Reiner bangkit hendak meninggalkan Jasmine. Tetapi gadis itu menghentikan Reiner dengan menarik ujung kaosnya
Jasmine ikut berdiri di belakang Reiner. Dia berusaha menekan hatinya agar tidak sakit hati dengan ucapan Reiner barusan.
"Beri aku kesempatan untuk bicara. Kamu suka seenaknya pergi setelah membuatku terluka karena ucapan atau sikapmu."
Reiner terhenyak. Ucapan Jasmine bagai tamparan keras baginya. Entah kenapa. Rasanya, sebagian sudut hati Reiner terasa nyeri saat tahu sikap dan ucapannya selalu melukai hati Jasmine.
"Kamu selalu bilang anak ini adalah milikmu. Apakah itu berarti kamu sudah mempercayaiku dan menerima mereka?" tanya Jasmine memastikan
"Kamu tidak perlu bertanya," jawab Reiner datar.
"Aku bertanya karena aku tidak mengerti."
Keduanya diam beberapa saat seakan disibukkan
Wajah Jasmine memerah, menahan malu dan marah yang melebur menjadi satu. Reiner benar-benar berengsek."Lihat tubuhmu di cermin itu baik-baik, Jasmine," tegas Reiner sekali lagi.Berdiri di belakang Jasmine, sebelah tangannya mendarat di perut gadis itu "Lihat perutmu ini. Kamu hamil. Di sini sedang tumbuh calon dua anak kembar.”"Tanpa kamu beritahu pun aku sudah tahu," ketus Jasmine."Lalu kenapa tadi kamu berkata, seolah-olah aku tidak akan mengakui kamu sebagai ibu mereka?" Selain berat dan serak, suara Reiner terdengar penuh penekanan.Jasmine terdiam sesaat. Ditatapnya replika dirinya di dalam cermin dengan tatapan nanar. Jasmine terharu menatap perutnya. Ya, dia ibu mereka. Jasmine tidak mau namanya hilang dari ingatan mereka kelak."Kukira karena kamu membenciku dan terlihat murahan di matamu, makanya kamu akan malu mengakuiku sebagai ibu mereka nanti.""Kamu ibu mereka, Jasmine,” sela Reiner tegas. "Tidak ada yang
Reiner bangkit hendak meninggalkan Jasmine. Tetapi gadis itu menghentikan Reiner dengan menarik ujung kaosnyaJasmine ikut berdiri di belakang Reiner. Dia berusaha menekan hatinya agar tidak sakit hati dengan ucapan Reiner barusan."Beri aku kesempatan untuk bicara. Kamu suka seenaknya pergi setelah membuatku terluka karena ucapan atau sikapmu."Reiner terhenyak. Ucapan Jasmine bagai tamparan keras baginya. Entah kenapa. Rasanya, sebagian sudut hati Reiner terasa nyeri saat tahu sikap dan ucapannya selalu melukai hati Jasmine."Kamu selalu bilang anak ini adalah milikmu. Apakah itu berarti kamu sudah mempercayaiku dan menerima mereka?" tanya Jasmine memastikan"Kamu tidak perlu bertanya," jawab Reiner datar."Aku bertanya karena aku tidak mengerti."Keduanya diam beberapa saat seakan disibukkan
Kedua alis Jasmine terangkat. Rasanya dia merasa masih berada di alam mimpi mendengar Reiner meminta maaf padanya."Maksudmu ... kamu yang memberi tahu Evano?" tanya Jasmine tanpa dosa.Terang saja Reiner tidak terima. Dia mendecakkan lidahnya pelan. "Aku tidak memberi tahu dia, tapi ... ah sudahlah, aku tidak ingin membahasnya."Reiner bisa kehilangan muka di hadapan Jasmine kalau dia jujur telah teledor meletakkan surat perjanjian mereka secara sembarang.Sedangkan Jasmine tidak menjawab. Dia memang masih kesal pada Reiner yang seenaknya menuduhnya.Tapi mendengar permintaan maaf Reiner yang hanya diucapkan sekali dalam seabad, Jasmine kembali berpikir untuk memaafkan sikap Reiner semalam."Sekarang keluarlah, aku membawa sesuatu untuk mereka.""Hm? Untuk mereka? Maksudmu susu untuk ibu hamil
"Ada apa memanggilku?"Reiner berbalik, ia mendapati Evano berjalan menghampirinya. Tangan Reiner lantas melemparkan satu kaleng minuman yang segera ditangkap dengan tangkas oleh Evano."Berbagi minuman?" jawab Reiner asal sembari berjalan ke kursi di pinggir jalan halaman rumahnya.Evano menahan tawa atau lebih tepatnya mendengus mendengar jawaban Reiner, la duduk di samping Reiner lalu membuka penutup minuman tersebut dan meneguknya."Kalau ada orang yang melihat kita, kurasa mereka akan berpikir kalau kita sedang berkencan. Malam-malam berdua di tempat seperti ini bisa menimbulkan fitnah."Reiner berdecak lidah menanggapi candaan Evano yang menurutnya sangat tidak bermutu. Ini bukan pertama kali mereka mengobrol di sini, Reiner tahu ucapan Evano barusan hanya untuk mencairkan suasana mereka setelah ketegangan yang terjadi di rumah Evano."Tidak akan ada yang percaya pria sepertiku penyuka sesama jenis,” jawab Reiner datar."K
Memasuki rumah Reiner, Jasmine cukup bingung apa yang harus ia lakukan saat berhadapan dengan pria itu.Reiner pasti marah padanya karena tidak menurutinya untuk pulang Jasmine kemudian menggeleng. Berusaha menepis perasaan bersalah yang tiba-tiba menyapa hatinya."Pak Reiner sedang keluar, Non," ujar Mbak Ninik saat mendapati Jasmine tengah mengedarkan pandangan, seolah-olah sedang mencari Reiner."Oh... keluar ke mana, Mbak?""Saya kurang tahu, Non. Tapi sepertinya Pak Reiner sedang ada masalah. Saya takut buat nanya kalau wajahnya sudah keras begitu." Mbak Ninik meringis sambil garuk-garuk tengkuknya.Jasmine jadi tersenyum tipis mendengarnya. Benar, kemarahan Reiner pasti akibat dirinya tadi.Sebuah mobil sport berwarna putih melaju kencang di jalanan. Reiner marah. Dan dia melampiaskan kemarahannya dengan kebut-kebutan.Dibanding marah pada Evano dan Jasmine, dia lebih kesal pada dirinya sendiri yang mulai memedulikan perempuan i
Reiner bergegas pergi ke rumah Evano lewat jalan setapak di belakang rumahnya. Langkahnya terburu-buru dan tidak sabaran.Rumah Evano terasa sepi. Dan Reiner bisa mendengar suara sekecil apa pun di sana, termasuk suara orang sedang berbincang di dapur.Jantung Reiner tiba-tiba berpacu begitu cepat. Tubuhnya menegang. Jasmine dan Evano sedang berdua di dapur?Kedua belah telapak tangan Reiner terkepal erat. Dia tidak bisa menyembunyikan lagi kemarahannya dalam ekspresi mengerasnya.Hatinya mendadak bergejolak saat kini dia melihat Jasmine dan Evano persis seperti sepasang suami istri yang tengah bersenda gurau di dapur."Waah ... aku tidak menyangka kamu pandai membuat roti." Evano berdecak kagum melihat roti hasil panggangan Jasmine."Kenapa? Apa sebelumnya kamu meragukan kemampuanku?" Mata Jasmine memici