Share

Pikiran Romantis

Pagi sekali mereka bersiap, bahkan kokok ayam pun belum terdengar, Sora sibuk mengurus Samos yang tak dapat memilih baju apa yang pantas dipakai ke kota besar. 

Rena bersolek di depan cermin segiempat kecil yang ada di kamarnya, selalu menyenangkan baginya untuk bepergian jauh dan membayangkan betapa hebatnya diluar sana, di luar desanya yang begitu membosankan. 

"Sudah jam berapa ini, kita bisa terlambat menemukan Rona!" Sora berteriak kepada seisi rumah, sedang Nam terduduk dalam keheningan, entah sejak kapan dia duduk di kursi ramping itu, matanya sembab akibat tak tidur semalaman dan terus saja meneteskan air mata.

Meskipun keluarga mereka memiliki sebuah mobil  tetapi sangat jarang mereka gunakan, pandangan sinis para tetangga membuat mereka sedikit canggung menggunakan mobil di dalam desa, hari ini Samos akan memperlihatkan keahlian menyetirnya yang sedari dulu dia kuasai. 

"Tujuan pertama kita, kampus yang ingin sekali Rona datangi dari dulu," Sora memberi saran seakan dialah ibu kandung dari Rona, akan tetapi Nam tak mengambil pusing, pikirannya kalut tak dapat berpikir jernih, bahkan untuk mengingat kesukaan anaknya pun dia tak bisa. 

"Rona suka hal-hal yang berbau pendidikan, dia juga suka  laut, kita bisa mencarinya di Losari." Nam membuka suara sejak perjalanan dimulai, dia tampak telah menyesuaikan diri dan memikirkan hal-hal yang bisa saja menjadi alasan Rona pergi ke makassar.

Samos tersenyum kecil, semangatnya sedikit membuncah melihat adik perempuannya kembali bersuara. 

Sementara di Pelabuhan, Rona sedang memperhatikan tingkah laku Gavin yang telah terbiasa berbicara dengan orang lain membuat dia bertambah kagum dengan lelaki pilihan nya itu.

"Sial. Rona, kita kehabisan tiket kita bisa mendapat tiket dua hari lagi!" Seketika muka Gavin tak lagi bersemangat, Rona yang tak terlalu tertarik tentang tiket mencoba menghibur Gavin, baginya bersama Gavin jauh lebih baik dibanding mendapatkan tiket. 

"Kita bisa menginap disini beberapa hari," Rona berkata dengan antusias yang sangat tinggi. 

"Tidak Rona, aku tidak akan biarin kamu tidur dengan tidak nyaman, aku akan cari penginapan untuk kamu, biar aku saja yang tidur disini." Wajah Gavin sedikit serius, dia tak ingin membuat Rona merasa tak nyaman dengan situasi itu. 

"Aku tak apa, aku mau menemani kamu, kita kan pergi bersama, kita juga harus menghadapinya  bersama. Gimana, kalau kita menginap saja di penginapan terdekat dan kesini dua hari lagi?" Rona berharap saran dari nya dapat diterima oleh Gavin, meski dia tahu lelaki itu tak mungkin menyanggah apapun yang dikatakan Rona tapi ada kekhawatiran yang sedari tadi Gavin sembunyikan, dan itu terlihat jelas oleh Rona. 

"Maaf Ron, sebenarnya uangku tidak cukup untuk menyewa dua kamar sekaligus, lagipula untuk dua hari,harga sewa di kota pasti mahal, uangku cuma cukup untuk menyewa satu kamar satu malam dan membeli tiket kita berdua." 

Rona mengambil dompet disakunya, diperlihatkannya kepada Gavin beberapa uang logam dan sepuluh lembar uang kertas pecahan seratus ribu kemudian berkata, "Kita dapat menyewa dua kamar hari ini." Rona sumringah. 

"Tetap tidak bisa Rona, aku tidur disini saja." dengan gengsi Gavin tak menerima tawaran Rona, baginya ia bertanggung jawab penuh akan Rona, dan memakai uang gadis tersebut adalah penghinaan terbesar baginya. 

"Kenapa tidak bisa? kita bisa saling membantu." Rona meyakinkan. 

"Kalau itu mau kamu, gimana kalau kita tidur di pelabuhan saja, itu lebih baik, uangmu bisa kita pakai untuk memulai hidup baru di Jakarta." 

Kegembiraannya menggantung di puncak ubun-ubunnya, Rona tak hentinya tersenyum membayangkan betapa romantis nya tidur di pelabuhan bersama pujaan hatinya, dan memulai hidup baru dengan bersusah-susah payah dahulu, itu adalah bentuk keromantisan yang Rona idamkan.

***

Sementara keluarga Rona sudah memasuki kota Makassar, tepat pukul 12 siang panas mulai menyengat kulit Rena, kulitnya telah terbiasa dengan cuaca dingin dan beku di desanya, perasaan gerah tak tertahan dia lontarkan seenaknya kepada ibunya. 

"Bu, aku haus!" Rena merengek

"Sebentar lagi kita akan sampai di Universitas Hasanuddin, bersabarlah!" Sora  tampak terbiasa dengan udara panas itu. 

Dalam hitungan menit, mobil mereka memasuki area Universitas yang rimbun, perasaan gerah dan lelah Rena seketika menghilang, matanya tak henti mengerjip kagum, perasaan senang ingin menyapa mahasiswa-mahasiswa yang berlalu-lalang seketika muncul di benaknya, sedangkan Sora dan Nam sibuk mengenali setiap Mahasiswa yang lewat, mungkin saja Rona ada diantara mereka. 

"Sepertinya kita bisa ke danau itu!" Rena menunjuk danau di halaman selamat datang kampus, bukan Rona tujuannya akan tetapi perasaan penasaran nya tentang kegiatan yang dilakukan para kelompok perempuan dan lelaki disana.

"Tentu, setelah kita berkeliling di semua prodi." Sora menjelaskan dengan rinci tentang jurusan membuat kagum Samos dan Nam, Sora pernah menetap di Makassar dan sering mendatangi kampus ini sekedar berjalan-jalan atau mencari udara segar. 

Setelah lelah mengelilingi seluruh kampus, Rena tak sabar lagi dia hanya ingin segelas air dingin untuk menyegarkan tenggorokannya. 

"Bu, aku benar-benar haus, bisa gak kita membeli minum dulu," Rena tak sabar lagi.

"Di depan kita berhenti," Sora menunjuk ke depan, ke arah penjual makanan dan minuman lengkap, sekaligus mengisi perut mereka yang sedari pagi belum diisi. 

Nam tak sengaja menyenggol kotak sendok dan garpu di depannya menyisakan suara gemerincing yang begitu keras, membuat tatapan para pengunjung rumah makan tersebut menoleh sebentar ke arah Nam, kemudian kembali melanjutkan menghabiskan makanan mereka masing-masing, keadaan kikuk yang dialami Nam sengaja dimanfaatkan Rena untuk merengek agar segera meninggalkan Rumah makan itu, tak baik terlalu berlama-lama duduk setelah mereka makan, lagi pula pencarian mereka terhadap Rona belum juga membuahkan hasil. 

"Sebaiknya kita ke Losari sekarang!" Nam membuka suara. 

Samos dan Sora menyetujui dengan sekali anggukan kepala. 

Losari tak begitu ramai hari ini, hanya beberapa remaja yang kasmaran dan petugas keamanan yang sedang bekerja, begitu pula dengan penjual asongan yang berjejer di pelataran Losari. Rena mengambil kesempatan dengan segera memotret dirinya sendiri lewat ponsel mininya. 

Sementara di pelabuhan, Rona mengangkat wajahnya agar terlihat jelas oleh Gavin, berharap Gavin akan mengerti bahwa dia telah menahan rasa laparnya selama 12 jam. 

"Kamu lapar?" Gavin mengusap rambut Rona dengan lembut, gadis itu telah memberikan hidupnya untuknya, Rona bahkan meninggalkan keluarganya demi dia, rasa tanggung jawab itu membuat Gavin sedikit dipengaruhi rasa sesak yang mendalam. 

"Yah." Rona menjawab singkat.

Hiruk pikuk bercampur aroma keringat dimana-mana menambah mual perut Rona, tukak lambungnya meradang, Gavin menangkap dengan jelas ketidaknyamanan gadis di depannya, dengan sigap dan sifat seolah pahlawan memberi segelas air mineral kepada Rona, yang disambut girang oleh gadis itu. 

"Kamu mau makan apa?" Gavin menawarkan selembar selebaran menu yang dipegang nya erat.

"Aku cuma mau nasi putih, ikan goreng dan sedikit sayur untuk kuah." Rona menatap wajah Gavin penuh harap.

"Tunggu yah, aku pergi beli dulu." 

Rona mengangguk setuju, perutnya mengerang, perih tak tertahan. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status