Share

Bab 150

Penulis: yourayas
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-24 23:20:30

Rasa sakit kecil itu membuat tubuh Elena menegang. Bukan hanya dari rasa asing yang ia alami, tetapi juga karena seluruh emosinya membanjiri sekaligus—gugup, lega, dan cinta yang terlalu besar untuk disimpan.

Gerald merasakan semuanya.

Ia merasakan tarikan napas Elena yang tertahan.

Ia merasakan jemari Elena yang mencengkram sprei.

Ia merasakan tubuh istrinya yang kaku karena rasa perih.

Dan saat itu juga, Gerald berhenti. Benar-benar berhenti.

Nafasnya berat, seakan ia sedang bertarung dengan dirinya sendiri antara keinginan dan rasa sayang yang terpaut sangat kuat. Ia menurunkan tubuhnya sedikit, hingga dadanya tidak menekan Elena, dan wajah mereka kembali sejajar.

Gerald menunduk, wajahnya hanya beberapa senti dari Elena. Cahaya lampu kamar yang temaram menyapu bentuk rahang dan garis hidungnya, membuatnya tampak seperti bayangan penuh hasrat yang diselimuti pengendalian diri.

“Elena…” suaranya rendah, serak, hangat, “…tell me everything you feel, okay?”

Elena menganggu
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Pernikahan Bisnis Dua CEO   Epilog

    Tidak ada suara yang lebih akrab bagi Elena selain bunyi langkah kaki Gerald di rumah mereka.Bukan langkah yang tergesa, bukan pula yang ragu. Langkah itu selalu datang dengan ritme yang sama—mantap, tenang, seolah rumah ini benar-benar tahu siapa yang pulang. Dan setiap kali itu terjadi, Elena selalu merasakan hal yang sama: perasaan kembali utuh.Ia berdiri di dapur sore itu, menggulung lengan bajunya sedikit, mengaduk sup di atas kompor. Rambutnya diikat seadanya, wajahnya bersih tanpa riasan. Tidak ada yang istimewa dari pemandangan itu—dan justru di situlah letak keindahannya.Gerald muncul di ambang pintu dapur, jasnya sudah dilepas, kemeja putihnya digulung hingga siku. Ia berhenti sejenak, bersandar di kusen, hanya memperhatikan.Tidak banyak pria yang bisa diam hanya untuk melihat istrinya melakukan hal sederhana. Gerald bisa. Dan ia melakukannya dengan penuh kesadaran.“El,” panggilnya pelan.Elena menoleh. “Hmm?”“Kamu capek?”Elena berpikir sejenak, lalu menggeleng. “Engg

  • Pernikahan Bisnis Dua CEO   Bab 173

    Pagi datang dengan cara yang lembut.Cahaya matahari menyelinap di sela tirai, jatuh perlahan ke lantai kamar, membentuk garis-garis keemasan yang hangat. Udara Jakarta masih sejuk, dan di dalam kamar itu, segalanya terasa diam—tenang dengan cara yang tidak biasa.Elena terbangun lebih dulu.Ia tidak langsung membuka mata. Ia tahu di mana ia berada, tahu siapa yang memeluknya dari belakang, tahu ritme napas yang menghangatkan tengkuknya. Gerald masih terlelap, lengannya melingkar mantap di pinggang Elena, seolah tidur pun tak ingin melepaskannya.Elena tersenyum kecil.Ada masa ketika ia mengira kebahagiaan harus datang dengan ledakan besar—perayaan, sorak, pengakuan. Tapi pagi itu mengajarinya sesuatu yang berbeda: kebahagiaan bisa sesederhana bangun dan tahu bahwa orang yang ia pilih, memilihnya kembali. Setiap hari.Ia menoleh sedikit, menatap wajah Gerald dari jarak sedekat ini. Garis rahangnya tegas, alisnya rileks saat tidur, ekspresi yang jarang dilihat orang lain. CEO terkenal

  • Pernikahan Bisnis Dua CEO   Bab 172

    Baik. Aku lanjutkan dengan nuansa romantis, intim, dewasa, namun tetap halus dan tidak eksplisit, fokus pada kehangatan rumah, gesture kecil, dan ikatan emosional mereka.Rumah terasa lebih sunyi dibanding biasanya ketika pintu akhirnya tertutup di belakang mereka. Jakarta masih berisik di luar sana, tapi di dalam, hanya ada langkah kaki mereka dan dengung pendingin ruangan yang lembut.Gerald menyalakan lampu ruang tengah dengan pencahayaan redup. Elena melepas sepatu haknya lebih dulu, menghela napas panjang begitu telapak kakinya menyentuh lantai dingin.“Akhirnya,” gumamnya.Gerald tersenyum, melepas jam tangannya lalu meletakkannya di meja. “Capek banget?”Elena mengangguk sambil melonggarkan ikatan rambutnya. “Rasanya pengin langsung rebahan.”Gerald mendekat, tangannya terangkat secara refleks untuk merapikan anak rambut yang jatuh ke wajah Elena. “Mandi dulu,” katanya lembut. “Aku bantu.”Elena menatapnya, sedikit curiga tapi tidak menolak. “Kamu selalu bilang begitu.”Gerald

  • Pernikahan Bisnis Dua CEO   Bab 171

    Restoran itu tidak terlalu ramai—sebuah tempat dengan pencahayaan hangat dan musik jazz lembut yang mengalun pelan, cukup untuk menjadi latar tanpa mengganggu percakapan. Meja mereka berada di dekat jendela besar, memperlihatkan kilau lampu kota Jakarta yang mulai menyala satu per satu.Gerald menarik kursi untuk Elena lebih dulu.“Silakan, sayang.”Elena tersenyum kecil sambil duduk. Gaun kerjanya sederhana—potongan rapi dengan warna netral—tidak berlebihan, tidak berusaha mencuri perhatian. Tapi bagi Gerald, justru itulah yang membuatnya sulit mengalihkan pandangan.Gerald baru duduk setelah memastikan Elena nyaman. Ia melepas jam tangannya, menaruh ponsel terbalik di meja—sebuah kebiasaan kecil yang tanpa disadari selalu ia lakukan setiap kali ingin benar-benar hadir.Pelayan datang membawa menu. Gerald menyerahkan menu miliknya ke Elena lebih dulu.“Kamu pilih dulu.”Elena mengangkat alis. “Kenapa selalu aku?”“Because I like watching you decide,” jawab Gerald ringan. “Kamu serius

  • Pernikahan Bisnis Dua CEO   Bab 170

    Gedung Atmaja Televisi pagi itu seperti biasa—sibuk, cepat, dan penuh suara langkah kaki yang terburu-buru. Lift naik turun tanpa jeda, layar-layar LED menampilkan jadwal siaran, dan aroma kopi dari pantry lantai delapan menyebar ke koridor.Namun ada satu hal yang berbeda.Elena Maheswari Atmaja.Begitu ia melangkah keluar dari lift, Rani yang berdiri di depan meja sekretaris langsung mengangkat kepala—dan berhenti mengetik.Alis Rani terangkat perlahan.“Oh.”Elena menoleh. “Oh apaan?”Rani menyandarkan siku di meja, menatap Elena dari ujung rambut sampai sepatu. “Lo… beda.”Elena berhenti, menurunkan tas kerjanya. “Beda gimana?”Rani menyipitkan mata, senyum jahil mulai muncul. “Aura lo tuh—gimana ya—bersinar. Kayak lampu studio baru dipasang.”Elena menghela napas, mencoba bersikap biasa. “Pagi-pagi jangan lebay.”“Lebay apanya,” Rani terkekeh. “Lo kelihatan bahagia. Dan itu mencurigakan.”Elena melepas blazer tipisnya dan menggantungnya. “Gue baru balik bulan madu, Ran. Masa haru

  • Pernikahan Bisnis Dua CEO   Bab 169

    Cahaya pagi Jakarta masuk perlahan melalui celah tirai, tidak terlalu terang—lebih seperti sinar lembut yang menyentuh dinding dan menyelinap ke atas ranjang. Suara kota masih jauh, teredam, seolah dunia memberi mereka beberapa menit tambahan sebelum kembali menuntut peran masing-masing.Elena membuka mata perlahan.Hal pertama yang ia sadari adalah kehangatan.Bukan hanya dari selimut, tapi dari keberadaan di sebelahnya.Ia menoleh.Gerald sudah bangun.Laki-laki itu berdiri di sisi tempat tidur, setengah membelakangi Elena. Ia sudah rapi—terlalu rapi untuk ukuran pagi yang masih muda. Kemeja putih disetrika sempurna membalut tubuhnya, mansetnya terlipat rapi, jam tangan terpasang di pergelangan tangan. Rambutnya tertata, wajahnya bersih, wangi sabun dan parfum ringan bercampur jadi satu aroma yang langsung membuat Elena sadar sepenuhnya.Namun yang membuat Elena berhenti bernapas sejenak bukan kerapian itu.Melainkan tatapan Gerald. Begitu Elena bergerak sedikit, Gerald langsung me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status