Bel pertanda waktu pulang yang sangat dirindukan oleh para siswa telah berbunyi. Wajah penuh lelah setelah berkutat dengan pelajaran dan deretan tugas merasakan kebahagiaan mendengar nya.
Tak sampai satu menit setelah guru yang mengampu mata pelajaran terakhir melangkah keluar kelas, Jodi dengan gerakan super kilat menuju kelas Rara.
Rencana pun sudah ia atur agar Dodit, sahabatnya membawa pulang motor milik Rara agar ia bisa mengajak Rara ke KUA.
Sementara sosok jelita yang menggoda iman dan takwa Jodi baru saja terlihat keluar dari kelasnya. Rara tidak menyadari keberadaan Jodi yang sejak tadi tersenyum memandangi nya dari kejauhan.
Menyadari kalau Rara hendak berjalan menuju parkiran akhirnya Jodi mengejar nya. Langkah kakinya yang lebar tidak memerlukan waktu yang lama untuk mensejajarkan dirinya dengan Rara.
"Ra, itu si Jodi ngapa dari tadi ngeliatin loe mulu?" Rosa curiga melihat keanehan sikap Jodi yang tak seperti biasanya.
"Hai, Ra." Sapa Jodi dengan senyum klos ap nya yang berkilau.
Mendapat sapaan dari Jodi membuat mood Rara memburuk lantaran ia justru ingin menghindari nya. Khawatir kalau Rosa akan mengetahui status kawin gantung mereka akhirnya Rara menuruti kode dari Jodi untuk menemuinya.
"Loe ngapain sih buntutin gue?!" Ketus Rara.
"Duh, istriku kalau jutek makin gemes deh." Jodi mencubit dagu Rara.
Seketika itu juga Rara langsung menyumpal mulut Jodi dengan tangannya. Emosinya hampir meledak kalau saja ia tidak sadar masih berada di lingkungan sekolah.
"Cieee... Ada yang pegang-pegang bibir suaminya. Hehehe." Bisik Jodi membuat wajah Rara memerah mengalahkan kepiting rebus.
BUG
Rara meninju lengan Jodi kesal. Matanya sudah memancarkan sinar kemarahan yang hampir mengalahkan panasnya terik matahari kala itu.
"Udah yuk pukul-pukulannya jangan di depan orang banyak nanti ada yang laporin ke BK di kira kita mau tawuran. Hehehe." Seloroh Jodi semakin bersemangat menggoda Rara.
Sadar kalau emosinya akan memuncak kalau menanggapi kejahilan suaminya membuat Rara mempercepat langkahnya ke arah parkiran motor. Belum ada 5 detik ia mengeluarkan kunci motor tiba-tiba Jodi merebut lalu mengoper kunci tersebut kepada Dodit.
"Dit, nih tolong anterin ke rumah ayank gue dengan selamat ye motor nye." Jodi mengulang perintah nya kepada Dodit seperti tadi rencananya ketika di dalam kelas.
"Oke deh. Have fun bro!" Dodit bergerak cepat dan tak lama Scoopy kesayangan Rara pun meninggalkan pemiliknya yang masih tak percaya dengan gerak cepat Jodi dan Dodit.
"Heh, ngapa loe seenaknya aje nyuruh Dodit bawa motor gue?" Protes Rara.
"Tenang sayang, kite kan mau ke KUA ambil buku nikah." Jodi berkata pelan kepada Rara.
"Geli gue denger loe lebay gitu." Rara jengah dengan perubahan sikap Jodi.
"Iya kalau cuma berdua kan kita mesra-mesraan gak ada yang larang." Goda Jodi.
"Ngaco loe! Kita masih di sekolah, woy!" Rara menarik telinga Jodi.
"Aduh, demen banget sih kdrt sama suami." Sungut Jodi sambil memegangi telinganya yang memerah dan terasa panas.
"Berisik loe! Ayo cepetan pergi dari sini! Ngeri gue kalau kegep Bu Lala." Rara melirik sekelilingnya untuk memastikan tidak ada yang melihat interaksi absurd mereka saat ini.
"Let's go!" Jodi menyetujui ajakan Rara.
"Eh, loe beneran mau ke KUA?" Tanya Rara setengah berbisik.
"Iya lah... Penasaran nih mau lihat buku nikah." Jawab Jodi sumringah membayangkan foto dirinya dan Rara dalam buku nikah.
"Iiihh pake seragam sekolah mau ngambil buku nikah?" Rara menajamkan matanya menatap Jodi bermaksud ingin menggagalkan rencana Jodi sekarang.
"Wah iye, ya udah ntar mampir ke toko baju bentaran." Jodi menenangkan Rara.
"Iyuh, mendingan pulang aja dulu ganti seragam." Rara memutar bola matanya malas.
"Kelamaan keburu tutup KUA nye." Jodi menolak ide Rara.
Jodi pun memberikan dan memasangkan helm untuk Rara. Lalu ia mengeluarkan motor dari parkiran dan melajukan NMax silvernya ke sebuah distro yang berjarak 10 menit dari sekolah.
Rara mengumpat dalam hati melihat kelakuan tak masuk akal Jodi. Nalurinya sebagai seorang penjual baju online membuat jiwanya meringis melihat daftar harga yang ia lihat semua di luar ekspektasi nya. Semprul nih bocah, jago bener bikin bangkrut orangtuanya! Desah Rara kesal.
"Pilih aje nyang loe demen baju nye." Jodi menyodorkan Rara sebuah kaos dengan motif agak feminim.
"Loe mau kita lamaan di mari?" Gurau Jodi sengaja memancing respon Rara.
"Asembarangan loe!" Rara berkata sambil menatap Jodi dengan sengit.
Drrrttt
Drrrttt
Drrrttt
"Bentar ye ini babeh telpon." Jodi meminta izin mengangkat telepon dari Rojak lalu menjauh keluar karena suara keras musik di dalam distro.
Rojak menjelaskan kalau kemarin ia sudah mendapatkan buku nikah anaknya sehingga Jodi tidak perlu mendatangi KUA hari ini.
Fakta ini tentu saja tidak di sia-sia kan oleh Jodi untuk memperlama kebersamaannya bersama Rara. Semoga saja kedua orangtua Rara memaklumi keterlambatan Rara pulang sekolah.
"Ra, udah dapet kaos nyang loe mau?" Tanya Jodi lembut.
"Tau, bingung." Rara masih malas melihat tag harga kaos yang dilihatnya.
"Ambil aje nyang ini cakep cocok sama warna kulit loe. Etapi loe mah putih jadi warna apaan aje cocok sih..." Jodi mencoba memberikan saran.
"Terserah." Rara tak mau ambil pusing.
"Ayo langsung di cobain terus pake biar gue bayar ke kasir." Jodi sudah menyiapkan rencana tempat berikutnya yang ingin ia datangi bersama Rara.
"Kaos mah gak boleh di cobain keleus..." Sindir Rara menyadari ucapan Jodi yang mulai tidak fokus.
"Lupa. Iye gue bayar dulu biar kite langsung pake kaos baru. Hehehe." Jodi menuntun Rara ke arah kasir.
Untunglah tidak ada antrian di kasir sehingga memudahkan mereka untuk membayar lalu segera memakai kaos baru nya yang disengaja Jodi kaos itu adalah kaos couple.
Rara kesal bukan main setelah ia dan Jodi memakai kaos mereka. Ah, berasa couple beneran. Benak Rara.
"Ra, ntar anterin gue ke toko buku ye mau beli buku bank soal UN." Jodi melanjutkan modus berikutnya. Entah mengapa hari ini otaknya begitu encer mengeluarkan jurus jitu demi memuluskan keinginannya menghabiskan waktu dengan Rara.
"Loe pegimane sih? Tadi gue lama milih kaos di suruh buru-buru takut tutup KUA nye, tapi ngapa ngajakin ke toko buku?" Rara mulai curiga melihat gejala aneh Jodi.
"Yaelah bentaran doang." Jodi tak mau kalah berdebat lalu menarik Rara menuju tempat yang ia inginkan karena yakin sebenarnya Rara pasti juga tidak akan menolak keinginannya, bahkan mungkin akan ikut membeli buku yang sama untuk persiapan mereka ujian nasional.
Akhirnya seharian itu Jodi sukses melancarkan modusnya mengajak Rara berjalan bersamanya layaknya pasangan sedang ngedate.
Beberapa hari kemudianHari ini suasana di kediaman Dodit dan Dina tampak semarak dengan kehadiran para personil para mantan jomblo beserta keluarga kecil masing-masing. Ya, mereka datang ingin melihat sosok penghuni baru nan menggemaskan itu.Bayi mungil bernama Zayn Fayyad Alvarendra Hadiningrat yang artinya adalah laki-laki yang memiliki keindahan, baik, dermawan, murah hati, cerdas dan beruntung yang merupakan keturunan Hadiningrat. Sebuah nama yang mewakili doa dan harapan kedua orang tua dan semua sanak saudaranya.Meski di awal para sahabat dari bayi menggemaskan itu awalnya tidak diperkenankan untuk datang menjenguk ke rumah sakit, tapi masih bisa datang ke rumah untuk merasakan kebahagiaan yang sama."Gimana rasanya jadi orang tua baru?" tanya Rosa yang memang belum dikaruniai buah hati."Nikmat banget. Loe lihat sendiri nih mata panda gue. Sehari tidur bisa di hitung cuman berapa jam," curhat Dina."Baru satu aja loe udah ngeluh, pegimana gue yang otewe mau tiga ini?" sambar
Setahun kemudian Hari itu, Eyang Soeroso menemui putra sambungnya, Bambang di kantor polisi. Wajah anak sambungnya itu terlihat kusut dan lusuh. Hilang sudah jejak kesombongan dari wajah pria itu tergerus keadaan di dalam jeruji besi.Cukup rumit dampak dari penangkapan Bambang karena setelahnya sang Ibu, Ambar dan cucunya Panji malah ingin melepaskan diri dari status mereka sebagai bagian dari keluarga Hadiningrat. Hal ini sangat mengejutkan Eyang Soeroso hingga akhirnya terpaksa menyetujui keinginan istri dan cucu sambungnya tersebut.Bambang memang belum di pindah ke rumah tahanan karena berkas kasus pria itu baru naik ke kejaksaan dan sedang di proses.Mereka duduk di ruangan khusus, Eyang Soeroso melihat Bambang yang mengenakan pakaian tahanan sebenarnya sangat sedih. Ya, biar bagaimanapun mereka telah puluhan tahun menjadi satu keluarga.Terkadang Eyang Soeroso merasa tak habis pikir mengapa putra sambungnya ini tidak pernah bersyukur dengan semua fasilitas dan kemewahan yang i
Berita mengenai cucu menantunya yang mengalami keguguran membuat murka seorang pria paruh baya yang masih berkuasa penuh dalam keluarga Hadiningrat, Eyang Soeroso."Saya tidak mau tahu temukan motor yang telah menabrak cucu menantu saya! Dan bawa orangnya kesini!"Eyang Soeroso berdiri membelakangi tiga laki-laki bertubuh gempal dengan baju seragam serba hitam. Saat ini mereka sedang berada di ruang kerjanya.Kedua laki-laki bertubuh gempal berseragam itu terlihat menunduk patuh. "Baik, Tuan. Akan saya laksanakan."Eyang Soeroso melirik sekilas, "Saya tidak main-main, kalau kalian tidak bisa mendapatkannya, maka kepala kalian adalah bayarannya!"Pria paruh baya yang masih tampak berwibawa itu memutar dirinya ke arah kedua laki-laki berseragam itu. Dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celananya. Menatap lekat dan tegas kepada keduanya, menghadirkan rasa segan dan takut secara bersamaan."Ba-baik, Pak."Merasa puas dengan ekspresi yang ditampilkan kedua manusia itu. Eyang Soeros
"DOKTER!!?" teriakan pilu Dodit di sebuah pintu masuk rumah sakit terdengar jelas oleh petugas medis yang mendapat shift malam itu.Terlihat Dodit wara-wiri dengan baju yang penuh darah. Saat menggendong wanita yang sangat dicintainya itu. Beruntung rumah sakit 24 jam ini memang di dukung penuh oleh Soeroso grup. Sehingga teriakan Dodit langsung mendapat tanggapan positif dan tindakan cepat untuk segera membawa Dina ke ruang IGD."Dodit! Ada apa ini, nak?" Hanafi dan istrinya datang, bersama Pandu, Panji dan Yola. Mereka terlihat panik.Dodit hanya terdiam, dan menunduk dalam. Membuat mereka paham kalau saat ini Dodit masih terpukul atas kecelakaan yang baru saja menimpa sang istri."Ada apa, nak? Kenapa jadi seperti ini?"Dodit masih terdiam. Kedua tangannya terlihat gemetar. Kedua matanya menatap kosong pada lantai yang ia pijak, lalu detik kemudian ia memeluk sang ibu dengan isakan pilu.Keadaan rumah sakit yang sepi, karena jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. Membuat rasa
"Padit! Aku mau wedang ronde!" Dina sengaja menggunakan panggilan Padit yang menurut pasutri ini artinya Papa Dodit lantaran menginginkan sesuatu.Rengekan Dina terdengar cukup nyaring sehingga Dodit yang tengah tertidur mengerjapkan kedua matanya. Menatap ke arah jarum jam dinding yang berdetak menunjukkan pukul satu dini hari."Ini jam satu malam, kamu mau wedang ronde?"Sungguh tak habis pikir pada wanita terkasihnya itu. Kenapa ia harus dibangunkan, tepat saat ia mau bermimpi indah?"Madin, sekarang udah malam banget, sayang ... " Dodit pun kali ini sengaja menggunakan panggilan Madin yang artinya Mama Dina.Dina pun menggembungkan kedua pipinya yang semakin chubby semenjak dirinya hamil. "Aku gak peduli pokoknya aku mau wedang ronde!"Lihat bagaimana keras kepalanya wanita yang dicintainya itu. Membuat Dodit pusing sekali. Kenapa minta hal yang aneh-aneh di tengah malam seperti ini."Aku enggak tau cara bikinnya sayang. Lagian, kalau malam gelap begini gak ada yang jualan."Menco
Ambar yang lebih dari separuh hidupnya dihabiskan dengan ambisi menguasai harta dan tahta keluarga Hadiningrat merasa sangat kesal sekaligus kecewa lantaran gagal membujuk cucu kandungnya, Panji agar tidak memilih melanjutkan pendidikan ke luar negeri dan memutuskan untuk tidak menuruti semua keinginan pemuda itu melepaskan status sosial sebagai seorang penerus klan Hadiningrat.Puluhan tahun Ambar menggantungkan harapan bahwa kelak anak keturunannya akan hidup secara terhormat dan makmur dalam keluarga Hadiningrat. Sayangnya hanya Panji saja yang mau menjadi penerus ambisinya dalam melakukan semua hal, termasuk menyingkirkan anak keturunan Tantri yang merupakan nenek kandung Dodit.Selama ini dia memang sudah tidak bisa menaruh harapan pada Pandu, sang cucu pertama yang dari awal tidak pernah mau menjadi cucu yang penurut baginya. Lihat saja, ketimbang menjadi pengusaha kini Pandu malah berprofesi sebagai dosen. Ya, walaupun hal tersebut bukan hal yang buruk, tapi jelas naluri wanita