Ibu mereka datang pertama, yang kemudian diikuti oleh ayah mereka, setelah itu Ronny yang merasa telah membuat keributan ini juga mengikuti mereka. Tanpa perlu bertanya, Stefan sudah bisa menebak bagaimana akhirnya.“Awalnya Mama nggak setuju. Mama bilang aku sudah punya karierku sendiri dan berjalan dengan cukup baik. Tahun ini aku juga mulai bantu-bantu bisnis keluarga. Kalau memang suka masak, Mama bilang bisa masak di hotel atau di rumah sendiri saja. Nggak perlu sampai kerja jadi koki di luar. Papa justru mendukung. Papa bilang aku boleh melakukan apa yang aku suka, habis itu mereka jadi ribut. Mama kalah debat dan mengurung diri di kamar. Sudah Papa ketuk pintu berkali-kali juga nggak dibukain. Papa niatnya cuma mau bikin Mama tenang, habis itu pergi. Tapi begitu Papa pergi, Mama diam-diam keluar dan datang ke sini. Aku sama Papa mengira Mama masih di kamar. Biasanya Papa Mama baik-baik saja, tapi mereka jadi ribut gara-gara keputusan yang aku ambil.”Ronny merasa dirinya adalah
“Kak, sekarang sudah malam. Kakak pasti cape, istirahat saja lebih awal. Aku mau pulang.”“Sudah malam begini mending menginap saja sekalian. Di sini juga masih ada kamar kosong,” kata Stefan. Namun Ronny menolaknya dengan berkata, “Jarak aku pulang juga nggak terlalu jauh. Di sini kamar sih ada, tapi baju ganti nggak ada. Lagi pula aku susah tidur di tempat yang nggak terbiasa.”Ketika tidur di tempat yang bukan kamarnya sendiri, Ronny butuh waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya. Orang yang punya kebiasaan seperti itu biasanya tidak akan bisa tidur di tempat asing. Berpikir toh tempat adiknya juga tidak jauh, Stefan merasa tidak ada perlunya dia memaksa Ronny untuk menginap. Dia hanya berpesan supaya berhati-hati di jalan dan mengabarinya kalau sudah sampai rumah.Setelah Ronny pulang, Stefan meminum lagi airnya setengah gelas, kemudian mencium tubuhnya yang masih mengeluarkan bau alkohol. Takut bau itu mengganggu Olivia, Stefan memutuskan untuk melewati malam di ruang ker
“Nggak bau, kok. Kalau aku sudah tidur, bunyi geledek saja aku nggak kebangun. Jadi nggak perlu nyusahin diri sendiri dengan tidur di ruang kerja.”“Tadi aku sudah mandi sudah minum air hangat dua gelas, sudah makan permen karet untuk ngusir baunya, tapi Ronny bilang baunya masih menyengat.”Namun apa yang Ronny bilang itu benar. Cuma membuka mulut saja, bau alkohol dari mulut Stefan bisa dia cium dengan sangat jelas. Lagi pula Stefan sendiri yang takut bau alkoholnya mengganggu.“Jadi tadi sudah ketemu sama Ronny?”“Iya, dia bilang mau pergi ke Aldimo untuk jadi koki di rumah keluarga Pangestu. Olivia, Nenek jodohin Ronny sama Yohanna, anak sulungnya mereka.”“Aku tahu. Waktu Mama bilang ke aku soal ini, aku langsung menebak pasti Nenek yang pilihin orangnya.”“Istriku memang pintar.”“Sejak kapan aku bodoh.”“Benar juga, istriku dari dulu memang pintar.”Kalau Olivia bodoh, Stefan tidak akan pernah tertarik padanya.“Tapi Nenek pilih orang yang tinggalnya jauh banget. Kayaknya Nenek
“Good night,” ucap Olivia dan menutup pintu kamarnya, meninggalkan Stefan di luar.Walaupun ini adalah idenya Stefan sendiri yang tidur di ruang kerja, tetap saja melihat sang istri menutup pintu kamar membuatnya merasa seperti diusir dari rumahnya sendiri.Keesokan harinya ketika Stefan membuka mata, Olivia sudah bangun lebih awal dan menyiapkan segelas air madu untuknya.“Good morning, Sayang.”Olivia sudah menyiapkan sarapan untuk Russel. Dia membawa tas Russel dan menggandengnya keluar dari ruang makan, di situlah dia melihat Stefan baru saja turun. Dengan suaranya yang manis dia berkata, “Sayang, ini aku bikinin kamu air madu, jangan lupa diminum, ya.”Kemarin malam Stefan bilang dia meminum alkohol yang cukup keras. Meskipun Stefan tidak mabuk, Olivia khawatir dia akan sakit kepala begitu terbangun. Betapa beruntungnya Stefan dapat menikahi seorang perempuan yang begitu perhatian kepadanya.“Oke, nanti au minum. Oliv, kok kamu pagi-pagi banget sudah bangun?”“Iya, soalnya Russel
Mobil yang biasanya Olivia naiki sudah menunggu di depan rumah. Si pengawal membukakan pintu untuk Russel dan membantunya naik, serta memasangkan sabuk pengaman untuknya. Setelah Olivia juga masuk, dia mengganti sepatu hak tingginya dengan sepatu datar biasa.“Russel, sudah pakai sabuk pengaman?”“Om yang tadi sudah masangin aku sabuk pengaman. Ayo, Tante, kita berangkat.”Sekitar dua puluh menit kemudian, dua mobil, satu yang dinaiki oleh Olivia dan Russel, satu lagi yang dikemudikan oleh pengawal yang lain, tiba juga di parkiran mobil yang terletak di area depan sekolah. Russel melepas sabuk pengamannya sendiri dan mengambil tasnya. Olivia membukakan pintu untuk Russel, dan ketika Russel turun, dia berpesan kepada Olivia, “Tante, nanti siang waktu Om Daniel jemput aku, jangan lupa ingatkan Om Daniel untuk bawa koperku, ya.”“Kamu nggak mau pulang ke rumah dulu untuk beres-beres?” tanya Olivia. “Gimana kalau kamu pulang makan dulu, baru berangkat?”Russel berpikir untuk sejenak, “Om D
Namun, Olivia tidak pernah melihat Lisa dan Giselle muncul di saat yang bersamaan, jadi Olivia masih tidak sepenuhnya yakn. Kecuali, jika dia melihat mereka berdua muncul secara bersamaan, barulah Olivia bisa meyakinkan dirinya kalau Lisa bukanlah Giselle yang sedang menyamar.Giselle tidak menunggu Olivia di tempat semula. Kalau sampai mereka berdua berpapasan lagi di tempat yang sama, maka kelihatan sekali kalau Giselle memang sengaja ingin bertemu dengan Olivia dan itu malah membuatnya curiga. Lota sudah bilang kepada Giselle kalau Olivia sedang menyelidikinya. Namun tentu saja Olivia tidak berhasil menemukan sesuatu yang berguna. Giselle ingat pernah satu kali dia bertemu dengan Rosalina, kakaknya yang paling dia benci. Suara Rosalin sudah tak asing lagi di telinganya, dan seharusnya Rosalina yang memberi tahu Olivia, makanya Olivia mulai menyelidikinya. Namun untungnya Lota cukup pintar, dia bisa membuat Olivia tidak menemukan apa-apa tentang mereka. Yang bisa Olivia temukan palin
“Iya,” sahut Olivia.Setelah Russel dibawa oleh gurunya masuk ke sekolah, Olivia langsung kembali ke parkiran. Dia kebetulan bertemu dengan Lisa yang baru saja mau naik ke mobilnya. Ketika Lisa menatap ke jendela dan melihat Olivia, dia melambaikan tangannya. Sebagai bentuk sopan santun, Olivia tentu saja membalasnya.Setelah mobil yang membawa Lisa pergi meninggalkan area sekolah, Olivia langsung meraih ponselnya dan memberikan pesan suara kepada Rosalina yang berisikan, “Rosalina, aku ketemu sama si Lisa itu lagi. Giselle nggak datang cari ribut sama kamu, ‘kan?”Kala itu Rosalina masih di rumah. Dia akan mengadakan pertemuan dengan video pagi itu karena ada beberapa pekerjaan kantor yang harus dikerjakan sehingga tidak pergi ke toko bunganya.Malam hari itu Rosalina pulang ke Vila Permai bersama dengan Calvin. Tak terasa waktu sudah akhir pekan. Akhir pekan mereka tidak ke kantor. Jika ada keperluan mendadak, ada Doni yang mengurus. Dengan begitu Rosalina bisa kembali ke toko bungan
“Haish, sudah bosan aku dengar kisah cintamu sama Stefan,” kata Rosalina.“Tapi Calvin juga sayang banget sama kamu,” balas Olivia.Percakapan mereka selesai di sana. Olivia tidak lagi mengganggu Rosalina yang sedang sibuk. Seketika Olivia baru akan naik ke mobilnya, dia mendengar seseorang menyerukan namanya. Spontan Olivia menoleh dan melihat Roni.“Olivia!” seru Roni sembari menghampiri. Melihat Olivia hanya seorang diri, dia bertanya, “Kamu sudah ngantar Russel?”“Iya, kamu mau ketemu dia?”“Aku kebetulan lagi lewat daerah sini, jadi sekalian mau nengokin Russel. Aku kira kalian masih belum sampai. Ternyata kalian pagi juga, ya.”“Russel baik-baik saja,” kata Olivia dengan datar.“Iya, aku tahu. Aku dan Odelina merasa tenang memercayakan Russel ke kamu. Kata Russel kakakmu lagi pergi karena ada urusan kerjaan dan masih lama pulangnya?”“Kenapa?”“Nggak apa-apa, cuma nanya saja. Kakakmu benar-benar lama banget baru pulang ke sini?”“Kurang tahu juga.”“Oh.”“Kalau nggak ada lagi, ak
“Pak Ronny, kamu sudah menerima pemberitahuan untuk wawancara lanjutan?” tanya Iwan lagi.Ronny terdiam sejenak, lalu dengan jujur menjawab, "Baru saja saya menerima telepon dari kepala pelayan, saya diminta datang untuk wawancara lanjutan besok sore." Rasa iri langsung terlihat di wajah Iwan, tetapi dengan sopan dia berkata, "Kalau begitu, selamat, Pak Ronny. Kali ini, pelamar nggak terlalu banyak. Mereka semua tinggal di hotel-hotel sekitar sini, dan saya sudah mengunjungi mereka." "Tapi mereka belum menerima pemberitahuan untuk wawancara lanjutan. Bahkan, ada yang belum mengikuti wawancara tahap awal." Ronny tersenyum dan berkata, "Pak Iwan sudah mengunjungi mereka semua? Kita adalah saingan, kamu yakin mereka akan berkata jujur?" Iwan tertegun sejenak sebelum menjawab, "Dalam wawancara ini, nggak ada tempat untuk berbohong atau berbuat curang. Meskipun kita adalah saingan, berkata jujur atau nggak sebenarnya nggak memengaruhi orang lain, dan juga nggak merugikan diri sendiri."
Setelah mendengar itu, Iwan balik bertanya pada Iwan, “Pak Iwan, bukankah kamu sama seperti saya, datang karena tertarik pada tantangan dan popularitas?” Iwan tertegun sejenak, lalu tersenyum dan berkata, “Benar, bisa menjadi koki di keluarga Pangestu memang cukup terkenal.” “Saya juga begitu, ditambah lagi saya mengincar gaji tinggi yang ditawarkan keluarga Pangestu. Saya membutuhkan uang.” Mengingat gaji yang ditawarkan keluarga Pangestu setara dengan eksekutif senior di perusahaan besar, Ronny mengangguk paham. Pelayan kemudian menghidangkan kopi yang mereka pesan dan juga beberapa jenis camilan kecil. Tina mencicipi camilannya terlebih dahulu. Dia memakannya perlahan, seperti sedang mencoba merasakan apa saja bahan yang digunakan. Ronny menebak bahwa gadis muda ini suka membuat camilan. Melihat betapa enaknya camilan di hotel ini, mungkin dia mencoba menebak bahan-bahannya melalui rasa, lalu nantinya akan mempraktikkannya sendiri di rumah. Dia juga sering melakukan hal yang sa
Mendengar ucapan dari saingannya, Ronny merasa bahwa ketahanan mental Iwan tidak terlalu kuat. Dia sendiri sudah entah berapa kali mengalami kegagalan. Jika neneknya merasa masakan tidak enak, pasti akan memintanya untuk mengulanginya. Berkali-kali dia harus membuat ulang. Pernah ada satu hidangan yang disukai neneknya. Dia sampai membuat ulang sepuluh kali, tetapi tetap tidak memuaskan neneknya. Akhirnya, neneknya menyerah dan tidak jadi memakan hidangan tersebut.Dia tidak menganggap itu sebagai trauma buruk, melainkan melihatnya sebagai kekurangannya sendiri. Itu membuatnya sadar bahwa masakannya tidak sebaik yang dia bayangkan. Dengan terus belajar dan berkembang, Ronny bisa menjadi seperti sekarang.Namun, karena tidak terlalu mengenal Iwan, ditambah mereka adalah saingan, Ronny memilih untuk diam dan menjadi pendengar setia. Dia mendengarkan Iwan bercerita panjang lebar tentang bagaimana dia akhirnya bisa mengatasi trauma buruk dari komentar Yohana. "Beberapa tahun kemudian, s
Nenek selalu bilang, dia sudah tua dan berusia lanjut. Bahkan setengah badannya sudah berada di dalam tanah. Kalau masih bisa makan hari ini, ya nikmati saja hari ini. Mereka tidak perlu mengatur dirinya dan seharusnya membiarkan dia makan apa yang dia inginkan. Menghadapi nenek yang pandai bicara, bahkan Stefan pun tidak bisa membantah, apalagi mereka yang lebih muda?Kadang-kadang nenek malah dengan bangga berkata bahwa mereka semua dididik oleh dirinya sendiri. Mereka tidak akan pernah bisa lepas dari kendalinya, jadi jangan harap bisa mengatur dirinya. Tina berkata, “Boleh. Nggak tahu camilan apa yang enak di sini.”Perempuan itu sangat menyukai camilan. Sekarang dia juga membuka toko camilan sendiri dan usahanya cukup baik.Kepedulian dan perhatian Pemuda itu meninggalkan kesan baik pada Tina. Perempuan itu memesan beberapa camilan sesuai seleranya. Setelah pelayan pergi, Iwan segera menjelaskan, "Pagi tadi, saat Pak Ronny pergi ke rumah keluarga Pangestu untuk wawancara, saya
Ronny tidak ingin mengundang Iwan dan putrinya masuk. dan putrinya ke kamarnya. Dia berkata, "Pak Iwan, tunggu sebentar. Saya akan kembali ke kamar untuk mengambil ponsel, lalu kita bisa pergi ke kafe di lantai satu hotel, duduk minum kopi, dan berbincang pelan-pelan." Iwan tersenyum dan berkata, “Boleh.”Ronny berbalik dan kembali ke kamarnya untuk mengambil ponsel, lalu keluar. "Ayo, saya traktir kalian berdua minum kopi." Setelah menutup pintu kamar, pemuda itu berjalan di depan dan mengajak kedua orang itu untuk mengikutinya. Iwan mengikuti langkahnya dan berkata,“Mana boleh biarkan kamu yang traktir. Saya yang mengganggu Pak Ronny, seharusnya saya yang traktir.”Ronny tersenyum dan berkata, “Satu gelas kopi nggak mahal. Pak Iwan jangan rebutan dengan saya soal ini.”Lelaki paruh baya itu juga ikut tersenyum. Dia merasa saingannya yang muda ini cukup baik. Hanya saja dia masih belum tahu kemampuan memasak pemuda ini.Iwan sangat ingin bekerja sebagai koki di keluarga Pangestu.
“Pak Ronny, aku orang yang pergi wawancara bersamamu di keluarga Pangestu.”Ronny ingat dirinya pergi sendiri ketika pergi ke kediaman keluarga Pangestu. Saat tiba di sana, dia mendaftarkan identitasnya dan duduk di mobil yang sudah disiapkan oleh pelayan untuk masuk ke kediaman keluarga Pangestu.Kediaman keluarga Ouyang memiliki tanah yang sangat luas. Meskipun tidak sebesar Vila Permai, perjalanan dari gerbang utama hingga ke depan bangunan utama cukup jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Oleh karena itu, kepala pelayan biasanya mengatur mobil untuk menjemput tamu dan mengantar mereka masuk. Dengan cepat, Ronny menyadari sesuatu. Yang datang bersamanya ke keluarga Pangestu adalah pesaingnya. Orang itu ternyata sudah menyelidiki dirinya. Sepertinya orang tersebut punya kemampuan juga. Tampaknya, dia benar-benar bertekad mendapatkan posisi koki keluarga Pangestu. Ronny bangkit dan berjalan ke pintu. Dia membukanya dan melihat ada seorang lelaki dan seorang perempuan yang berdiri
“Kalau begitu, aku harap kamu berhasil dan bisa membawa Yohana secepatnya untuk menemui kami di sini.”Ronny langsung menyela seraya berkata, “Masih terlalu dini. Aku masih mau melajang saat tahun baru nanti.”“Sebentar lagi tahun baru, aku juga nggak berharap kamu melepas masa lajangmu secepat itu. Mungkin tahun baru di tahun depan kamu sudah bisa melakukannya. Lagi pula, kakakmu yang nomor Samuel dan Hansen juga masih belum bisa melepas masa lajangnya tahun ini.”Samuel benar-benar merahasiakan proses pengejaran istrinya. Bahkan Stefan juga tidak terlalu mengetahui bagaimana kelanjutan kisa Samuel dan calon istrinya. Namun, Stefan juga tidak ingin terlibat dalam urusan pribadi saudara-saudaranya. Stefan pernah berkata kalau dirinya tidak akan mencari tahu ataupun ikut campur dalam urusan pribadi saudara-saudaranya selama mereka tidak berinisiatif sendiri mendatangi Stefan dan meminta bantuannya. Lagi pula, dia juga bukan tukang gosip seperti Reiki. Dia bisa mendatangi Reiki jika ada
Kemudian dia kembali duduk di sofa lalu bersandar. Dia memikirkan, makanan apa yang harus dimasaknya besok agar dia bisa menaklukkan perut Yohanna dan mendapatkan posisi koki di rumah keluarga Pangestu. Apa dia harus mengeluarkan kemampuan terbaiknya atau memasak makanan yang jarang dimasaknya? Dia menyeruput teh yang ada di tangannya. Akhirnya, dia memutuskan memasak makanan biasa dan nyaman untuk disantap. Dia akan mengeluarkan kemampuan terbaiknya untuk memasak. Ini adalah kesempatan terakhirnya. Dia sudah senang memasak selama belasan tahun. Walaupun dia masih muda, makanan biasa dan nyaman yang akan dia masak ini adalah makanan-makanan yang dianggap sangat lezat bagi orang awam. Contohnya saja, seperti camilan yang dia masak hari ini bukanlah makanan andalannya, tapi Yohanna tetap memakannya. Walaupun dia tidak tahu Yohanna memakan masakannya atau tidak, dia yakin kalau Yohanna pasti memakannya. Jika tidak, pengurus rumah tidak akan mungkin memanggilnya untuk memasak lagi besok
“Apa peduli Kakak kalau dia berasal dari kota yang jauh dari sini? Kakak kan sedang mencari koki bukannya suami.”Dira pun tersenyum lalu berkata, “Semuanya akan berjalan dengan baik selama dia bisa memasak masakan lezat dan Kakak bisa memakannya dengan baik.”Yohanna tidak terlalu peduli kepada Ronny karena dia juga belum pernah melihat laki-laki itu. Namun, dia cukup terkejut setelah mengetahui Ronny yang berasal dari Kota Mambera yang berada di Provinsi Gorda. “Aku juga berharap ada koki yang bisa nggak membuatku bosan untuk makan, jadi aku nggak perlu berganti koki terus-menerus.”Yohanna menepuk bibirnya lalu berkata, “Aku juga nggak tahu, kenapa mulutku sangat aneh begini.”“Kak, apa kamu masih mau camilan ini?” tanya Dira setelah melihat Yohanna berhenti mengunyah. “Aku sudah nggak lapar, jadi nggak mau makan lagi.”Kemudian Yohanna melihat jam dan berkata, “Aku mau rapat dulu. Kamu ikut aku rapat, ya.”“Oke.”Dira mengambil kotak makan camilan itu lalu berkata, “Aku habiskan