Beranda / Rumah Tangga / Permintaan Gila Adikku / 6. Kejutan Lain untuk Mika

Share

6. Kejutan Lain untuk Mika

Penulis: Evie Edha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-28 11:00:11

“Lebih baik uang hajatan itu langsung diberikan pada kami karena kami menikah tidak lama setelah Kakak.”

“Benar juga. Sebagai anak sulung, sudah sepantasnya membantu kebutuhan adiknya.”

Respons sang ibu sendiri membuat Mika kembali tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

“Tapi, itu hanya jika Mika tidak keberatan, Bu,” ucap Ridwan, seperti tengah berperan sebagai pria baik-baik. “Jika tidak, mungkin kami bisa buat pesta yang lebih sederhana saja.”

“Kak, tapi menikah kan hanya sekali,” ucap Olip sambil bergelayut manja. “Tidak apa-apa. Kak Mika pasti mengerti.” Ia menoleh pada Mika. “Iya kan, Kak?”

Mika diam. Ia berusaha mengontrol kemarahan yang bergolak di dalam dadanya agar ia bisa menjaga wibawa dan nada bicaranya.

“Iya, aku mengerti,” ucap Mika kemudian. “Tapi bukan berarti aku mengiakan.”

Olip mengernyit. “Maksudnya? Kakak tidak mau membantuku?”

“Aku pergi dulu.” Sebelum Olip lanjut bicara, Mika sudah berdiri. Ia menatap adiknya dan Ridwan dengan sorot mata jijik. “Kalau tidak mampu, jangan jadi benalu.”

***

“Kenapa kempes?” gumam Mika saat mengecek sepeda motornya saat ia akan berangkat. Tapi, kalau sudah seperti ini, Mika tidak bisa menemui Noval sebelum bekerja. Mungkin ia nanti bisa pinjam kendaraan rekannya saja. “Ya sudah, aku jalan kaki saja.”

Akhirnya Mika memutuskan.

Ia tidak menyadari bahwa motornya sudah disabotase oleh Olip lantaran ucapan wanita itu tadi pagi.

Meskipun menyadari, Mika tidak akan menyesali apa pun.

Lagi pula, kenapa orang tuanya selalu mendukung permintaan gila adiknya itu? Padahal semua itu jelas-jelas merugikan dan menyakiti Mika.

“Lho, bukannya Ridwan pacarnya Mika, Bu? Kok rencana menikahnya dengan Olip?”

“Jodoh dari Tuhan seperti itu, Bu.”

Saat melalui gang kecil di samping warung, tiba-tiba Mika mendengar namanya disebut. Tanpa direncanakan, hatinya tergerak untuk membuat Mika menghentikan langkah dan menunggu pembicaraan. Apalagi karena ia mengenali suara Bu Lestari, ibu Ridwan, di sana.

"Lagian ya, Bu. Saya juga lebih setuju kalau Ridwan sama Olip,” lanjut ibu Ridwan. “Secara ya, anak saya kan guru. Calon pegawai, pula. Masa mau pegawai toko kayak Mika?"

Rasa nyeri tiba-tiba menusuk dada Mika, membuat wanita itu memegang dadanya.

Ia pikir, hanya Olip yang berpikir demikian. Yang mengatakan seakan-akan penjaga toko adalah profesi yang remeh dan bisa disepelekan. Tapi ternyata, ibu mantan kekasihnya pun berpikir demikian.

Apakah ini juga menjadi alasan Ridwan berselingkuh? Jika pria itu memang tidak nyaman, kenapa tidak mengatakan atau memutuskan Mika terlebih dahulu? Kenapa justru berselingkuh?

Dalam diam, Mika melihat Bu Lestari melangkah pergi tanpa menyadari keberadaan Mika.

“Kasihan Mika. Ternyata Bu Lestari tidak suka sama dia ya selama dia pacaran dengan Ridwan?”

Mika kembali mendengar ibu-ibu itu bicara. Namun, ia tidak berniat menyakiti hatinya lebih jauh. Lebih baik ia memilih jalan lain untuk ke toko.

Wanita itu berbalik dan mulai berjalan.

"Iya. Tapi salahnya juga sih. Kenapa Mika malah kerja jadi pegawai toko daripada kuliah kayak Olip?”

“Benar juga, Kalau dia kuliah, pasti nggak akan kayak gini jadinya. Aku dengar di sekolah dulu dia cukup pintar kok."

"Aduh, Bu. Tahu sendiri kalau Mika bukan anak kandung Pak Purnomo dan Bu Titi. Ya pasti mereka akan mendahulukan Olip lah.”

Langkah Mika kembali terhenti.

Apa … maksudnya?

Ia bukan anak kandung ayah dan ibunya?

Dunianya seakan runtuh seketika dalam sekejap mata. Dia kembali memegang dadanya yang tiba-tiba terasa sesak. Kali ini dia menekannya kuat untuk menetralisir rasa sakit yang tiba-tiba datang.

"Jadi …." bisiknya kemudian. Tiba-tiba saja air asin jatuh dari matanya. “Jadi aku–”

Kata-katanya tercekat di kerongkongan. Buru-buru Mika membekap bibirnya dan berjalan pergi.

Ia tidak ingin mendengar apa pun lagi. Tidak saat ini.

Entah ke mana Mika berjalan, bahkan wanita itu tidak menyadarinya. Pikirannya terlalu riuh, dibayangi ucapan para ibu-ibu yang didengarnya tadi.

“Jadi … ternyata ini alasannya?” bisik Mika pada dirinya sendiri.

Dia mulai mengingat perlakuan kedua orang tuanya selama ini terhadap dirinya. Bagaimana dia selalu dinomorduakan oleh kedua orang tuanya. Bagaimana ia selalu diminta mengalah dan kedua orang tuanya selalu mendahulukan kepentingan Olip.

Bagaimana kemudian Mika disuruh menyerahkan kekasihnya, diselingkuhi, dipaksa akan dinikahkan, dan dituntut menyerahkan uang hajatan yang wujudnya entah akan ada atau tidak.

Wanita itu terduduk di sebuah batu besar di bawah sebuah pohon asam. Tangisnya kembali tumpah.

Ia kembali menekan dadanya yang terasa sakit. Sulit diterima jika ternyata selama ini dia hidup bersama orang asing dan bukan keluarganya sendiri. Ia tidak tau mana yang lebih menyakitkan–dianaktirikan oleh orang tuanya sendiri atau mengetahui bahwa orang tua yang menganaktirikannya ternyata bukan orang tua kandungnya.

Lalu, sebenarnya ia anak siapa?

Tiba-tiba sebuah motor dengan suara knalpot yang cukup memekakkan telinga mendekat. Namun, Mika mengabaikannya. Baru kemudian saat sosok itu bersuara, Mika mendongak.

“Dua hari ini, kenapa kamu selalu muncul di depanku sambil menangis, hm?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Permintaan Gila Adikku   166

    Bu Lestari dan Pak Eko mendatangi kantor polisi untuk mengunjungi Ridwan. Sebenarnya Pak Eko tidak mau. Hanya saja, istrinya yang memaksa.Tentu saja Ridwan merasa senang melihat kedua orang tuanya datang mengunjungi dirinya. "Ibu. Bapak," panggilnya seperti anak kecil.Jika Bu Lstari langsung memeluk Ridwan, berbeda dengan Pak Eko yang hanya duduk dengan melipat tangan di depan dada lalu mendengus ketika melihat putranya."Ridwan." Tentu saja sebagai seorang ibu, Bu Lestari merasa sedih melihat anaknya dipenjara."Kamu itu bagaimana bisa seperti ini?" tanyanya kemudian ketika mereka sudah melepaskan pelukan."Aku juga tidak tahu, Bu." Kapan pria ini akan mengatakan hal yang sebenarnya?"Ya Tuhan. Duduk-duduk." Bu Lestari meminta anaknya untuk duduk."Ini makan. Pasti kamu belum makan," ujar Bu Lestari memberikan makanan yang dia bawa pada Ridwan"Mana Mungkin, Bu. Dia sudah menjadi tahanan. Pastinya mendapat makan dari sini." Pak Eko berujar ketika melihat istrinya yang tampak berleb

  • Permintaan Gila Adikku   165.

    Duduk di balkon lantai dua, Noval dan Mika memutuskan untuk mengobrol di tempat ini. "Jadi, apa aku sedang dibohongi dengan status kamu?" tanya Mika. Dia memeluk kedua kakinya.Noval menyandarkan punggung pada dinding lalu mendongak. "Kalau kamu menganggapnya begitu, aku bisa apa. Seperti yang aku katakan sebelumnya, ya benar aku anak dari seseorang yang cukup memiliki sesuatu. Dan aku hanya ingin memulai usaha dari nol yaitu membuka bengkel. Jadi, kalau dilihat dari sisiku, aku tidak berbohong. Aku hanya anak orang kaya yang ingin mandiri," jelas Noval.Noval mengalihkan pandangan ke arah Mika. "Selama ini aku juga tidak menutupi apa pun darimu, kan. Waktu kita menikah juga kedua orang tuaku yang datang. Bukan orang bayaran untuk menipu. Kecuali, kalau aku menyembunyikannya darimu." Dia memberikan senyuman miring.Mika pun ikut tersenyum. Kalau dipikir-pikir apa yang dikatakan oleh Noval benar adanya. Pria itu tidak pernah berbohong sebelumnya. Tidak ada indikasi menipu yang bisa di

  • Permintaan Gila Adikku   164.

    Seperti orang kesetanan, Olip mendatangi kediaman Mika dengan marah-marah. Dia seperti hewan yang siap menyantap mangsanya.Tepat di depan kediaman rumah Mika, perempuan itu menggedor pintu rumah Mika dengan sangat keras. Lagi-lagi membuat beberapa warga yang mendengar menjadi berdatangan."Noval! Noval!" teriak Olip sangat keras. "Buka pintunya!" Olip terus berteriak. Tidak peduli kalau itu akan mengganggu orang lain."Aduh. Udah dong. Jangan bikin ulah lagi." Bu Tuti mendekati anaknya. Dia menahan tangan Olip agar tidak lagi menggedor pintu rumah Mika."Nggak bisa, Bu. Nggak bisa. Ini nggak bisa dibiarin. Mereka jangan dibiarkan seenaknya, Bu." Olip mencoba melepaskan tangannya dari cekalan tangan sang ibu."Olip. Sudahlah. Kamu jangan membuat ulah. Kalau kita dengar ceritanya tadi, suami kamu yang salah." Pak Purnomo ikut memberitahu putrinya. Asal kalian tahu saja, dia merasa takut saat ini. Takut kalau dia nanti akan diusir dari rumah oleh Mika.Bu Lestari yang mendengar itu mer

  • Permintaan Gila Adikku   163.

    Tentu saja kehadiran dua orang polisi itu membuat semua orang yang ada di rumah Pak Purnomo merasa terkejut. Mereka semua saling pandang satu sama lain sebelum akhirnya menatap penuh pada kedua polisi yang masih berdiri di ambang pintu itu."Iya." Pak Purnomo pun bangkit dari duduknya lalu berdiri di hadapan kedua polisi itu."Ada perlu apa ya, Pak sampai kalian datang ke kediaman saya?" tanya Pak Purnomo merasa penasaran. Sedangkan Ridwan yang masih berada di tempatnya tampak was-was.Salah satu polisi mengangguk pada Pak Purnomo. "Maaf sebelumnya kalau kedatangan kami membuat kalian semua terkejut. Kami datang untuk melaksanakan tugas tentunya.""Tugas?" Pak Eko pun bertanya. "Tugas apa, Pak?" Dia ikut berdiri di hadapan besannya.Salah satu polisi memberikan sebuah surat pada Pak Eko sembari menjelaskan niat mereka datang ke kediaman Pak Purnomo. "Kami datang dengan membawa surat penangkapan untuk saudara Ridwan," ujarnnya dengan menatap ke arah Ridwan yang sudah dia ketahui sebel

  • Permintaan Gila Adikku   162

    Pak Eko dan Bu Lestari pun menoleh ke arah pemilik suara. Terlihat Pak Purnomo baru saja keluar dari dalam rumah. "Ada apa ini berisik-berisik?" tanya Pak Purnomo. "Ini Pak. Ada besan datang. Katanya mau ketemu Olip," ujar Bu Tuti. "Kenapa ngga diminta duduk?" tanya Pak Purnomo. "Iya nih Bu Tuti. Kok saya datang nggak diminta duduk. Bagaimana sih?" tanya Bu Lestari dengan senyum simpul. Dia sepertinya senang kalau melihat besannya yang satu ini dimarahi oleh istrinya. Bu Lestari pun segera menarik suaminya untuk duduk. "Sini, Pak." "Bu. Ambilkan minim dan panggilkan Olip sama Ridwan," ujar Pak Purnomo memerintah sang istri. "Iya-oya." Bu Tuti pun bangkit dari tempat duudknyadan masuk untuk memanggil anak dan menantunya juga membuatku minum. "Apa kabar, besan?" tanya Pak Purnomo. "Baik." Pak Eko menjawab. "Pak Purnomo ini gimana aih? Olip hamil kok nggak ngasih tahu kami?" tanya Bu Lestari kemudian. Pak Purnomo terkejut. "Loh? Ridwan tidak menceritakan semua ini ke

  • Permintaan Gila Adikku   161

    Bu Lestari dan Pak Eko menuju rumah Pak Purnomo untuk menemui anak dan juga menantunya. Kabar kehamilan Olip yang didapat membuat mereka kesal sekaligus bahagia."Udah, Bu. Nggak usah ngomel-ngomel mulu," ujar Pak Eko ketika mereka berada di atas motor dan Bu Lestari tampak menggerutu tanpa henti sejak tadi."Ibu ini sedang kesal, Pak," ujar Bu Lestari memberi tahu."Iya Bapak tahu. Tapi udah dong keselnya. Jangan nyerocos terus. Nanti kalau bapak ngga bisa fokus nyeri gara-gara suara Ibu bagaimana?" tanya Pak Eko. Dia melirik keberadaan istrinya melalui kaca spion.Bu Lestari langsung menepuk pundak Pak Eko dari belakang. "Bapak ini. Memangnya suara ibu ini sura apaan sampai-sampai bisa membuat Bapak ngga konsen naik motor?" Dia bersungut-sungut."Ibu hnaya kesal aja, Pak. Kenapa Ridwan dan Olip itu tidak bilang sejak awal kalau dia pindah dari kontrakan ke rumahnya besan. Kalau dia bilang sejak awal, kan kita nggak perlu ke kontrakan dia dulu. Buang waktu. Buang bensin. Capek." Bu L

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status