Se connecterAdeeva Putri Adhitama diharuskan menjalankan perjodohan yang tidak pernah terlintas sedikitpun dalam pikirannya. Di usianya baru menyelesaikan pendidikan baru terhitung hari baru belajar membantu papanya dituntut untuk menjalani perjodohan itu. Dengan membawa nama Nenek selalu dicintai karena selalu merawatnya membuat Adeeva mengiyakan tanpa bisa menolak hal itu. Anggara Cakra menatap Adeeva terlihat tidak ada hal yang menarik di pertemuan pertamanya. Penampilan Adeeva dibalik pakaian tertutup tanpa memperlihatkan aset berharga di balik pakaian longgar meski hasil dari rancangan ternama menurutnya sangat kampungan dan norak. Anggara menyanggupi karena tidak ingin ancaman papanya ternyata sebuah kenyataan membuat semua kekayaan akan jatuh di dibagikan ke panti sosial tanpa memberi satu persen harta untuknya. Baginya uang bisa untuk segalanya. Pernikahan jauh dari sebuah pernikahan pada umumnya dilakukan keduanya. Bersandiwara atas nama pernikahan bila bersama dengan keluarga inti dilakukan keduanya. Perjanjian awal dalam pertemuan singkat untuk tidak membawa atas nama cinta dan keseriusan membuat benteng besar keduanya meski hanya sekedar langkah awal sebatas perkenalan.
Voir plus“Bagaimana kerja kamu hari ini?” Anggara dengan balutan baju tidur keluar dari kamar mandi. Langkahnya pelan menghampiri Eva yang sibuk dengan ponselnya.Kedua pasangan menginap di rumah Mama Dara tentu Aluna berhenti berdebat karena suara rendah Mama Dara. Entah perempuan muda masih belum menerima kenyataan kakaknya yang disakiti, atau mungkin karena sesama perempuan dengan ego tinggi merasa tidak terima dengan perlakuan Anggara dengan mudah mendapatkan maaf kakaknya.Eva mendongak kepalanya dengan cepat. Beberapa saat aktivitasnya terhenti ketika mendengarkan pertanyaan Anggara. Bukan merasa aneh, lebih tepatnya kenapa Anggara perlu bertanya, merasa tidak biasa.“Kamu tanya?” balas Eva dengan nada malas.Anggara segera duduk di sofa kosong tepat di sebelah Eva. Anggukan kepala Eva lakukan, kemudian membalas tatapan Eva dengan sorot mata menunggu jawaban dari Eva.“Bukannya laporan Sarah tidak telat, bukan?” balas Eva dengan nada sindiran, “kurang kerjaan banget ada Sarah.”“Kamu bis
“Mama ….” Eva memeluk Mama Dara. Pelukan begitu erat seakan lama tidak bertemu.“Sudah mulai bekerja lagi?” Mama Dara membalas pelukan dengan lembut. Tatapan beralih pada kedatangan putri sulungnya yang tidak sendiri, ada David dan perempuan yang baru ditemuinya.“Baru hari ini, Ma.” Eva melepaskan pelukan dengan pelan.“Kenapa David tidak bercerita?” Kedua mata Mama Dara menatap David, kemudian bergerak cepat beralih menatap Sarah hari ini hanya punya kerjaan satu hari penuh tidak menjauh meninggalkan Eva.“David juga baru tahu, Ma.” David mengatakan tanpa ekspresi seperti biasanya.“Sore, Tante.” Sarah menyadari tatapan Mama Dara segera mengulurkan tangannya. Tersenyum dengan sopan santun.“Sore, Sayang. Ini siapa? Mama baru lihat. Pacar kamu David?” Mama Dara tertawa seraya menatap anak laki-laki dengan gelengan kepala.David nampak terhenyak beberapa saat karena terkejut tuduhan tiba-tiba Mama Dara, sementara Eva sudah duduk di sofa.“Tidak menyangka sekali, ini sangat peningkatan
Eva menatap bingung dengan kelakuan Anggara. Masih dengan wajah tidak mengerti ucapan terakhirnya, lebih tepatnya di saat ini merasakan jantungnya terpompa lebih cepat karena tindakan Anggara yang menciumnya di depan David. Meski pria terlihat datar tidak peduli tetap Eva tidak merasa biasa.“Ibu ukuran sandalnya berapa?” Sarah bertanya dengan pelan ketika Anggara sepenuhnya tidak terlihat lagi. Suaranya terdengar memburu sepertinya tadi cukup menguras tenaganya membawa barang brand tidak hanya satu, melainkan cukup memenuhi kedua tangannya.Eva segera tertarik dari lamunannya sekilas hanyut jauh menatap Anggara yang keluar ruangannya. Langkahnya begitu nampak terburu-buru, bahkan mengabaikan sekertarisnya Sarah yang masih tertinggal.“Tiga sembilan, kenapa?” kata Eva menatap Sarah mulai mengeluarkan sandal-sandal yang dibawanya.“Syukurlah.” Sarah membuang napasnya lega.“Kenapa?” Eva masih belum mencerna.“Mau minum dulu?" David menyerahkan air mineral. Tidak menunggu Sarah menerim
“Davit, kapan kamu datang?” Eva tidak kuasa untuk langsung menghamburkan memeluk adiknya.Davit segera membalasnya, memeluk dengan wajah cuek, datar, senyum sekilas tampak sedikit langsung lenyap dalam hitungan beberapa detik.“Apa sekolah kamu selesai? ada agenda apa pulang? kenapa tidak ngabarin?” Eva melepaskan pelukan. Pertanyaan muncul dengan beruntun dan berbicara terdengar sangat cepat.“Dua hari yang lalu. Hampir selesai, doakan segera selesai.” David melenggang menuju sofa. Dimana Anggara yang menyaksikan adegan pelukan itu dengan rasa dongkol dan cemburu karena ia tidak seluassa dan sebebas Davit memeluk Eva yang tampak mesra.Eva segera mengikuti. Masih mengenakan sandal bulu miliknya. “Kenapa tidak ngasih kabar. Kamu baik-baik saja, bukan?”Davit hanya membalas dengan anggukan sekali. Kemudian tatapannya menoleh teralih menatap Anggara. “Kak Angga, aku sudah kirim email. Aplikasi baru milik Kakak luar biasa.”Eva mengerutkan dahinya. Apalagi respon Anggara terlihat mengang






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.