Keesokan harinya. Arunika masih mendiamkan Raynar, tetapi meski begitu dia tetap melakukan tugasnya. Membuatkan kopi juga sarapan untuk Raynar.
“Sarapannya sudah siap, segeralah turun sebelum makanannya dingin,” ucap Arunika ketika masuk ruang ganti dan melihat Raynar di sana.
Arunika mengambil tas kecilnya, saat menoleh pada Raynar yang sedang mengikat dasi, Arunika melihat ikatan dasi suaminya tak rapi seperti biasa.
Arunika menghela napas pelan, mau mengabaikan tetapi tak bisa. Dia menghampiri Raynar lalu meraih dasi suaminya itu.
Raynar menatap pada Arunika yang berdiri di depannya dan kini sedang merapikan dasinya. Dia memperhatikan wajah masam istrinya itu, tampaknya mood Arunika masih belum membaik.
“
Raynar menyiapkan buah dan jus saat Arunika sedang mandi. Begitu Arunika selesai mandi, Raynar langsung menghampiri istrinya itu.“Aku meminta Bibi Sarah membuatkanmu jus agar lebih segar,” kata Raynar.Arunika menatap datar, lalu mengangguk kecil dan berjalan ke sofa.Arunika duduk, saat akan mengambil gelas jusnya, Raynar sudah mengambilkan gelas jus lebih dulu.Arunika tidak memprotes sikap suaminya, meskipun dia masih marah. Dia berusaha tenang agar emosinya tidak melonjak yang bisa membuat kondisi tubuhnya menurun.Raynar memerhatikan Arunika yang sedang minum, begitu selesai minum, Raynar baru mulai bicara.“Apa kamu kurang sehat? Apa ada yang tidak nyaman?” tanya Raynar memastikan.“Aku baik-baik saja,” jawab Arunika sambil meletakkan gelas di meja.“Lalu kenapa sejak tadi diam? Apa ada masalah? Apa ada yang membuatmu kesal?” tanya Raynar memastikan.Arunika menoleh pelan pada Raynar, lalu menggeleng kepala.“Tidak ada,” jawab Arunika. Dia tidak jujur soal foto karena Raynar ju
Erik menunggu di kafe. Dia sesekali menengok pada arloji lalu menoleh ke pintu kafe karena menunggu Briella datang.“Apa dia membohongiku?” Erik bertanya-tanya karena dia sudah menunggu di sana cukup lama.Erik hendak beranjak pergi, tetapi urung saat melihat Briella masuk ke kafe lalu berjalan menghampirinya.“Maaf lama,” ucap Briella sambil menarik kursi di hadapan Erik.Erik hanya mengangguk tak mempermasalahkan.Briella memanggil pelayan, lalu memesan minuman sebelum kemudian kembali menatap pada Erik yang duduk di hadapannya.“Ada apa meminta bertemu?” tanya Briella.“Apa kamu sudah melihat kondisi Bie?” tanya Erik memulai percakapan.Briella diam sesaat sambil menatap pada Erik, lalu menggeleng pelan.“Aku tidak mau melihatnya,” jawab Briella.Erik cukup terkejut.“Kenapa kamu tidak mau melihatnya? Kamu yang menolongnya dan membawanya ke klinik, tapi kenapa kamu malah tidak mau melihat kondisinya?” tanya Erik memastikan.Briella ingin menjawab, tetapi melihat orang suruhan ayahn
Arunika masih melihat-lihat semua foto yang didapatnya. Dia terdiam dengan ekspresi datar, lalu mencoba mengirim pesan pada Raynar. [Siang ini mau makan di mana?] Arunika mencoba memastikan dengan mengirim pesan pada suaminya. Cukup lama Arunika menunggu, sampai akhirnya Raynar membalas. [Aku sedang ada di luar, ada urusan pekerjaan. Kamu makan siang di kantin tidak masalah, kan? Atau mau aku pesankan makanan dari luar?] Arunika menggenggam erat ponselnya, apa Raynar sedang membohonginya? Arunika diam cukup lama, sampai akhirnya memilih meletakkan ponselnya tanpa membalas pesan dari suaminya lagi. Saat jam makan siang, Arunika pergi ke kantin bersama Winnie, meskipun dia sebenarnya malas. Arunika masih memikirkan foto-foto yang didapatnya. Di sana terlihat jelas Raynar dan Briella sedang berbincang, bahkan Briella terus tersenyum pada Raynar. “Aru, apa kamu tidak cocok dengan makanannya? Kok nggak dimakan?” tanya Winnie. Arunika langsung menatap pada Winnie, lalu mencoba terse
Raynar pergi dari perusahaan sebelum jam makan siang tiba. Dia sekarang sedang berjalan masuk ke kafe yang didatanginya, lalu mengedarkan pandangan.Raynar melihat Briella duduk sambil melambai ke arahnya. Dia berjalan menghampiri, begitu duduk berhadapan dengan Briella, Raynar langsung bertanya, “Kenapa kamu ingin bertemu hanya berdua denganku?”Briella melirik ke luar jendela kaca yang ada di sisi kanannya, dia melihat orang suruhan ayahnya sedang memantau.“Seperti yang kukatakan di pesan, aku ingin membuat kesepakatan denganmu,” ucap Briella sambil tersenyum agar gerakan bibirnya tersamarkan.Raynar mengerutkan alis.“Aku tidak suka berbasa-basi, apalagi masuk ke permainan yang sama sekali tidak menguntungkan,” ucap Raynar, “dan aku mungkin perlu menegaskan satu hal padamu. Bagaimana kedekatan kita dulu, tidak akan berpengaruh pada sikapku sekarang. Bagiku, kamu hanya masa lalu.”Briella lagi-lagi tersenyum, lalu membalas, “Ya, aku tahu, tidak akan ada kejadian sama kedua kali.”“
“Apa kamu yakin mereka mau datang?” tanya Laras sambil menatap Hendry yang baru saja akan naik ranjang.“Jika mereka tidak berniat mempermalukan keluarga Mahendra, mereka pasti datang,” balas Hendry sambil menutupi kakinya dengan selimut.“Lagi pula aku sangat yakin kalau Raynar masih memikirkan perasaan neneknya,” ucap Hendry lagi.Laras diam mengangguk-angguk.“Jadi kamu akan memanfaatkan kesempatan ini?” tanya Laras lagi.“Kenapa tidak?” Hendry menoleh dengan senyum miring. “Tidak ada yang boleh menghalangi jalanku,” imbuhnya.“Ya, kamu benar. Dia juga harus tahu posisinya,” balas Laras lalu segera membaringkan tubuhnya dan mulai memejamkan mata.Hendry diam menatap Laras, lalu dia diam mengingat kenangan bertahun-tahun lalu yang membuatnya menjadi seperti ini.‘Jangan salahkan aku, salahkan semua orang sudah tak adil padaku,’ batin Hendry lalu dia membaringkan tubuhnya untuk ikut beristirahat.**Keesokan harinya. Raynar baru saja bangun saat mendengar suara Arunika terus muntah.
“Terima kasih mau membantuku memberinya nama,” ucap Briella saat duduk di coffee shop bersama Erik.“Tidak masalah,” balas Erik lalu menyesap kopinya.Briella mengamati sekitar, lalu melihat sebuah mobil terparkir dengan bayangan orang di dalam mobil itu.Briella terlihat tenang, lalu dia sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah meja.“Erik.”Erik langsung menatap pada Briella. “Ada apa?”“Apa kamu bisa sedikit bersikap seperti sedang serius bicara denganku?” tanya Briella.Dahi Erik berkerut halus. Dia tak paham apa maksud Briella.“Apa maksudmu?” tanya Erik sambil meletakkan cangkir di meja.“Ya, bicaralah seperti itu seolah-olah kita sedang bicara serius.”Erik semakin bingung dengan apa maksud Briella.“Kamu tahu, kamu sangat aneh,” ucap Erik dengan kedua alis berkerut sampai saling bertautan.“Ya, karena ada beberapa hal yang tak bisa dijelaskan,” balas Briella, “anggap saja aku memang aneh dan kamu tidak bisa bicara santai denganku.”Erik bingung. Dia mengamati gestur tubuh Briell