Share

Bab 2

Author: Syanin
last update Last Updated: 2024-03-17 01:21:22

"Kita sudahi saja pernikahan ini!"

Anggara memutar kepalanya begitu Eva mengucapkan itu. Namun, Eva buru-buru membuang pandangannya lagi sambil menyembunyikan air mata.

Baru satu bulan yang lalu ia kembali ke Indonesia, setelah menghabiskan hampir 6 tahun untuk pendidikannya di Jerman. Pada awalnya, Eva hanya ingin fokus berkarier, tapi tiba-tiba sang papa malah menyuruhnya menikah.

Ia merelakan gelar dan kariernya bukan untuk menjadi istri yang dilecehkan seperti ini.

Orang tuanya baik, tapi sangat ketat dan penuh disiplin. Eva tumbuh sebagai wanita sempurna yang anggun dan penuh tata krama. Walaupun di satu sisi, ia jadi sulit mengatakan apa kemauannya.

Anggara yang sudah berpakaian rapi pun menatap Eva sejenak, sebelum mendengus.

Ia berjalan mendekat ke arah Eva, membuat wanita itu refleks menggenggam erat selimutnya. Kepalanya tertunduk, takut menatap mata tajam Anggara.

"Hentikan omong kosong itu! Bukankah kamu juga dapat keuntungan dari pernikahan ini!" ucap Anggara penuh penekanan.

Dahi Eva berkerut. "Apa maksudnya?"

Anggara mencengkram rahang Eva, lalu mendesis. "Aku tidak tahu rayuan apa yang kamu katakan pada Eyang, tapi... Jangan sampai kamu mengucapkan kata 'cerai' di depan orang tua itu sebelum aku berhasil menduduki kursi CEO!"

Eva paham kenapa Anggara berkata seperti itu. Pernikahan ini adalah salah satu syarat agar dia mendapat warisan Eyang Cakra. Jika perceraian terjadi, apalagi Eyang Cakra masih dalam keadaan sakit, sudah pastii Anggara tidak akan mendapat apa pun.

Namun, sungguh, Eva tidak mempunyai motif apa pun dari pernikahan ini. Ia hanya ingin menjadi cucu yang baik untuk Eyang Cakra, karena beliau mengingatkan Eva kepada mendiang kakeknya. 

Eyang Cakra sangat baik dengannya sejak dulu. Ini adalah salah satu permintaan terakhirnya. Eva tidak mau menyesal, seperti ketika tidak bisa menemani kakeknya saat sakit dulu.

Sepertinya, Anggara melihat itu sebagai hal lain.

"Jangan macam-macam di depan Eyang, atau kamu akan menyesal!" Anggara kembali menekannya, sebelum meninggalkan kamar.

Eva mencengkram selimut yang menutupi tubuh polosnya. Kakinya terasa kaku untuk melangkah. Lagi-lagi kembali mendengarkan kalimat menyakitkan dari Anggara.

Tidak ada yang bisa dia lakukan, hatinya semakin sakit, padahal baru beberapa jam status pernikahan ia dapatkan.

***

Satu bulan berlalu, dan pernikahan dingin itu tetap berlangsung.

Eva mencoba untuk tidak peduli lagi dengan Anggara, walaupun selalu merasa terganggu ketika melihat Anggara pulang dengan bau parfum wanita. Pria itu hampir lembur setiap hari. Kalau pun pulang tepat waktu, Anggara pasti akan langsung pergi lagi setelah itu.

Eva sendiri juga akhirnya kembali bekerja lebih cepat dari waktu cutinya. Ia bekerja sebagai manajer pemasaran di perusahaan ayahnya.

Hari ini adalah hari Minggu. Seperti biasa, karena tidak ada kegiatan, Eva hanya duduk sambil menonton TV di ruang tengah. Sampai tiba-tiba, Anggara meneleponnya,

Pria itu lagi-lagi menghabiskan akhir pekan di kantor. Dia lebih suka bercinta dengan pekerjaannya daripada meminta maaf kepada Eva soal kejadian sebulan yang lalu.

Dengan malas, Eva mengangkatnya. "Halo--"

“Kenapa lama sekali?” Suara ketus Anggara terdengar.

"Ada apa?" jawab Eva datar.

"Dengar, Bunda meminta makan malam bersama nanti. Jadi, kamu harus dandan yang benar, dan nanti akan ada supir yang menjemput kamu.”

Anggara mengucapkan itu tanpa jeda, seolah tidak membiarkan Eva membantahnya atau membahas hal lain. Eva pun hanya terdiam.

Anggara seperti berbicara kepada bawahannya daripada kepada istrinya.

“Dan ada Eyang di sana, jadi kamu tidak bisa lari hari ini,” lanjut Anggara.

Selanjutnya, panggilan telepon terputus. Eva belum membalas atau menyanggupi ucapan Anggara. Bukan terdengar memberi tahu, tapi terdengar sebuah perintah dan Eva tidak perlu memberi pendapat atas hal itu.

Eva ingin sekali menolak, bahkan mengadu kepada orang tuanya. Tapi ia yakin kalau itu percuma, mereka tidak akan peduli. Yang mereka pedulikan hanya martabat keluarga.

Di satu sisi, Eva juga tidak tega melihat Eyang Cakra, eyangnya Anggara, yang sedang sakit itu. Ia sangat mengharapkan pernikahan dua keluarga itu. Bagaimana jadinya kalau tiba-tiba Eyang Cakra tahu kalau pernikahan mereka sangat dingin dan mengerikan?

Bahkan, Eva sudah mengajukan cerai dalam waktu kurang dari 24 jam.

Waktu berjalan tanpa terasa, dan sesuai ucapan Anggara, pada pukul 7 malam, supir datang menjemputnya. Namun sayangnya, tanpa kehadiran Anggara.

“Di mana Anggara, Pak?” Eva terlihat ragu. Dia tidak terbiasa dengan orang asing, apalagi dulu hidup di asrama sekolah yang jarang keluar rumah.

“Tuan Muda akan menyusul, Nyonya. Perkenalkan saya Johan supir dari rumah utama,” ucap Johan memperkenalkan diri.

Eva mengangguk kemudian segera masuk duduk di bagian penumpang.

Mobil melaju dengan kecepatan rata-rata. Eva menatap keluar jendela. Hingga tidak membutuhkan waktu lama, mereka sudah memasuki halaman rumah tiga lantai milik mertuanya. Terlihat sepasang paruh baya menyambut kedatangannya.

“Halo, menantu, Bunda.” Bunda Zia, ibunya Anggara, segera menghampiri Eva. Memeluknya meski baru kemarin ia bertemu dengan menantunya.

"Kamu datang sendiri?" Eyang Cakra bertanya dengan suara serak. Ia duduk di kursi roda terlihat bingung karena Eva datang seorang diri.

"O-oh itu... Angga--Mas Gara masih ada kerjaan di kantor," Eva menjawab dengan gugup dan terpaksa berbohong. Ia tidak mungkin bilang kalau Anggara tidak mau datang bersamanya.

“Dia memang gila kerja, baru menikah saja tidak mau ambil cuti!" gerutu Eyang Cakra.

“Tidak masalah, Eyang. Mungkin memang sibuk dan pernikahan kemarin juga mendadak,” bela Eva kemudian.

Ia pun dipersilakan masuk sambil digandeng Bunda Zia. Mereka langsung menuju ruang makan, yang sudah terhidang banyak sekali makanan. Namun, sambil menunggu Anggara, mereka memutuskan untuk minum teh terlebih dulu.

Wajah Eyang Cakra sudah lebih cerah, dan tampak bersemangat ketika membahas pernikahan Eva dan Anggara. Bunda Zia dan Ayah Rasyid, ayahnya Anggara, juga antusias bertanya ini-itu.

'Apakah aku berdosa karena berbohong soal pernikahan ini?' Eva bertanya dalam hati. 'Haruskah aku berkata jujur?'

Eva memilin tangannya yang ada di pangkuan. Teh di depannya perlahan mulai dingin.

“Eyang, sebenarnya—”

Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki mendekat. Dan tiba-tiba saja, Eva merasakan seseorang memeluknya dari belakang.

“Sayang, maaf membuatmu datang duluan.” Suara Anggara membuat Eva menegang. "Aku merindukanmu...."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Dingin Dengan CEO Arogan   Bab 77

    “Bagaimana kerja kamu hari ini?” Anggara dengan balutan baju tidur keluar dari kamar mandi. Langkahnya pelan menghampiri Eva yang sibuk dengan ponselnya.Kedua pasangan menginap di rumah Mama Dara tentu Aluna berhenti berdebat karena suara rendah Mama Dara. Entah perempuan muda masih belum menerima kenyataan kakaknya yang disakiti, atau mungkin karena sesama perempuan dengan ego tinggi merasa tidak terima dengan perlakuan Anggara dengan mudah mendapatkan maaf kakaknya.Eva mendongak kepalanya dengan cepat. Beberapa saat aktivitasnya terhenti ketika mendengarkan pertanyaan Anggara. Bukan merasa aneh, lebih tepatnya kenapa Anggara perlu bertanya, merasa tidak biasa.“Kamu tanya?” balas Eva dengan nada malas.Anggara segera duduk di sofa kosong tepat di sebelah Eva. Anggukan kepala Eva lakukan, kemudian membalas tatapan Eva dengan sorot mata menunggu jawaban dari Eva.“Bukannya laporan Sarah tidak telat, bukan?” balas Eva dengan nada sindiran, “kurang kerjaan banget ada Sarah.”“Kamu bis

  • Pernikahan Dingin Dengan CEO Arogan   Bab 76

    “Mama ….” Eva memeluk Mama Dara. Pelukan begitu erat seakan lama tidak bertemu.“Sudah mulai bekerja lagi?” Mama Dara membalas pelukan dengan lembut. Tatapan beralih pada kedatangan putri sulungnya yang tidak sendiri, ada David dan perempuan yang baru ditemuinya.“Baru hari ini, Ma.” Eva melepaskan pelukan dengan pelan.“Kenapa David tidak bercerita?” Kedua mata Mama Dara menatap David, kemudian bergerak cepat beralih menatap Sarah hari ini hanya punya kerjaan satu hari penuh tidak menjauh meninggalkan Eva.“David juga baru tahu, Ma.” David mengatakan tanpa ekspresi seperti biasanya.“Sore, Tante.” Sarah menyadari tatapan Mama Dara segera mengulurkan tangannya. Tersenyum dengan sopan santun.“Sore, Sayang. Ini siapa? Mama baru lihat. Pacar kamu David?” Mama Dara tertawa seraya menatap anak laki-laki dengan gelengan kepala.David nampak terhenyak beberapa saat karena terkejut tuduhan tiba-tiba Mama Dara, sementara Eva sudah duduk di sofa.“Tidak menyangka sekali, ini sangat peningkatan

  • Pernikahan Dingin Dengan CEO Arogan   Bab 75

    Eva menatap bingung dengan kelakuan Anggara. Masih dengan wajah tidak mengerti ucapan terakhirnya, lebih tepatnya di saat ini merasakan jantungnya terpompa lebih cepat karena tindakan Anggara yang menciumnya di depan David. Meski pria terlihat datar tidak peduli tetap Eva tidak merasa biasa.“Ibu ukuran sandalnya berapa?” Sarah bertanya dengan pelan ketika Anggara sepenuhnya tidak terlihat lagi. Suaranya terdengar memburu sepertinya tadi cukup menguras tenaganya membawa barang brand tidak hanya satu, melainkan cukup memenuhi kedua tangannya.Eva segera tertarik dari lamunannya sekilas hanyut jauh menatap Anggara yang keluar ruangannya. Langkahnya begitu nampak terburu-buru, bahkan mengabaikan sekertarisnya Sarah yang masih tertinggal.“Tiga sembilan, kenapa?” kata Eva menatap Sarah mulai mengeluarkan sandal-sandal yang dibawanya.“Syukurlah.” Sarah membuang napasnya lega.“Kenapa?” Eva masih belum mencerna.“Mau minum dulu?" David menyerahkan air mineral. Tidak menunggu Sarah menerim

  • Pernikahan Dingin Dengan CEO Arogan   Bab 74

    “Davit, kapan kamu datang?” Eva tidak kuasa untuk langsung menghamburkan memeluk adiknya.Davit segera membalasnya, memeluk dengan wajah cuek, datar, senyum sekilas tampak sedikit langsung lenyap dalam hitungan beberapa detik.“Apa sekolah kamu selesai? ada agenda apa pulang? kenapa tidak ngabarin?” Eva melepaskan pelukan. Pertanyaan muncul dengan beruntun dan berbicara terdengar sangat cepat.“Dua hari yang lalu. Hampir selesai, doakan segera selesai.” David melenggang menuju sofa. Dimana Anggara yang menyaksikan adegan pelukan itu dengan rasa dongkol dan cemburu karena ia tidak seluassa dan sebebas Davit memeluk Eva yang tampak mesra.Eva segera mengikuti. Masih mengenakan sandal bulu miliknya. “Kenapa tidak ngasih kabar. Kamu baik-baik saja, bukan?”Davit hanya membalas dengan anggukan sekali. Kemudian tatapannya menoleh teralih menatap Anggara. “Kak Angga, aku sudah kirim email. Aplikasi baru milik Kakak luar biasa.”Eva mengerutkan dahinya. Apalagi respon Anggara terlihat mengang

  • Pernikahan Dingin Dengan CEO Arogan   Bab 73

    Eva menatap tampilannya saat ini. Entah sudah tidak terhitung berapa kali dia melihat tampilannya kini, hingga sampai di kantor semakin membuat Eva memelankan langkahnya setelah menyadari tatapan tidak biasa para karyawan sejak keluar mobil.Ekor matanya melirik Anggara tidak melepaskan belitan tangan menggenggam tangannya sejak keluar mobil. Pria yang terkenal, sombong, arogan dan bermulut pedas tanpa ekspresi melangkah satu langkah lebih dulu dari langkahnya.“Ada apa? apa merasakan sakit?” tanyanya sangat jelas terdengar. Semakin membuat suara bisik-bisik dan perhatian karyawan tertuju pada Eva dan Anggara.Eva menggeleng pelan. Merapatkan langkahnya mendekati Anggara. “Tampilanku jelek banget? mereka melihat terus.”“Mereka punya mata.”Anggara mengatakan dengan santai. Menoleh sekilas dan mata mengedarkan ke sekitar menurutnya hal biasa.“Bukan itu,” kesal Eva.“Kamu seksi dan cantik, Sayang. Jangan lupakan kalau suami kamu cukup sangat tampan, jadi biasakan seperti ini.”Eva lant

  • Pernikahan Dingin Dengan CEO Arogan   Bab 72

    “Duduk dulu. Tunggu sebentar.” Anggara datang dengan kursi meja rias. Wajahnya tampak sangat datar tidak terbaca. Suara tidak sekeras sebelumnya, terdengar merendah penuh penekanan seperti menahan amarahnya.Eva masih tidak mengerti menautkan alisnya. Tangan kanan masih memegang handle pintu yang belum terbuka sepenuhnya.“Duduk, jangan kemana-mana.” Anggara mengatakan tegas. Menarik Eva dan mendudukkannya pelan.Eva tidak bisa mengelak banyak. Apalagi gerakan Anggara kali ini. Kemudian nampak pria itu mulai berlari menuju walk in closet dengan langkah cepat terburu-buru.“Apasih? gak jelas.” Eva mengatakan dengan kesal. “Aku tidak tuli,” geramnya mengingat tidak terima atas suara keras Anggara yang terkejut, tapi di terima Eva seperti bentakan perintah.“Ganti sepatu kamu.” Anggara datang dengan sandal rumahan milik Eva. Sandal berbulu imut tanpa hak yang dibelikan Bunda Zia, beberapa waktu lalu. Sandal trepes satu-satunya miliknya.“Apa!” Eva memekik kaget. Menatap sepatu berhak tid

  • Pernikahan Dingin Dengan CEO Arogan   Bab 71

    “Kamu mau kemana? kenapa sudah cantik sekali?” Anggara menatap Eva. Tubuhnya mulai terlihat lebih berisi, meski setiap malam selalu mual-mual hingga muntah parah.Bila kebanyakan ibu hamil merasakan morning sick parah setelah bangun pagi, beda dengan Eva lebih sering mual di malam hari di dua Minggu terlahir ini.Eva melanjutkan menyisir rambutnya. Menatap Anggara dengan balutan pakaian olahraga dari kaca riasnya. Dokter kandungan sudah mengatakan janinnya sudah kuat, bahkan Eva tidak mengalami flek lagi. Bisa dikatakan dua Minggu hampir tiga minggu diperlakukan Anggara seperti orang lumpuh berhasil membuat kehamilannya aman, atau bisa dikatakan emang bayi tanpa rencana yang hidup di rahimnya memilihnya untuk jadi ibu.“Ke kantor. Lama gak ke kantor.” Eva mengatakan dengan tenang. Masih melanjutkan merapikan ribut dan mengaplikasikan skincare ke wajahnya.“Apa!” Anggara tampak terkejut. Keringat terlihat menetes di wajahnya, rambut tampak lembab. Langkahnya segera berayun cepat mendek

  • Pernikahan Dingin Dengan CEO Arogan   Bab 70

    “Semua sudah aku urus. Berkas perceraian yang naik sudah aku tarik. Pengalihan sudah tidak jelas semua harta akan berpindah pada kamu dan anak kita.” Anggara kembali dengan kertas di tangannya. Suaranya terdengar tenang, tapi beda dengan Eva sangat penasaran apa yang dimaksud atas apa yang Anggara katakan.“Maksudnya?” Eva menautkan alisnya. Ponselnya sudah diabaikan dan fokusnya pada Anggara.“Kamu bisa baca sendiri.” Anggara tersenyum tipis. Menyerahkan kertas pengalihan harta yang baru diterimanya tidak lama. Bahkan pengesahannya tepat saat Eva masuk ke rumah sakit, itu artinya saat peresmian sekaligus pesta pernikahan yang berakhir dengan berita kehamilan. Dan saat ini tepatnya kemarin semua berubah isinya.Eva menerima dan setiap kata tertulis, angka hingga huruf tidak lepas dari kedua mata Eva. Ia butuh dua kali untuk membaca untuk menyakinkan semua, meski kenyataannya isinya sangat jelas dan sebenarnya bukan pertama kalinya membaca meski dengan konsep dan isi yang berbeda berb

  • Pernikahan Dingin Dengan CEO Arogan   Bab 69

    Eva melototkan matanya. Perasaan baru beberapa hari tidak memegang ponsel dan yang terjadi sangat luar biasa. Berita tentang pernikahan menjadi trending, begitu juga kehamilannya menduga karena tragedi saat resepsi dan dibenarkan oleh Anggara. Bahkan di akun media sosialnya biasanya sepi saat ini sangat ramai sekali.“Apa-apaan ini?” Eva sampai tidak berkedip. Notifikasi tidak berhenti ketika ponselnya mulai menyala. Bagaimana bisa akunnya di temui oleh orang-orang. Bahkan karyawannya banyak yang tidak tahu jadi sekarang tahu. Apalagi komentar yang bermunculan tidak berhenti.“Astaga! dia banyak idola!” Eva menggeleng melihat tag dirinya dengan Anggara.“Dia milikku!” lirih Eva dengan muka mulai serius. Dahi berkerut dengan alis terangkat.“Apa maksudnya? akun tidak jelas!” Eva mengatakan dengan pelan. Dua kata aneh dengan tanda seru tidak hanya sekali begitu banyak dibaca berulang-ulang oleh Eva. Belum lagi akun tidak ada nama yang jelas pemiliknya bisa dikatakan akun palsu.Guratan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status