Hari berikutnya Arunika sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Arunika dan Raynar sudah sampai di rumah, begitu turun dari mobil, Sarah langsung menyambut keduanya, bahkan Sarah memeluk Arunika penuh rasa simpati.“Yang sabar ya, Nyonya. Tuhan pasti punya rencana lain dan Nyonya pasti bisa segera hamil lagi,” ucap Sarah sampai menitikkan air mata.Arunika sekuat tenaga menahan agar tak menangis. Dia memeluk erat Sarah, mencoba tenang dan berterima kasih atas harapan yang sudah Sarah ucapkan untuknya.“Bibi, aku kangen sup buatan Bibi, apa bisa buatkan untukku?” tanya Arunika untuk mengalihkan pembicaraan atas tragedi yang menimpanya.“Tentu, tentu saja,” ucap Sarah sambil mengusap air mata yang menetes di wajahnya.Arunika mencoba tersenyum. Dia pun tak mau terus larut dalam kesedihan.Raynar menggandeng Arunika masuk ke rumah, sedangkan para pelayan yang menurunkan barang bawaan mereka.“Istirahatlah,” ucap Raynar saat mereka sampai di kamar.“Kamu mau ke kantor?” tanya Arunika
Raynar masuk kamar setelah bicara dengan Erik. Saat sampai di dalam, Raynar melihat Arunika yang ternyata duduk di ranjang sambil memegang ponsel. “Aku pikir kamu istirahat? Kenapa tidak tidur?” tanya Raynar sambil mendekat. “Aku sudah bicara dengan dokter, karena ini hari minggu, kamu diperbolehkan pulang besok,” ujar Raynar lagi. Arunika menatap diam pada Raynar, dia menunggu sampai suaminya duduk di kursi samping ranjang, karena ada kalimat yang siap meluncur dari bibir Arunika. “Ray, banyak hal yang ingin kutanyakan padamu dan aku berharap kamu mau jujur menjawabnya,” ucap Arunika sambil terus memandang Raynar. Raynar diam menatap pada Arunika yang begitu serius saat bicara. Dia mengangguk. “Tentu.” “Ini apa?” tanya Arunika memperlihatkan foto Raynar menemui Briella di koridor rumah sakit. “Membahas bisnis?” tanya Arunika dengan sikap sangat tenang. Raynar terkejut. Dia mengambil ponsel Arunika, lalu melihat semua foto yang Arunika terima. Raynar diam, jadi inikah fungsi dua
Hendry tidak terkejut sama sekali dengan pertanyaan Nenek Galuh. Dia menatap dingin pada wanita itu..“Sepertinya, setiap ada hal-hal buruk terjadi, aku yang akan dicurigai. Bukankah selalu begitu?” Hendry tersenyum getir.Nenek Galuh menatap datar. Raut wajahnya terlihat tegas dan sorot matanya memperlihatkan kewaspadaan.“Jika kamu tidak merasa melakukannya, untuk apa kamu emosi?” Nenek Galuh menanggapi sikap Hendry dengan sangat tenang.“Aku dituduh, bagaimana bisa aku tidak emosi,” balas Hendry menatap penuh emosi.“Aku tidak ada urusan dengan Raynar. Untuk apa aku mencelakai istrinya, lagian istrinya kenapa aku juga tidak tahu,” ujar Hendry.Setelah mengatakan itu, Hendry memilih meninggalkan Nenek Galuh.Nenek Galuh diam menatap kepergian Hendry, lalu beberapa saat kemudian Miranda masuk.“Nyonya, apa benar kalau Tuan Hendry pelakunya?” tanya Miranda memastikan.Nenek Galuh membuang napas kasar.“Kita tidak bisa menuduh tanpa bukti, meskipun aku tahu betul bagaimana sifat Hendry
Di rumah Andre. Pria itu sedang sarapan bersama Briella. Suasana meja makan begitu tenang seperti biasa, sampai Andre menatap pada Briella.“Apa kamu sudah menghubungi Raynar dan tanya bagaimana kondisi istrinya?” tanya Andre.Briella menatap ke sang papa, lalu membalas, “Belum, Pa. Kupikir dia pasti sibuk karena mengurus istrinya.”Briella terlihat tenang agar sang papa tidak mencurigainya.Andre mengangguk-angguk.“Ini kesempatanmu untuk mendekatinya. Raynar pasti sedih dan terpukul, jadi kamu harus ada untuknya,” ujar Andre lalu memasukkan suapan ke mulut.Briella diam menatap Andre, sepertinya memang tujuannya membuat hubungan Arunika dan Raynar renggang dengan cara membuat Arunika kehilangan bayinya.“Papa tenang saja, aku pasti akan melakukan tugasku,” ucap Briella lalu segera kembali makan.Setelah sarapan, Andre pergi keluar untuk bermain golf. Briella memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari bukti kalau obat yang papanya bicarakan waktu itu adalah obat penggugur kandungan.B
Arunika baru saja selesai dikuret. Raynar menunggu Arunika di samping ranjang, dia terus menggenggam tangan sang istri yang masih tertidur karena pengaruh obat bius.Bola mata Raynar berkaca-kaca. Dia bersalah karena sudah mencurigai istrinya karena tak berpikir ke rencana Andre dan Hendry yang memberinya obat.Raynar percaya dengan spekulasi Briella, memang bisa saja obat itu sejak awal ditujukan untuk Arunika, jika Hendry tahu kalau Arunika hamil.Cukup lama Raynar duduk diam, bahkan dia tak makan atau sekadar minum. Sampai akhirnya Arunika mulai membuka mata perlahan.Samar-samar Arunika melihat Raynar yang tersenyum padanya. Arunika masih bingung karena efek obat bius saat operasi.“Bagaimana perasaanmu? Apa terasa mual, pusing, atau yang lainnya?” tanya Raynar mencoba mengajak bicara Arunika. Dia menatap penuh perhatian pada Arunika.Arunika masih merasakan tubuhnya yang sangat lemas. Dia menggeleng pelan dengan mata sayup-sayup dan tatapan kabur ketika menatap Raynar.Raynar beg
Di rumah Nenek Galuh. Wanita tua itu duduk diam di ruang keluarga menunggu kepulangan Hendry dan Laras. Malam semakin larut, akhirnya Hendry pulang sambil bercanda bersama Laras saat baru saja masuk rumah. Saat mereka akan melewati ruang keluarga, Hendry dan Laras terkejut melihat Nenek Galuh duduk sambil menatap dingin pada mereka. “Kenapa Mama tidak tidur? Oh ya, kenapa Mama meninggalkan pesta?” tanya Hendry yang setengah mabuk. Nenek Galuh berdiri, lalu menghampiri Hendry yang bersikap seperti anak remaja labil. “Bahkan di saat keponakanmu terkena musibah, kamu masih bisa mabuk-mabukan,” ucap Nenek Galuh dengan ekspresi wajah dingin. Senyum Hendry dan Laras menghilang, bahkan Laras langsung memasang wajah tak senang. “Ini hari perayaan pernikahan kami, apa kami harus menderita karena musibah orang lain?” Nenek Galuh mencengkram erat tongkat yang dipegangnya. Ternyata Hendry tetap tak berubah. “Lagian, memangnya kenapa dengan istrinya? Dia mengacaukan pesta kami saja,” ucap