Russel dengan cepat tertidur di pelukan ibunya.Odelina menitipkan anaknya kepada adiknya saat anaknya sedang tidur. Dia sangat berterima kasih saat mengetahui adik dan adik iparnya mempekerjakan Bi Lesti sebagai pengasuh untuk membantunya mengurus Russel.Sekarang, dia masih belum bisa berdiri sendiri. Dia akan mengingat kebaikan adiknya dulu. Setelah dia bisa berdiri sendiri, dia akan membalas budi adik dan adik iparnya itu.Odelina pun pergi kerja lagi.Amelia menerima telepon dari satu-satunya teman baiknya. Dia tidak tahu, temannya mengajak bertemu untuk apa. Setelah menutup telepon, dia berpamitan pada Olivia dan Junia, lalu pergi dengan tergesa-gesa.“Junia, kamu tolong jaga toko dan Russel dulu. Aku akan membawa Bi Lesti untuk membeli barang-barang pelengkap untuk ranjang.”Olivia masih ingat bahwa dia harus membelikan ranjang, lemari dan barang keperluan lainnya untuk Bi Lesti.“Oke,” kata Junia dengan santai. Sekarang ini juga sedang santai dan sepi di toko, karena belum wakt
Sayang sekali, teman-temannya juga sama tidak berpengalamannya seperti dia. Dia tidak mungkin bertanya pada neneknya, ‘kan? Dia akan ditertawakan habis-habisan.Memikirkan betapa keras kepalanya dia di depan neneknya beberapa waktu lalu dan dengan tegas mengatakan, “Aku nggak akan mengejar cinta istriku”, dia merasa wajahnya panas karena malu.Namun, sepertinya dia memang tidak perlu mengejar istrinya lagi, karena Olivia sudah menjadi istrinya!“Terima kasih atas kepeduliannya, Pak Stefan. Aku akan ingat untuk beristirahat.”Olivia merajut kerajinan berbentuk mobil dengan cekatan, “Pak Stefan, kamu bawa Bi Lesti pulang dulu saja. Ingan bawa Chloe dan dua kucing lainnya juga.”Stefan berkata dengan cemberut, “Aku nggak mau membawa tiga ekor hewan itu.”“Kalau gitu minta Bi Lesti yang membawa mereka. Tokoku juga lagi nggak ramai sekarang. Kalian berdua nggak bisa bantu apa-apa juga di sini. Jadi, lebih baik pulang. Supaya Bi Lesti juga bisa membereskan kamarnya.”“Kamu malas dekat-dekat
Setelah mendapatkan konfirmasi, Olivia jadi kasihan pada Amelia.Ternyata tuan muda keluarga Adhitama benar-benar sudah memiliki istri.Amelia harus melepaskan pria itu.Amelia adalah wanita yang baik. Dia harap Amelia bisa segera melupakan perasaannya pada tuan muda keluarga Adhitama dan menemukan kebahagiaannya sendiri.“Kalau pria itu sudah menikah, kenapa nggak ada beritanya?” Bahkan Amelia saja tidak tahu.“Mungkin untuk melindungi istrinya. Kamu pikir saja. Bos kami itu sangat tampan, masih muda dan kaya raya. Wanita mana pun yang pernah bertemu dengannya pasti akan terpesona padanya.”“Meskipun selain Amelia Sanjaya, nggak ada wanita lain yang berani terang-terangan mengejarnya, tapi bukan berarti wanita yang menyukainya itu sedikit. Pria itu khawatir kalau identitas istrinya sampai terungkap, istrinya akan repot. Dia juga takut kalau dia tidak ada, istrinya akan disakiti oleh orang.”“Aku sih nggak tahu kalau orang lain, tapi Amelia bukan orang yang seperti itu. Dia adalah wani
Stefan pikir, Olivia menutup tokonya malam sekali mungkin karena mengejar pesanan toko online-nya.Olivia memandang Stefan dan berkata, “Kamu nggak punya pengaruh sebesar itu, kok.”Stefan terdiam.“Kakakku akan meminta cerai pada Roni malam ini. Aku agak khawatir.”“Bagaimana kalau aku menemanimu ke sana?”Olivia melihat jam dan berkata, “Saat ini Roni pasti belum pulang. Pria itu biasanya pulang di tengah malam.”Olivia dan kakaknya juga bodoh. Mereka selalu mengira Roni pulang larut malam karena terlalu sibuk dengan pekerjaan dan acara bisnis setelah dipromosikan menjadi manajer. Namun sebenarnya, pria itu pulang malam karena menghabiskan waktu bersama selingkuhannya!“Percayalah pada kakakmu. Dia akan menanganinya dengan baik.” Stefan hanya bisa menghibur Olivia dengan seperti itu.Setelah hening sejenak, Olivia berkata, “Aku merasa percakapan itu nggak akan berjalan baik. Keluarga Pamungkas itu terlalu nggak tahu malu. Kamu nggak tahu. Mereka sengaja ingin membuat Russel sakit sup
Stefan memandang Olivia. Olivia juga sedang memandangnya. Dia bertanya, “Apa kamu mau ke rumah kakakmu?”Olivia melihat jam di ponselnya dan berkata, “Roni nggak akan pulang jam segini.”Setelah jeda sejenak, dia berkata lagi, “Urusan kakakku biar dia yang urus sendiri. Kalau dia butuh bantuanku, asalkan dia mengatakannya, aku pasti akan melakukan yang terbaik.”Stefan diam saja.Dia mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan ke seseorang.Beberapa menit kemudian, dia tiba-tiba berkata pada Olivia, “Kulihat suasana hatimu sedang buruk. Bagaimana kalau kita tutup tokonya? Aku temani kamu jalan-jalan.”Olivia terdiam sejenak, lalu berkata, “Nggak ada tempat yang ingin aku pergikan.”Sekarang, setiap kali membicarakan pernikahan kakaknya, suasana hati Olivia pasti jadi akan berubah jadi buruk.Dia pikir, setelah dia dan kakaknya hidup bersama dan bergantung pada satu sama lain selama bertahun-tahun lamanya, dia mengira kakaknya telah menemukan “rumah” yang baik setelah menikah, bahwa yang
Stefan mengerutkan kening mendengarnya. Dia ingin mengatakan sesuatu, tapi Olivia berkata, “Junia dan aku akan membayar Amelia dengan cara yang lain. Kami nggak akan memanfaatkannya dengan sia-sia.”Amelia meletakkan barang-barang itu di sini. Dia dan Junia tidak punya pilihan selain menerimanya. Dia tidak tahu bagaimana sifat wanita itu kalau marah, jadi mereka terpaksa menerimanya terlebih dahulu.Nanti setelah mereka membereskannya, mereka kurang lebih tahu berapa harga barang-barang yang diberikan Amelia ini.Ke depannya, mereka jadi bisa mencari kesempatan untuk mengembalikannya pada Amelia, tanpa ketahuan.“Bukan masalah memanfaatkan, tapi toko ini nggak besar. Sudah ada banyak rak buku dan rak barang. Barang-barang yang diberikan Bu Amelia itu juga bukan barang yang bisa kalian jual. Bukannya itu hanya akan memakan tempat?”Sebenarnya, Stefan sangat tidak senang.Dia bahkan belum pernah memakan tempat di toko istrinya, tapi wanita itu melakukannya duluan.Dalam memakan waktu Oli
Olivia bilang dia ingin pergi ke pantai untuk menikmati angin laut, jadi Stefan pun mengantar istrinya ke pantai.Tentu saja, dia tidak bisa membawa wanita ini ke vila keluarganya yang memiliki pemandangan laut.Untungnya, di musim ini dan ditambah ini malam hari, pantainya tidak seramai itu. Hanya ada sedikit turis yang datang.Mereka berjalan di atas pasir yang lembut. Ombak menderu dengan angin laut, mengacak-acak rambut Olivia dan membuatnya merasa kedinginan.Stefan menghentikan langkahnya.çOlivia berhenti dan bertanya, “Ada apa?”Stefan melepas jasnya dan menyerahkannya kepada Olivia, “Angin lautnya terlalu kencang. Pakailah jasku.”Melihat Olivia tidak mengambil jasnya itu dan berkata, “Kamu mau pakai sendiri atau harus aku yang memakaikannya untukmu?”Olivia tidak punya pilihan selain mengambilnya. Dia memakainya dan berkata, “Apa kamu kedinginan?”“Aku juga kedinginan, tapi aku lebih takut kamu masuk angin.”Olivia memandang pria itu dan terkekeh, “Pak Stefan, jawabanmu berb
Olivia tertawa.Tiba-tiba, dia jadi ingin melihat Stefan melakukan adegan striptis.Stefan berdiri dan menjentikkan jarinya di dahi wanita itu, yang cukup menyakitkan.“Aku bahkan nggak tahu apa yang ada di kepalamu. Apa yang kamu pikirkan selalu berbeda dari yang lain.”Olivia dengan sengaja berkata, “Nenekmu selalu menyuruhku untuk menggodamu, menelanjangimu, tidur denganmu, dan kemudian melahirkan cicit perempuan untuknya. Aku akan memikirkannya, apa aku mau memenuhi keinginan Nenek.”Setelah dia mengatakan itu, Stefan menjentikkan jari ke dahinya lagi.“Aduh.”Sakit lagi. Olivia sendiri tidak sungkan-sungkan lagi sekarang. Dia mencubit pipi pria itu dengan kedua tangan sebagai balas dendam.“Olivia.”Stefan meraih kedua tangannya dengan ekspresi serius di wajahnya. Olivia langsung berhenti bercanda. Dia menatap mata pria itu dan berkata hati-hati, “Pak Stefan, mau bilang apa bilang saja. Hanya saja, ekspresimu bisa nggak seserius itu, nggak? Itu sangat membuatku takut.”“Dengarkan
Yohanna menyudahi percakapan dia dengan teman baiknya dan masuk ke ruang makan. Dua adik dan ibunya sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Di depan mereka sudah tersedia semangkuk sup hangat yang menunggu untuk segera dinikmati. Di tempat duduk yang biasa Yohanna tempati juga sudah tersedia semangkuk sup, sama seperti yang diberikan untuk yang lain, yang disajikan langsung oleh Ronny. Setelah Ronny memanggil Yohanna untuk makan, dia langsung kembali ke dapur karena di dapur masih ada dua lauk lagi yang harus dia masak agar hidangannya lengkap. Seusai makan siang, Yohanna beristirahat sejenak karena sebentar lagi dia harus segera kembali ke kantor. Sejujurnya Ronny juga sedikit lelah, tetapi dia masih harus melayani tunangannya itu, dan baru bisa benar-benar beristirahat ketika Yohanna sudah berangkat kerja. Di malam harinya, jika Yohanna tidak makan di rumah, Ronny diberi kebebasan untuk bekerja atau terus beristirahat karena keluarga Pangestu masih memiliki koki yang lain untuk
“Bawa juga suami kamu biar dia nggak salah paham. Takutnya nanti dia pikir kamu datang ke rumahku untuk selingkuh.” “... oke. Aku bakal ajak dia juga. Aku mau lihat cowok kayak apa sih yang punya suara merdu begitu. Seharusnya nggak jelek, ‘kan?” Setelah sejenak terdiam, Yohanna membalas, “Kayaknya mending kamu nggak usah datang, deh. Takutnya kalau kamu datang dan ketemu dia, kamu bakal menyesal sudah menikah karena kamu sudah nggak bisa lagi ngejar-ngejar cowok ganteng.” “Wah, berarti dia pasti ganteng banget, nih. Aku jadi makin nggak sabar main ke rumah kamu. Bisa bikin kamu ngomong begitu berarti dia pasti punya muka yang menarik. Yohanna, kalau kamu sudah nggak mau pakai koki yang ini lagi, jangan lupa kabari aku, ya. Biar aku yang pakai dia. Selama ada koki ganteng di rumahku, aku nggak bakal pernah kelaparan lagi.” “Untuk sekarang, aku masih bisa makan masakannya dia, masih belum muak. Dia memang dari dulu hobinya memasak. Mungkin di zaman dulu dia sempat hidup jadi koki bu
Masalahnya, dengan harta dan kedudukan yang ketua kelas miliki sekarang pun, jarak antara dia dan Yohanna masih terlalu jauh. Yohanna berpikir sejenak dan menjawab, “Ketua kelas kita mukanya yang kayak gimana? Aku nggak ingat sama sekali.” Ketika masih bersekolah, ada banyak sekali kaum pria yang berusaha mendekati Yohanna, tetapi Yohanna sedikit pun tidak memiliki perasaan terhadap mereka. Jadi setiap hari dia hanya memasang wajah yang kaku dan dingin. Dari situ dia mendapat julukan “Ice Princess”, dan makin sedikit orang yang berani mendekatinya. Karena terlalu banyak pria yang menyukainya, Yohanna tidak ingat seperti apa wajah mereka semua. Itu karena Yohanna tahu, mereka bukanlah pria yang dia inginkan. Jadi tidak aneh jika Yohanna tidak ingat seperti apa paras ketua kelasnya. “... ketua kelas kita itu dianggap sebagai cowok terganteng di kelas. Masa kamu nggak ingat? Kita kan sekelas sama dia selama dua tahun, lho,” ujar Ruth. “Cowok yang sekelas sama aku selama dua tahun kan
“Sebentar lagi kan tahun baru, yang tua-tua setiap hari kerjanya telepon aku minta aku cepat pulang. Makanya sekarang aku sudah pulang.” Setelah Ruth menjawab pertanyaan Yohanna, sekarang gantian giliran dia yang bertanya, “Kamu kan baru pulang dari perjalanan bisnis, masa sudah langsung ke kantor lagi tanpa istirahat? Kamu terlalu keras kerjanya, kan kamu punya banyak adik-adik yang bisa bantu kamu. Bagi saja tugas kamu sebagian ke mereka. Jangan semuanya kamu tanggung sendiri. Nggak perlu bikin capek diri sendiri.” Ruth sangat memedulikan Yohanna. Mereka berdua adalah teman baik, tetapi semenak Yohanna mengambil alih bisnis keluarga, mereka jadi jarang bertemu karena Yohanna terlalu sibuk. Sering kali mereka hanya berhubungan melalui chat untuk tetap menjaga pertemanan. Untung saja mereka adalah teman sekelas sejak SD. dengan pertemanan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, tentu tidak akan putus hanya karena Yohanna sibuk bekerja. Yohanna juga sering menjalin hubungan kerja
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu
Yohanna tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung keluar dari dapur dan duduk kembali ke sofanya semula. Risa tetap memberikan beberapa camilan yang ada dan berkata, “Yohanna, kalau sudah lapar banget, makan saja sedikit. Yang ini nggak terlalu manis. Koki yang biasa tahu kamu nggak suka manis, jadi gulanya dikurangi.” “Selama aku nggak di rumah, dia pasti bikin sesuai sama selera kalian. Aku nggak bisa makan,” balas yohanna. “Nggak terlalu manis pun aku tetap nggak suka.” Bukan hanya perkara tingkat kemanisan saja, tetapi Yohanna memang tidak suka segala jenis dessert yang dibuat oleh kokinya. “Gimana kalau makan biskuit saja?” tanya Risa khawatir seraya menyodorkan bungkusan biskuit kepadanya. “Atau makan buah juga boleh. Di rumah ada buah yang kamu bisa makan. Dijamin masih segar.” “Nggak usah, Ma. Mama duduk saja, nggak perlu kasih aku ini itu. Setengah jam lagi sup yang Ronny buat sudah jadi. Aku tunggu saja.” Yohanna tidak suka makan buah di saat perut kosong. Biasanya di
Ada sih ada saja, tetapi Yohanna tidak tertarik kepada mereka. Yohanna merasa dia punya selera yang cukup tinggi. “Ma, sudahlah, nggak usah bahas beginian lagi. Aku lapar, aku mau lihat apa ada camilan untuk ganjal perut.” Yohanna pun beranjak dari tempat duduknya karena sudah tidak ingin lagi membicarakan topik tentang pernikahan dengan ibunya. “Selama kamu dan Ronny pergi, dessert yang ada di rumah dibuat sama koki yang satu lagi. Dessert buatan dia terlalu manis buat kamu. Kamu pasti nggak bakal suka,” kata Risa. Walau begitu, anggota keluarga lainnya semua pada suka. Hanya Yohanna saja yang tidak suka. Yohanna masih bisa makan dessert buatan Ronny walaupun tidak terlalu banyak. Ronny mengaku dia tidak begitu pandai dalam membuat makanan manis. Risa pernah mencoba dessert buatan Ronny,dan memang tingkat kemanisannya tidak setinggi koki yang biasa, dan tingkat kelembutannya juga sedikit lebih baik. Mungkin karena itu, Yohanna masih bisa menikmati dessert buatan Ronny. Yohanna pu