Suara seorang pria berteriak panik seraya menghampiri Alena yang masih terduduk lemas di atas ranjang. Pria itu bahkan langsung memeluk tubuh Alena erat. Wanita itu pun terdiam kaget, Alena seketika mematung ketika mendapatkan pelukan dari sang pria. Sementara Alisa pun sama, wanita itu terkejut seraya menutup mulutnya kaget. Pasalnya Alena sudah menceritakan segalanya tentang pernikahannya dengan Azam. Seketika rasa gelisah dan khawatir menyeruak dalam diri Alisa. Takut jika sampai Azam suami Alena sampai tahu kedatangan pria tersebut. Untung saja Arumi, orang suruhan Azam itu tengah keluar mencari makanan untuk mereka. Jika tidak, sudah bisa dipastikan jika dia pasti akan mengadu pada Azam. "Alena sayang aku begitu khawatir," ucap si pria masih memeluk erat tubuh Alena. "Kak Jo ...." Alena bergumam lirih nyaris tak terdengar dengan air mata yang jatuh di pipinya. Iya, pria itu adalah Jonatan, pria yang begitu dicintainya. Alena masih saja mematung, dengan kesedihan yang jelas t
"Ternyata yang menyiksa Nona Alena adalah Nona Karen, dia bekerjasama dengan beberapa mahasiswi yang memang sudah membenci Nona Alena," ujar pria suruhan Azam yang ia tugaskan mencari tahu siapa yang telah mencelakai Alena. Iya, Azam tak begitu saja mempercayai Anggoro dekan di kampus Bhakti Bangsa untuk menyelediki kasus yang menimpa Alena. Karena Azam yakin, jika Anggoro pasti akan menyembunyikan siapa pelakunya. Tak heran memang, jika Anggoro malakukan itu, karena ternyata yang menyiksa Alena salah satunya adalah keponakannya."Bagus, besok aku akan mengurus sendiri sisanya. Siapakan saja semua bukti-buktinya." "Baik Tuan," ujar pria suruhan Azam, mengiyakan perintah sang bos. Selesai berdiskusi Azam langsung mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Pria itu kini kembali fokus pada Alena yang terlihat masih diam dengan raut wajah kesalnya. "Kau marah padaku? Heh, kau berani marah padu hah!" Azam berkata seraya mencengangkan tengkuk Alena namun kini cengkramannya tak begitu k
"Lihat ini, ini adalah bukti bahwa Alena ternyata bukanlah putri Jefri dan Nilam. Dia bukan anak kandung mereka," ujar Hendro menyerahkan berkas surat adopsi Alena. "Itu artinya kita tidak perlu membagi warisan? Perusahaan itu sepenuhnya milik kita? Akhhhh!" Marta berteriak keras seraya berjingkrak tertawa penuh kemenangan."Benar Pah, berarti perusahaan Kakek sepenuhnya adalah milik kita dan akulah yang nantinya akan menjadi CEO selanjutnya," imbuh Nara tersenyum senang membayangkan jika dirinya akan menjadi CEO di perusahaan yang diwarisi sang kakek.Iya, Hendro akhirnya mengetahui jika ternyata Alena hanyalah anak adopsi dari sebuah panti asuhan. Jefri dan Nilam pindah ke Surabaya setelah dua bulan menikah. Mereka memutuskan tinggal di Surabaya untuk menghindari Hendro dan Marta yang selalu saja meributkan harta warisan. Keduanya memang tidak akur dan kerap kali berselisih. Hendro yang begitu tamak selalu meminta haknya untuk segera dibagikan. Sementara, Jefri selalu menolak pemb
Melihat Mbok Nani berlari sontak saja Azam tercengang. Pria itupun langsung menghampiri Mbok Nani. "Ada apa Mbok? Apa yang terjadi?" tanya Azam dengan wajah khawatirnya."Mbok coba ceritakan ada apa sampai Mbok bisa sepanik ini?" Zen berucap seraya memegang tangan Mbok Nani. Melihat Mbok Nani mencoba menenangkan wanita paruh baya itu yang terlihat begitu linglung dan bingung. "Begini Tuan Azam, Mas Zen, tadi si Mbok pergi menebus obat Non Alena di apotik rumah sakit. Si mbok pergi sekitar 15 menitan tapi tadi saat si mbok kembali Non Alena sudah tidak ada Tuan, Mas Zen," terang Mbok Nani dengan raut wajah penuh kesedihan. Wanita paruh baya itu benar-benar tidak menyangka jika Alena yang hanya ia tinggalkan selama 15 menit kini menghilang entah kemana. Mendengar cerita Mbok Nani, Azzam langsung bergegas ke ruangan tempat di mana Alena dirawat. Azam menatap nanar pada ranjang pasien, pria itu pun memeriksa setiap sudut ruangan. Tak ada tanda-tanda kekerasan seperti penculikan disana
Alena mulai tersadar dari pingsannya. Wanita itu terkejut, ketika mendapati tubuhnya terikat dengan mata dan mulut yang tertutup. Alena perlahan mencoba menggerakkan tubuhnya. Akan tetapi nihil, tangan dan kakinya tidak bisa bergerak. Bahkan untuk membuka mata dan membuka mulutnya pun ia tak mampu. Sementara, senyum penuh kemenangan tersungging di bibir wanita paruh baya yang telah menculik Alena, ketika melihat Alena terikat tak berdaya. Sorot mata penuh kebencian begitu terlihat jelas dimatanya. Wanita paruh baya itu kemudian melangkah mendekat kearah Alena."Kau menghancurkan kebahagiaan putraku, beraninya kau lakukan itu Alena!" teriknya seraya menjambak rambut Alena kuat. "Uumm!" Alena seketika menjerit tertahan karena merasakan sakit. Mulut yang masih tersumpal membuatnya tak bisa mengeluarkan jeritan kerasnya. "Aku akan menyingkirkanmu selamanya Alena, aku akan membuatmu lenyap dari dunia ini! Lebih baik kau tiada dari pada Jonatan harus melihatmu bersama Azam!" ucap Nyonya R
Sorot mata Azam begitu tajam menatap Karen dan Nyonya Reina. Keduanya terdiam tak percaya jika Azam mampu menemukan mereka secepat ini. Karen terlihat begitu ketakutan, wajahnya bahkan terlihat memucat. Berbeda dengan Nyonya Reina yang nampak tenang dan biasa saja. Tak ada rasa takut dalam diri wanita paruh baya itu. Sebab Nyonya Reina yakin putra tirinya itu tidak akan berani berbuat apapun padanya. Mengingat dirinya pasti akan mendapatkan pembelaan sepenuhnya dari Tuan Abraham sang suami tercinta. "Zen urus mereka! Aku akan bawa Alena pulang," ucap Azam memerintahkan Zen sang asisten untuk mengurus Karen dan Nyonya Reina."Baik Tuan." Zen menjawab patuh kemudian melangkah mendekat pada kedua wanita beda generasi itu. Alena terdiam namun, wanita itu sepertinya tengah menunggu Azam menghukum kedua wanita yang sudah berniat untuk membunuhnya. Alena seketika merasakan kehangatan ketika Azam rupanya mencari dan menyematkannya. "Nyonya Reina, Nona Karen silahkan pergi dari tempat ini
Keesokan harinya Azam pergi menemui Jonatan. Mereka janjian bertemu disebuah privat room restoran. Azam yang kala itu datang terlebih dahulu, tersenyum penuh kemenangan. Ketika melihat sosok Jonatan yang akhirnya mau datang menemuinya.Pria itu sudah mempersiapkan berbagai bukti tentang kejahatan sang mamah tiri. Azam benar-benar tak sabar melihat bagaiman reaksi Jonatan. Melihat aksi sang mamah tercinta yang hampir saja membunuh wanita yang ia cintai."Bagaiman kabarmu Jo?" ucap Azam tersenyum miring menyapa Jonatan yang baru saja datang. "Langsung saja aku tidak punya banyak waktu!" Jonatan menjawab dengan nada dingin seraya mendudukan dirinya di kursi tepat dihadapan Azam."Hahaha, kau terburu-buru sekali Jo, bukankah kita sudah lama tidak ngobrol?" "Aku tidak ingin berbasa-basi jika tidak ada yang penting maka, aku akan pergi sekarang." Jonatan berkata dengan malas seraya bangkit dan melangkah pergi. "Nyonya Reina kemarin hampir membunuh istriku!" ucap Azam seketika menghentika
Alena kembali terbaring lemah dengan selang infus yang kembali terpasang di tangannya. Keadaan Alena kemabli drop akibat luka-lukanya. Ditambah lagi suntikan cairan kalium klorida yang sempat masuk kedalam tubuhnya. Membuat keadaan Alena memburuk. Azam terus menunggu Alena di ruang rawat wanita itu. Azam bahkan tertidur di sofa saking lelahnya. Hingga dering ponselnya membangunkan pria itu dari tidur lelapnya. "Hallo ada apa?" tanya Azam menjawab telponnya tanpa melihat siapa si penelpon. "Anak durhaka! Kembali ke rumah sekarang juga!" Tuan Abraham dengan marah berteriak membentak sang putra. Sontak saja Azam terkejut dan langsung tersadar. "Azam pulang sekarang papah ingin bicara! Tiga puluh menit, papah tunggu di rumah!" tegasnya lagi kembali memerintahkan sang putra untuk segera pulang. Telpon pun ditutup secara sepihak oleh tuan Abraham.Azam hanya menghembuskan nafas panjangnya. Pria itu memang sudah menduga jika sang papah pasti akan menyuruhnya untuk pulang. Azam juga sudah