MasukVandi berhenti, dan Felicia juga menghentikan langkahnya. “Ada apa?” tanya Felicia seraya menatapnya. “Apa kamu keberatan sama rencanaku?” “Aku pasti akan melakukan apa yang kamu minta. Tapi … Felicia, apa bisa diundur dua hari lagi? Aku khawatir ….” “Vandi,” sahut Felicia dengan ekspresi wajah serius, “Percayalah padaku! Kamu juga harus percaya sama diri sendiri. Kamu bisa melindungi diri sendiri dan melindungi aku. Aku paling cuma terluka sedikit saja, nggak sampai yang membahayakan nyawa.” Odelina dan Daniel yang berjalan di depan tidak menyadari Felicia dan Vandi berhenti berjalan. Jarak antara mereka pun perlahan menjauh. Selagi Odelina belum sadar, Felicia langsung memalingkan wajah Vandi, berjinjit, dan memberikan ciuman hangat di pipinya. Vandi pun spontan memeluk Felicia. Dia yang tadinya dicium, jadi mencium dengan lebih agresif. Perasaan mereka berjalan dua arah dengan harmonis. Namun Vandi tidak pernah mengambil inisiatif dalam berbuat intim. Biasanya selalu Felicia ya
Tidak banyak anak muda di keluarga Gatara yang bisa bergabung dengan kantor pusat Gatara Group. Kebanyakan dari mereka hanya bekerja di anak perusahaan dan diperlakukan tidak jauh berbeda dengan karyawan biasa. Gaji yang mereka dapatkan setelah satu bulan membanting tulang paling hanya sekitar sembilan sampai sepuluh juta saja. Mereka tidak diberi gaji yang lebih tinggi hanya karena mereka bagian dari keluarga Gatara. Tanpa keterampilan dan kegigihan yang memadai, mereka bahkan akan diterima pula di anak perusahaan. Saat Patricia masih hidup, dia pernah berkata, perusahaan milik keluarga Gatara tidak menerima orang yang malas. Jangan harap mereka bisa mendapat gaji yang tinggi hanya dengan bersantai-santai. Keuntungan terbesar menjadi anggota keluarga Gatara adalah mereka akan mendapatkan THR dan bonus liburan ketika hari raya. Semua tunjangan itu diberikan tanpa pandang bulu. Tua muda semuanya dapat dalam porsi yang sama. Baik itu bayi yang baru lahir atau kakek-kakek berusia 80 tahu
“Aku makan semuanya. Kamu kasih aku apa saja pasti kumakan. Aku mau sup dulu, deh,” kata Daniel. Daniel sangat patuh kepada Odelina. Namun mereka memang dalam interaksi sehari-hari pun seperti itu. Daniel selalu menjaga Odelina. Begitu pun sebaliknya, Odelina juga memberikan perhatian penuh kepada Daniel. Odelina mengambilkan semangkuk sup serta beberapa lauk untuk Daniel. Daniel juga langsung menaruh lauk kesukaan Odelina di mangkuknya. Felicia dan Vandi duduk berseberangan dengan mereka. “Daniel rencana mau berapa lama di sini?” Felicia mengatakan rumah ini juga adalah rumahnya Daniel, tetapi dia tahu wilayah kekuasaan Daniel ada di Mambera. Semua usaha, teman dan keluarganya ada di sana, dan dia sendiri juga lebih suka menghabiskan waktu di sana. “Aku baru pulang kalau Odelina sudah lebih stabil di sini,” jawab Daniel. Felicia tersenyum mendengar itu dan menatap Odelina. “Odelina, kali ini kamu memilih orang yang tepat. Selam ada Daniel yang menemani, mau sesusah apa pun hidup
“Kantor kamu sendiri kan lagi sibuk banget. Kalau kamu ke sini, di sana siapa yang pegang?” “Aku sudah membina banyak bawahanku, masa pekerjaan sehari-hari saja mereka nggak bisa? Kalau begitu untuk apa aku membina mereka selama ini. Kalau mereka kewalahan, masih ada tiga kakakku yang bisa handle. Kalau ada waktu mereka pasti mampir. Reiki dan Stefan juga bisa bantu aku. Tenang saja, Lumanto Group nggak mungkin bangkrut cuma gara-gara aku pergi.” Saat ini bagi Daniel tidak ada apa pun yang lebih penting selain istrinya. Lumanto Group masih ada tiga kakaknya yang bisa bantu mengawais, dan masih banyak pula tim manajemen yang telah Daniel bina. Kekurangan Daniel ini bisa jadi senjata bagi dia. Ketika kakak-kakaknya mengeluh karena harus membantu dia mengelola perusahaan, Daniel tinggal bilang dia kesulitan berjalan karena kondisinya itu. Dengan begitu kakak-kakaknya akan merasa bersalah dan dengan ikhlas membantu adik mereka. Mereka semua pun masuk ke dalam rumah. “Ayo kita makan si
Odelina baru terbangun dari tidurnya di siang bolong. Dia akhirnya baru bisa tidur di pukul empat pagi. Dia langsung mengambil ponsel yang dia taruh di nakas untuk melihat jam, yang sudah menunjukkan tepat pukul 12 siang. Odelina langsung terbangun, membersihkan diri dan mengganti pakaian secepat mungkin, lalu turun ke lantai bawah. Di bawah suasana masih terasa sunyi senyap. Hanya ada suara langkah kaki Odelina yang menggema ke seisi rumah. “Felicia … Felicia ….” Odelina memanggil nama Felicia beberapa kali, tetap dia tak kunjung mendapatkan jawaban. Odelina menduga mungkin Felicia sudah pergi atau sedang berada di halaman belakang. Odelina dapat mencium aroma masakan yang sedap, yang berarti pelayan rumah sedang menyiapkan makan siang untuk mereka. Odelina pun hendak keluar dari rumah itu. Saat baru saja sampai di depan pintu masuk, dia melihat Felicia dan Vandi sedang menyambut beberapa orang tamu di depan. Dengan matanya yang tajam, Odelina melihat suaminya di antara kerumunan
“Eh, nggak, aku tetap bisa tidur, kok, Sayang. Aku sesenang itu karena kamu biasanya jarang banget ngomong begitu. Aku jadi nggak merasa aman karena merasa kamu nggak mencintai aku. Aku takut kamu menerima aku karena merasa bersalah,” tutur Daniel tergesa-gesa. “Daniel, aku bukan anak kecil. Aku sudah umur 30 tahun dan pernah melewati perceraian. Aku berhati-hati banget dalam berurusan sama pernikahan,” kata Odelina sambil tersenyum kecil. “Aku nggak mungkin bersedia menikah sama kamu kalau aku sendiri nggak suka sama kamu. Aku menikah bukan karena merasa bersalah. Tabrakan itu terjadi juga bukan gara-gara aku, makanya nggak mungkin aku menikah sama kamu cuma gara-gara merasa bersalah.” Odelina adalah orang yang sangat rasional dalam mengambil keputusan. Seperti yang dia katakan sendiri, mengalami perceraian di masa lalu membuat Odelina sangat berhati-hati dalam memutuskan apakah dia ingin menikah lagi atau tidak. Pertama dia akan melihat apakah dia dan calon pasangannya saling menya






