“Mbak, mau rujak gak?” Seorang siswi magang menengok ke dalam kubikel Kanara untuk menawari rujak buah padanya. Kanara yang sejak tadi fokus pada pekerjaannya kontan menoleh, ia memberi senyum pada siswi magang itu sembari mengangguk.
“Mau, ngambilnya di mana, Syif?” tanya Kanara pada Syifa selaku siswi yang magang di kantornya.“Di Mbak Anin, mau aku ambilin aja gak, Mbak?” tawar Syifa yang langsung ditolak oleh Kanara.“Gak usah, kamu fokus aja sama apa yang lagi kamu kerjain, nanti saya ambil sendiri,” ujar Kanara.“Abisnya lagi gak ada yang dikerjain nih, Mbak. Biar saya ambilin aja ya?”Melihat Syifa yang bersikeras mengambilkan rujak buah untuknya, mau tak mau Kanara mengangguk. “Ya sudah kalau kamu gak keberatan, makasih ya, Syifa.”“Sama-sama, Mbak. Aku ambilin bentar ya.” Sesaat setelahnya, Syifa pergi mengambilkan rujak buah untuk Kanara. Sementara Kanara kembali sibuk dengan pekerjaannya.Tak lama, Syif“Sebaiknya jaga mulut kamu sebelum saya laporin kamu ke polisi atas tuduhan pemerkosaan. Saya tahu semua tindak kriminal kamu. Kalau kamu masih mau aman, berhenti mengganggu istri saya!” Randi mengumpat, lalu setelahnya sambungan terputus. Kanara membelalakkan matanya pada apa yang baru saja diucapkan Arayi. “Tindakan kriminal? Randi ngelakuin apa aja , Mas?” Arayi memblokir nomor Randi. Ia menatap Kanara sebelum membeberkan fakta yang membuat Kanara hamper tak percaya. “Waktu masih sama kamu, dia memerkosa beberapa wanita kenalannya. Selain itu, dia juga melakukan kekerasan sama adik tirinya dan memakai narkoba.” Kanara mengerjapkan matanya, ia memegang dadanya yang berpacu lebih cepat. Selama ini …. Kanara tak pernah mengira bahwa ia sempat menjalin hubungan dengan orang berbahaya. Ia tak sadar bahwa bahaya itu sangat dekat dengannya. “Syukurnya dia gak melakukan apapun ke kamu. Kamu beruntung karena sekarang udah terbeba
“Mas merasa terbebani gak sih dengan permintaan orang-orang buat menjaga aku?” tanya Kanara pelan. Jam telah menunjukkan pukul 11 malam. Kanara berbaring di atas Arayi sembari memeluk leher sang suami. Matanya memperhatikan bulu mata Arayi yang lentik, tangannya tergerak untuk menyentuh bulu mata itu tatkala si empunya telah lebih dulu membuka mata. Kedua tangannya melingkar pada pinggang kecil Kanara. Matanya menatap lekat wajah cantik di depannya. Arayi menggeleng, “Gak sama sekali.” “Kalau aku yang dikasih tanggung jawab begitu, aku bakal terbebani banget!” ucap Kanara. Arayi kontan terkekeh mendengar itu, ia menyingkirkan anak-anak rambut yang menutupi sisi wajah Kanara. “Kenapa gitu?” “Ribet aja. Jaga diri sendiri aja belum tentu bisa, apalagi harus jaga orang lain juga. Rasanya terlalu capek. Belum lagi kalau semisal orang yang aku jaga kenapa-napa, pasti aku yang disalahin.” “Itulah resikonya menikah. Makanya kadang
Rasa Lelah akibat pekerjaan tak menyurutkan semangat Kanara untuk jalan-jalan ke mall Bersama Alea. Sahabatnya itu mengajaknya untuk berbelanja sekaligus bermain timezone. Keduanya keluar dari area timezone setelah puas bermain. Kanara melihat-lihat toko pakaian yang mereka lalui. “Mau masuk ke sana gak, Al?” tanya Kanara sembari menunjuk store brand ternama. “Lo mau beli? Kalau mau gue temenin,” ujar Alea. “Mau lihat-lihat dulu sih. Kalau lo mau beli nggak?” tanya Kanara balik. Alea kontan menggelengkan kepalanya. “Gak dulu deh, uang gajian gue udah mau abis, gak bisa beli-beli yang begituan.” Kanara menganggukkan kepalanya mengerti. “Ya udah kalau gitu, yuk jalan lagi.” “Lah? Lo gak jadi masuk? Katanya mau lihat-lihat dulu?” Kanara menggeleng. “Gak jadi deh, gue lagi gak ada yang pengen dibeli juga sih ini.” Alea mencibir, “Padahal laki lo berduit noh, apa salahnya beli baju yang banyak? Toh
“Nana ….” Kanara mengucek matanya, ia terbangun akibat mendengar gumaman Arayi yang terdengar jelas di telinganya. Kanara melihat jam di dinding yang masih menunjukkan pukul 4 pagi. Perhatiannya lantas terjatuh pada Arayi yang masih mengigau. “Siapa Nana?” ucap Kanara pelan. Ia hendak kembali menutup mata kala gumaman Arayi semakin kencang. “Nana …. Jangan tinggalin aku ….” “Aku gak bisa kalau gak ada kamu, Na ….” “Jangan pergi ….” Cukup sudah, Kanara tak tahan mendengarnya. Ia bangkit dari tidurnya, lalu terduduk sembari menatap Arayi yang masih menutup mata. Kanara membelalak kaget saat melihat Arayi meneteskan air mata. Kanara menghapus air mata yang membasahi pipi sang suami. Ia mengusap dahi Arayi yang berkeringat, lalu mencium pipinya lembut. “Nana ….” Arayi tersentak, ia terbangun dengan jantung yang berdegup kencang. Arayi menarik napasnya, lalu menghembuskannya, begitu seterusnya sampa
Sesaat setelah menerima panggilan telepon dari Kanara, Arayi langsung bergegas pulang. Rasa khawatirnya memuncak, pikirannya kalut kala menebak bahwa yang datang adalah Andriana. Namun ternyata tebakannya salah. Yang datang ternyata adalah Andri, Kevin dan Anton. Arayi sudah terlalu lelah memikirkan masalah Kanara dan Andriana, ia merasa energinya tak cukup untuk menyambut ketiga rekan kerjanya yang bertamu malam-malam begini. Arayi menjatuhkan perhatiannya pada Kanara yang duduk di sofa, tampak raut wajahnya yang sama lelahnya dengan Arayi, belum lagi ekspresi betenya karena harus menemani teman-temannya Arayi selagi menunggu sang suami pulang. “Kalian ngapain di sini?” tanya Arayi keheranan. Ia mendudukkan dirinya di samping Kanara dengan jas dan dasi yang sudah lepas dari badannya. “Kebetulan kita habis dari pasar malam, karna lokasinya deket sama rumah lo, jadi sekalian aja mampir!” jawab Jessica dengan senyum cerah. Arayi menghe
Dua bulan sudah pernikahan Arayi dan Kanara. Sejauh ini, tak ada masalah besar yang menghampiri. Hanya ada cekcok kecil ketika Kanara mau ini dan Arayi mau itu. Kanara pun juga merasakan perubahan yang cukup signifikan dari Arayi. Suaminya itu jadi lebih menempel padanya, lebih sering memeluknya bahkan menciumnya. Meskipun Arayi belum juga mengungkapkan bahwa ia mencintai Kanara, namun, Kanara merasa lebih dari cukup dengan perhatian yang diberikan oleh Arayi. Seperti sekarang ini, Kanara sedang sakit yang mengharuskannya absen bekerja. Wanita itu demam tinggi yang membuat kepalanya pusing bukan main, belum lagi badannya yang lemah dan lesu. Arayi menyempatkan membeli bubur untuk Kanara sebelum berangkat bekerja. Bahkan lelaki itu juga lah yang mengkompres badan Kanara agar panasnya cepat turun. “Ayo minum obat dulu,” ucap Arayi sembari membantu Kanara bangkit dari posisi berbaringnya. Kanara mengusap wajahnya, ia memijit kepalanya y
“Arayi, ini aku.” Suara itu, Arayi kenal betul siapa pemilik suara itu. Ia masih terpaku dengan pikiran yang sudah kemana-mana. Jantungnya berdetak lebih cepat, ada gelenyar aneh yang menghampirinya, yang membuatnya kesulitan untuk mencerna apa yang sedang terjadi. “Arayi.” Suara itu kembali memanggil, berusaha agar Arayi segera menjawab panggilannya. Arayi berdehem pelan. “Ada apa?” Suaranya terdengar kaku dan canggung di saat yang bersamaan. Arayi meremas tangannya, berusaha mengusir sesak di dada yang tiba-tiba menghampiri. “Aku kangen,” ucap suara itu. Arayi terkekeh sumbang mendengar itu. Ia mengepalkan tangannya kuat, mengingat kembali momen kebersamaan mereka sebelum Andriana meninggalkannya. “Serius kamu ngomong begitu setelah ninggalin aku, Na?” Ucapan Arayi sarat akan rasa sakit. “Aku minta maaf ….” ucap Andriana parau. Tampaknya wanita itu tengah menahan tangis, terbukti dengan suaranya yang bergetar.
“Kanara, ini ada Araya,” ucap Arayi yang kebetulan pulang kantor tak selarut biasanya. Di sampingnya ada Araya yang memakai kemeja dengan jas dokter yang ia sampirkan pada lengannya. Araya melemparkan senyum pada Kanara. “Hai, Kanara,” sapanya. Kanara tersenyum, “Hai, Mas. Tumben banget ke sini, biasanya sibuk terus," ucap Kanara ramah."Kebetulan lagi luang, Ra, jadi main aja ke sini."Kanara mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. "Kebetulan banget temenku juga main ke sini. Kami baru aja bikin brownies,” kata Kanara senang. “Oh ya? Mana dia?” tanya Arayi celingak-celinguk mencari seseorang. “Di dapur, bentar aku panggilin dulu, sekalian bawain brownies yang aku buat.” Tak lama setelahnya, Kanara sudah menghilang di balik pintu dapur. Sementara itu, Arayi dan Araya memilih duduk di sofa ruang tengah. Arayi menyalakan televisi agar suasana tidak terlalu sepi.Sayup-sayup terdengar perdebatan antara Kanara