Russel langsung menggelengkan kepala dan berkata, “Aku nggak mau. Kalau nggak pulang bersama Tante, Mama mau bawa aku ke sekolah.”Olivia terdiam dan dia terkekeh sambil berkata, “Hari ini hari Sabtu, meski kamu pulang, kamu juga nggak perlu sekolah. Russel, bilang sama Tante seberapa nggak suka kamu sekolah?”“Waktu awal-awal sekolah, kamu sangat senang. Baru sebulan lebih kamu sudah nggak suka sekolah?”Russel memanyunkan bibirnya dan gumam, “Bukan nggak suka juga. Aku hanya merasa di rumah lebih menyenangkan.”“Kalau mamamu dengar, kamu akan diomelin lagi. Waktunya sekolah, sekolah yang benar. Waktunya main, maka mainlah dengan puas.”Russel menunduk dan berkata, “Tante, aku tahu. Mama juga bilang begitu. Aku akan sekolah dengan benar biar lebih baik dari Liam. Ketika main, maka mainlah dengan puas.”“Tante, ketika libur panjang, Tante akan membawaku mencari Liam?”Russel masih merindukan teman mainnya.“Tunggu libur sekolah saja baru pergi. Kamu harus belajar yang benar. Ketika li
Olivia langsung menyerahkan tanggung jawab pada Stefan sebelum anaknya keluar. Lebih baik dia mengurus kehidupan anaknya saja. Masalah tugas sekolah dan yang lainnya diserahkan pada Stefan. Lelaki itu sangat tegas, dia pasti bisa mengurus anaknya dengan baik.“Baik, aku saja,” kata Stefan sambil tertawa.Stefan sudah membeli cukup banyak buku untuk mendidik anak sebagai persiapan.“Lapar? Sarapan sudah aku siapkan.”“Sudah lapar dari tadi. Aku baru mau bawa Russel turun, tapi kamu sudah masuk.”Stefan menggendong keponakannya dan menggandeng Olivia sambil berkata, “Ayo, kita turun untuk sarapan.”Setelah keluar dari kamar, Olivia menyadari rumah tersebut sangat sepi. Dia tahu jika semua orang tengah tertidur.“Kemarin malam kamu jam berapa balik kamar?” tanya Olivia dengan perlahan.“Aku masuk kamar begitu langit gelap. Tadi pagi waktu bangun, aku tahu dari pengurus rumah kalau kemarin malam banyak yang mabuk. Akibatnya semua orang mabuk,” kata Stefan sambil tertawa.Kemarin malam, rat
“Nenek, pergilah, nanti aku akan keliling-keliling.”Kehidupan ketika libur menikah memang menyenangkan. Tidak perlu bangun pagi untuk bekerja dan tidak perlu mengurus pekerjaan. Hanya perlu makan dan minum dengan baik.Nenek tertawa dan berkata, “Setelah aku sarapan, kita berdua keliling-keliling lagi.”Setelah mereka selesai makan, Nenek baru masuk ke rumah. Olivia menunggu perempuan tua itu sarapan hingga Russel tertidur di pelukannya.“Anak ini baru bangun dan tertidur lagi.”Olivia mengelus wajah keponakannya penuh sayang dan berkata, “Russel juga pasti kelelahan.”“Dia tertidur, aku bawa dia ke atas. Nanti kamu temani Nenek jalan dulu. Aku nggak ikut karena mau tidur sama Russel.”Stefan kemarin malam sudah kembali ke kamar cukup awal. Dia seperti tidur cepat, tetapi sesungguhnya lelaki itu tidak bisa tertidur karena terlalu antusias. Lelaki itu terlelap setelah berbaring di kasur cukup lama. Pagi ini dia bangun cukup awal untuk menyiapkan sarapan.Yang paling penting, Stefan di
“Kita keluar untuk cari angin dulu. Hari ini nggak ada matahari dan sedikit berangin. Kita jalan di halaman sambil menikmati angin.”“Nenek baru saja selesai sarapan.”Nenek berkata, “Kita jalan pelan-pelan saja. Nggak perlu mengelilingi vila, hanya jalan-jalan di sekitar sini saja.”“Hari ini kamu masih muntah?” tanya Nenek penuh perhatian.Ketika Olivia hendak bilang dia masih muntah, dia teringat bahwa pagi ini dirinya tidak merasa mual. Mendadak dengan girang dia berkata, “Nenek, sepertinya sudah nggak. Hari ini aku nggak mual ketika bangun.”Setelah bangun dan mengganti pakaian, Olivia membersihkan diri dan langsung turun untuk sarapan bersama dengan keponakannya. Mungkin karena terlalu sibuk, dia lupa dengan rasa mual. Atau mungkin masa-masa mualnya sudah berakhir?Nenek tertawa dan berkata, “Akan membaik secara perlahan. Sepertinya kamu nggak seperti Tiara yang mual terus hingga melahirkan. Kami juga bisa merasa tenang.”Semuanya khawatir dengan Olivia yang akan muntah hingga pe
Olivia berkata, “Nenek, aku nggak buat diriku tertekan. Biarkan semuanya berjalan begitu saja.”“Nenek, aku nggak memberi tekanan pada diriku. Biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya.”Nenek berdeham dan berkata, “Iya, jalani saja. Anak lelaki dan perempuan itu jodoh dan berkah.”“Nenek ada sembilan cucu lelaki, kelak akan ada sembilan cucu menantu perempuan. Pasti ada seseorang yang bisa mengabulkannya.”Nenek terkekeh dan berkata, “Nenek kemungkinan nggak akan hidup selama itu untuk melihat mereka semua menikah dan memiliki anak.”Sandy masih sekolah. Tunggu lelaki itu menikah masih harus sepuluh tahun lagi. Nenek tidak yakin dia bisa hidup puluhan tahun. Dia merasa mungkin bisa hidup delapan hingga sepuluh tahun lagi. Setelah itu, dia akan mencari pasangannya untuk berkumpul kembali.Anak cucu memiliki keberuntungan masing-masing, selanjutnya tergantung pada nasib mereka sendiri.“Nenek.”“Iya, Nenek nggak bahas ini lagi. Kita jalan-jalan di kaki gunung saja.”“Nenek bisa lel
Sebenarnya, dia bisa pulang sendirian. Lelaki itu ada rumah di Harfa Residence. Hanya saja dia tidak tenang meninggalkan Odelina dan takut perempuan itu kesepian. Sehingga Daniel memutuskan untuk menginap di sana.Odelina juga tidak mengusirnya dan hal itu membuat Daniel cukup terkejut.Meski Odelina belum memastikan hubungan dengannya, seiring berjalannya waktu, Odelina akan terbiasa dengan kehadirannya. Kemungkinan juga akan mengizinkannya masuk dalam kehidupan perempuan itu.Daniel sendiri juga tidak lagi mengungkapkan perasaannya. Keduanya bersama dan bisa saling merasakan kasih sayang yang tulus di antara mereka.“Aku terbiasa bangun pagi. Kemarin malam tidur lebih awal. Begitu langit terang, aku langsung terbangun.”Daniel tersenyum melihat kondisi perempuan itu yang jauh lebih membaik. Mata yang kemarin membengkak karena menangis sudah tidak bengkak lagi. Hal itu membuat Daniel menjadi lebih tenang.Orang yang sudah menahan terlalu lama akan merasa hancur ketika bebannya dikelua
“Nggak usah terburu-buru, pelan-pelan saja. Kamu sudah buat kemajuan besar. Banyak orang seperti kamu, yang bahkan sulit untuk berdiri sendiri. Kamu sudah bisa ambil dua sampai tiga langkah, sudah sangat hebat. Kamu jangan terlalu tekan dirimu sendiri. Tetap jaga kesehatan. Kesehatan jauh lebih penting dari apa pun.”Odelina mendorong Daniel ke depan halaman dan berkata, “Pak Daniel coba jalan pelan-pelan di halaman. Sekalipun jatuh juga nggak akan terlalu sakit.”Di rumah keluarga Lumanto, Daniel juga berlatih berjalan di halaman rumah. Daniel mendongakkan kepala dan berkata pada Odelina, “Aku bakal jatuh, malu banget. Odelina, kamu jangan tertawakan aku. Jangan kasihani aku juga. Aku harus lalui rasa sakit ini. Ini juga proses dari pemulihan.”Odelina tahu Daniel memiliki harga diri yang tinggi. Dia pun mengangguk dan berkata, “Aku nggak akan tertawakan kamu. Kalau kamu merasa aku berada di sini akan berikan kamu banyak tekanan, aku akan pergi.”“Nggak usah. Kamu di sini akan beri ak
Kalau ibu Daniel memperhatikan dari dekat, dia pasti akan menangis. Setelah sekian lama, Yanti masih menyalahkan diri sendiri. Dia merasa dia yang telah menyebabkan putra bungsunya mengalami kecelakaan.Kalau Yanti tidak menghentikan Daniel untuk mendekati Odelina, mengancam Daniel dengan nyawanya, lalu memakai mobil untuk mengejar Daniel, ingin menghentikan Daniel pergi mencari Odelina, Daniel tidak akan mengebut. Daniel juga tidak akan tidak sempat mengerem, lalu tabrakan, sampai kedua kakinya menjadi cacat. Yanti merasa itu semua salahnya.Saat Daniel menyerah pada diri sendiri, Yanti menangis. Saat melihat betapa sulitnya Daniel menjalani rehabilitasi, dia juga menangis. Oleh karena itu, Daniel tidak membiarkan anggota keluarganya berada di dekatnya ketika melakukan rehabilitasi. Supaya tidak melihat ibunya menangis. Daniel saja sudah menerima kenyataan. Dia akan merasa kesal kalau ibunya menangis terus.“Hmm, aku duduk sebentar lagi, lalu aku bisa berdiri. Odelina, ada air, nggak?
“Terima kasih banyak atas perhatiannya, Non Yohanna. Nenekku sudah berumur 80 tahun lebih, tapi badannya masih segar bugar dan nggak masalah bepergian naik pesawat. Tapi masalahnya anggota keluargaku terlalu banyak, rasanya nggak enak kalau kami semua datang,” kata Ronny. “Atau begini saja, aku coba bilang ke mereka kalau tahun ini aku nggak pulang. Kurasa mereka pasti bisa mengerti.” Sebelum menginjakkan kaki di Aldimo, Ronny sudah memikirkan soal ini. Begitu pun dengan para senior di keluarga Adhitama yang juga sudah mempersiapkan diri andaikan Ronny tidak bisa pulang untuk melewati tahun baru bersama. Di tahun depan, Ronny berniat untuk membawa Yohanna ke pulang ke Mambera untuk mengurus pernikahan mereka. Nenek Sarah memberi waktu satu tahun kepada Rony dan saudara-saudaranya. selama mereka memperlakukan calon istri mereka dengan baik, satu tahun sudah cukup untuk meluluhkan hati seorang wanita. “Soal gaji kerja di libur tahun baru, Non Yohanna sesuaikan saja dengan hari kerjaku
Christian tidak bersuara saat dia ditendang oleh Tommy, tetapi raut wajahnya tidak bisa menutupi rasa sakitnya. Christian mengira Tommy memang ingin belajar,bukan karena paksaan dari kakaknya. Yohanna sangat tegas dalam mendidik mereka, bahkan lebih tegas dari guru-guru mereka di sekolah. Para senior di keluarga saja sampai tidak berani ikut campur ataupun berkomentar di hadapan Yohanna. Tommy melampiaskan kekecewaannya ke nafsu makan. Dia makan banyak sekali, sampai-sampai Yohanna harus menghentikannya karena khawatir akan sakit perut. Tommy sengaja ingin membuat diri sendiri kekenyangan sampai sakit perut, karena dengan begitu dia punya alasan untuk kabur dari tugasnya. Setelah makan, Yohanna berkata kepada Ronny, “Ronny, habis istirahat siang, kamu bikinin dessert untuk bocah-bocah, ya. Oh ya, sisain sedikit untuk Dira juga. Dia paling suka sama dessert buatan kamu. Nanti malam aku nggak makan di rumah, kamu bebas mau pulang atau tetap di sini. Oh ya, aku mau diskusi tentang jadw
Yohanna menyudahi percakapan dia dengan teman baiknya dan masuk ke ruang makan. Dua adik dan ibunya sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Di depan mereka sudah tersedia semangkuk sup hangat yang menunggu untuk segera dinikmati. Di tempat duduk yang biasa Yohanna tempati juga sudah tersedia semangkuk sup, sama seperti yang diberikan untuk yang lain, yang disajikan langsung oleh Ronny. Setelah Ronny memanggil Yohanna untuk makan, dia langsung kembali ke dapur karena di dapur masih ada dua lauk lagi yang harus dia masak agar hidangannya lengkap. Seusai makan siang, Yohanna beristirahat sejenak karena sebentar lagi dia harus segera kembali ke kantor. Sejujurnya Ronny juga sedikit lelah, tetapi dia masih harus melayani tunangannya itu, dan baru bisa benar-benar beristirahat ketika Yohanna sudah berangkat kerja. Di malam harinya, jika Yohanna tidak makan di rumah, Ronny diberi kebebasan untuk bekerja atau terus beristirahat karena keluarga Pangestu masih memiliki koki yang lain untuk
“Bawa juga suami kamu biar dia nggak salah paham. Takutnya nanti dia pikir kamu datang ke rumahku untuk selingkuh.” “... oke. Aku bakal ajak dia juga. Aku mau lihat cowok kayak apa sih yang punya suara merdu begitu. Seharusnya nggak jelek, ‘kan?” Setelah sejenak terdiam, Yohanna membalas, “Kayaknya mending kamu nggak usah datang, deh. Takutnya kalau kamu datang dan ketemu dia, kamu bakal menyesal sudah menikah karena kamu sudah nggak bisa lagi ngejar-ngejar cowok ganteng.” “Wah, berarti dia pasti ganteng banget, nih. Aku jadi makin nggak sabar main ke rumah kamu. Bisa bikin kamu ngomong begitu berarti dia pasti punya muka yang menarik. Yohanna, kalau kamu sudah nggak mau pakai koki yang ini lagi, jangan lupa kabari aku, ya. Biar aku yang pakai dia. Selama ada koki ganteng di rumahku, aku nggak bakal pernah kelaparan lagi.” “Untuk sekarang, aku masih bisa makan masakannya dia, masih belum muak. Dia memang dari dulu hobinya memasak. Mungkin di zaman dulu dia sempat hidup jadi koki bu
Masalahnya, dengan harta dan kedudukan yang ketua kelas miliki sekarang pun, jarak antara dia dan Yohanna masih terlalu jauh. Yohanna berpikir sejenak dan menjawab, “Ketua kelas kita mukanya yang kayak gimana? Aku nggak ingat sama sekali.” Ketika masih bersekolah, ada banyak sekali kaum pria yang berusaha mendekati Yohanna, tetapi Yohanna sedikit pun tidak memiliki perasaan terhadap mereka. Jadi setiap hari dia hanya memasang wajah yang kaku dan dingin. Dari situ dia mendapat julukan “Ice Princess”, dan makin sedikit orang yang berani mendekatinya. Karena terlalu banyak pria yang menyukainya, Yohanna tidak ingat seperti apa wajah mereka semua. Itu karena Yohanna tahu, mereka bukanlah pria yang dia inginkan. Jadi tidak aneh jika Yohanna tidak ingat seperti apa paras ketua kelasnya. “... ketua kelas kita itu dianggap sebagai cowok terganteng di kelas. Masa kamu nggak ingat? Kita kan sekelas sama dia selama dua tahun, lho,” ujar Ruth. “Cowok yang sekelas sama aku selama dua tahun kan
“Sebentar lagi kan tahun baru, yang tua-tua setiap hari kerjanya telepon aku minta aku cepat pulang. Makanya sekarang aku sudah pulang.” Setelah Ruth menjawab pertanyaan Yohanna, sekarang gantian giliran dia yang bertanya, “Kamu kan baru pulang dari perjalanan bisnis, masa sudah langsung ke kantor lagi tanpa istirahat? Kamu terlalu keras kerjanya, kan kamu punya banyak adik-adik yang bisa bantu kamu. Bagi saja tugas kamu sebagian ke mereka. Jangan semuanya kamu tanggung sendiri. Nggak perlu bikin capek diri sendiri.” Ruth sangat memedulikan Yohanna. Mereka berdua adalah teman baik, tetapi semenak Yohanna mengambil alih bisnis keluarga, mereka jadi jarang bertemu karena Yohanna terlalu sibuk. Sering kali mereka hanya berhubungan melalui chat untuk tetap menjaga pertemanan. Untung saja mereka adalah teman sekelas sejak SD. dengan pertemanan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, tentu tidak akan putus hanya karena Yohanna sibuk bekerja. Yohanna juga sering menjalin hubungan kerja
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu