridwan, Lip.”

Sang adik cemberut. “Kami kasihan pada Kak Mika,” alasannya. “Tapi kan sekarang kami sudah jujur. Kakak sudah tahu. Apa Kak Mika berniat untuk menghalangi kami karena sakit hati?” Jeda sejenak. “Aku juga ingin cepat menikah dengan Kak Ridwan.”

"Kamu itu–"

"Ah, sudah!" Pak Purnomo melerai dengan keras menghentikan perdebatan ini. Dia menatap Mika dengan tajam. "Mika. Apa salahnya menikah dengan Noval?”

Pertanyaan dari sang ayah membuat Mika tidak percaya dengan pendengarannya. Namun, sebelum ia menjawab pertanyaan yang sebenarnya sudah jelas jawabannya tersebut, Pak Purnomo sudah melanjutkan.

“Ini demi kebaikanmu juga. Karenanya, kami menerima lamaran Noval,” ucap Pak Purnomo. “Adikmu itu sudah lebih siap menikah, karena sudah ada Ridwan. Sementara kamu belum. Aku tidak mau kamu sampai dilangkahi oleh Olip, nanti pamali. Bisa-bisa kamu jadi perawan tua!”

Mika terdiam. Ia terlalu bingung harus mulai menyahuti yang mana.

Sudah ada Ridwan? Sampai tadi siang, Ridwan masih pacarnya!

Kenapa tiba-tiba semuanya terdengar seakan-akan Mika adalah sosok paling egois di sini?

“Pak, tapi aku–”

"Sudah. Kita akhiri pembicaraan ini.” Sebelum Mika bisa menyahut, Pak Purnomo mengibaskan tangannya. “Sudah malam."

Tepat setelah mengatakan itu, Pak Purnomo kembali ke kamar bersama istrinya. 

Sepeninggal kedua orang tua mereka, Olip menatap remeh ke arah Mika. 

"Selamat ya, Kak. Memang Kakak berjodoh dengan Noval. Cocok kok. Penjaga toko dan tukang bengkel,” ucap Olip penuh ejekan. “Dan Kak Ridwan, memang cocoknya sama aku. Guru dan calon bidan."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Permintaan Gila Adikku   177. Akhir Dari Kisah

    Dalam ruang tamu rumah Mika, kini duduk empat orang di sana. Noval, Mika, Pak Eko dan Olip. Ya. Olip. Perempuan itu datang untuk menemui Mika.Mika yang melihat penampilan Olip merasa terkejut. Dia meneliti penampilan adik tirinya itu dengan seksama. Tampak sangat berbeda dengan Olip yang dulu, yang modis dan penuh gaya.Olip saat ini terlihat sangat kucel. Bukan Olip yang ditemukan Pak Eko kemarin. Dia sudah membersihkan diri. Hanya saja, masih terlihat sangat berbeda dari biasanya."Kak Mika. Aku ke sini untyuk meminta maaf sama Kak Mika. Untuk semua yang aku lakukan. Semua kesalahan aku dan semua kesalahan Ibu," ujar Olip dengan kepala menunduk.Tentu saja dia tidak berani menatap Mika karena merasa tak pantas.Ada yang aneh dari kalimat Olip bagi Mika. Perempuan itu hanya mengatakan permintaan Maaf untuk dirinya dan ibunya.Tak ingin banyak tahu, Mika hanya mengangguk saja. "Iya. Aku harapo kamu tidak mengulanginya lagi."Olip segera menggeleng pelan. "Tidak akan, Kak. Tidak akan

  • Permintaan Gila Adikku   176

    Suara sirine polisi menggema di sebuah jembatan. Sebuah kasus baru saja terjadi di tempat itu di mana seorang istri membunuh suaminya sendiri. Penyelidikan pun masih berlanjut.Ya. Pemukulan yang dilakukan oleh Bu Tuti untuk melindungi putrinya Olip berakhir dengan Pak Purnomo ynag harus kehilangan nyawanya.Tempat itu pun kini tampak ramai oleh warga sekitar. Tak sedikit pula pengguna jalan yang berhenti hanya sekedar untuk melihat.Termasuk seorang pria paruh baya yang membonceng putrinya. Mereka baru saja dari pasar."Ada apa, Mas?" tanya Pak Eko pada salah satu pengendara yang berhenti."Ada pembunuhan, Pak. Katanya ada seorang istri yang membunuh suaminya. Dipukul pakai batu katanya," ujar pria itu."Astaga." Pak Eko menggeleng. Dia dan Miya mencoba mengintip dari sela-sela orang yang melihat juga.Dia bisa melihat sebuah kantung jenazah baru saja dikeluarkan oleh petugas. "Kira-kira apa masalahnya, ya? Kok sampai dibunuh begitu?" tanya Miya yang ikut penasaran juga."Kata warga

  • Permintaan Gila Adikku   175

    "Ayo! Ayo! Ayo cepat. Serang dia. Serang!" Pak Purnomo dan beberapa pria lainnya terus berteriak. Mereka kini sedang berdiri melingkari sebuah arena tarung ayam."Yeah!" Siraman itu menandakan kalau pertarungan sudah selesai. Sayangnya, usainya pertandingan itu berbarengan dengan wajah Kecewa yang terlihat pada Pak Purnomo."Akh. Nggak becus banget sih," Una pria itu. Dia pun harus menelan kesalahan dan harus kehilangan uangnya.Pak Purnomo mengambil ayamnya yang sudah kalah. Dia berjapan cepat sembari memegang kepala ayam yang sudah tampak lemas itu. "Dasar ayam si*l. Tanding gitu aja nggak bisa menang. Rugi aku kasih kamu makan," ujarnya sembari terus mencaci maki ayam itu. Belum lagi cara membawanya yang tidak manusiawi."Akh. Ayam tidak berguna!" teriaknya kesal sembari membanting ayam yang ada di tangannya. Tampak ayam itu yang kejang beberapa kali sampai akhirnya tidak bergerak sama sekali."Rasakan itu." Tak merasa bersalah sama sekali, pria itu langsung pergi meninggalkan ayam

  • Permintaan Gila Adikku   174

    Motor milik Pak Eko berhenti di depan kediaman Mika. Keduanya menatap rumah kecil yang dulu ditinggali Pak Purnomo, banyak orang yang bekerja di sana."Rumahnya diperbaiki, Pak," ujar Miya.Pak Eko pun mengangguk. "Iya.""Apa mungkin diperbaiki lagi karena Kak Olip akan tinggal di sini lagi?" tanya Miya kemudian. Namun, dalam hatinya dia meragukan praduganya sendiri."Mana bapak tahu. Lebih baik kita tanyakan Mika langsung saja," ujar Pak Eko kemudian."Ya sudah ayo." Keduanya pun berjalan ke arah kediaman Mika. Mereka baru menyadari ada dua pria yang berdiri di depan rumah Mika."Siapa mereka?" tanya Miya pada bapaknya.Pak Eko berdecak. "Mana bapak tahu, Miya. Kita, kan sampainya sama-sama."Mereka semakin mendekati. "Siapa kalian?" tanya Pak Eko. Dia menatap kedua pria di hadapannya dengan memicing."Seharusnya kami yang menanyakan hal itu," ujar salah satu pria.Pak Eko merasa tidak suka. "Kami mertuanya adik Mika. Kalian siapa? Kenapa kalian berdiri di depan rumah Mika?" tanya Pa

  • Permintaan Gila Adikku   173

    Beberapa bupan berlalu. Tampak Olip berjalan di pinggir trotoar dengan langkah lesu. Perempuan itu terlihat sangat jauh berbeda dengan kali terakhir melihatnya. Tampak lusuh dan kurus, hanya terlihat perutnya yang membesar karena usia kandungan yang bertambah.Rambutnya yang acak-acakan juga beberapa noda di wajah membuat Olip terlihat seperti seorang pengemis, gelandangan. Dia menguap keningnya yang dipenuhi keringat."Aku lapar," ujarnya kemudian. Perempuan itu mengelus perutnya dan mengedarkan pandangan.Samoa akhirnya dia melihat tong sampah tak jauh dari keberadaannya. Olip mempercepat langkah agar dia bisa sampai pada tong sampah itu. Setelah di dekatnya, dia mulai mengorek-orek tempat sampah itu untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan."Mana ya? Roti atau sisa nasi begitu untuk mengganjal perut." Olip terus mengorek tempat sampah di hadapannya.Jangan heran kalian melihat hal ini. Olip sudah melakukannya sejak lama. Semua ini karena Pak Purnomo, bapaknya tidak pernah memberikan

  • Permintaan Gila Adikku   172

    "Bapak ini apaan sih?" tanya Olip kesdal. Dia mencoba menarik tangannya yang sejak tadi ditarik oleh Pak Purnomo ketika dia menolak keluar dari rumah mertuanya.Olip mengentakkan kakinya kesal. "Ngapain coba narik aku tadi? Mereka udah ijinin aku tinggal di sana. Kok malah nggak boleh? Mereka yang punya rumah kok Bapak yang nggak ngebolehin?" Dia semakin kesal.Sedangkan Pak Purnomo sendiri juga ikut-ikutan kesal pada putrinya yang satu ini. "Heh! Itu bukan rumah kita," ujarnya dengan menunjuk ke arah rumah Pak Eko sebelumnya."Ya memang bukan rumah kalian. Setidaknya mereka itu mertua aku, mau merawat aku.""Kamu tega ninggalin kita?" tanya Pak Purnomo kemudian."Bapak sendiri tega lihat aku terlantar di jalanan. Aku ini sedang hamil loh," ujar Olip masih kekeh dengan pendapatnya."Heh! Kamu mau tinggal sama mertua kamu itu? Dia sudah pernah jahat sama kamu waktu dulu kamu tinggal di sana," ujar Bu Tuti mencoba mengingatkan bagaimana kelakuan Bu Lestari ketika Olip dulu tinggal di ru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status