Jika ada manusia yang paling jahat di bumi ini, maka Raya lah orangnya. Bagaimana bisa wanita itu menghentikan permainan sebelah pihak saat nasib Fajar sudah di ujung tanduk. Raya dengan santai merapikan dirinya, saat Fajar masih kesusahan menata nafasnya yang terputus putus. Dia masih bersandar tak berdaya, memejamkan matanya menikmati sisa-sisa kenekatan seorang Raya. Tapi apa yang dilakukan wanita itu sekarang? Dia menjulurkan lidah nakalnya dan tersenyum mengejek."Aku tidak mau dipergoki lagi. Bagaimana pun kita masih dalam kawasan yang tak boleh berbuat mesum.""Bunuh saja aku, Raya! Kau jahat." Fajar merasa kepalanya pening. Bayangkan saja, saat hasratmu di atas awang-awang, kau malah di hempaskan ke bumi secara kasar. Rasanya lebih sakit dari pada mati."Ck ck ck ... kau selalu tak pernah puas.""Ya tuhan Raya, laki-laki mana yang akan bertahan dengan wanita seseksi dirimu, terlebih lagi dia sudah menjadi milikmu secara utuh. Oh Tuhan, aku butuh air dingin." Fajar mengusap wa
Fajar memandang tak percaya. Wanita itu masih cantik seperti dulu, walaupun banyak kerutan yang menandakan ia sudah menua. Ibunya, masih tipe wanita yang memperhatikan penampilan. Dia cantik dengan blouse putih yang dipadukan dengan rok kembang bermotif bunga. Jika boleh Fajar berkata jujur. Dia sangat merindukan wanita didepannya. Rasanya dekapan hangat itu masih terasa di kulitnya saat ini. Bagaimana saat sang ibu mendendangkan lagu Jawa saat menidurkannya dulu. Elusan kasih sayang dan suara merdunya masih diingat Fajar dengan jelas.Pada dasarnya ibunya adalah wanita yang baik dan penyayang. Dia wanita yang sempurna. Kecantikan masa muda itu di wariskan ya ke wajah tampan Fajar. Dalam hatinya, dia ingin mengadu dan bertanya sebanyak mungkin, kemana ibunya selama ini? Apa yang dilakukannya di rumah usang dan tinggal sendirian tanpa pasangan hidup? Banyak sekali. Tapi Fajar memilih mengunci mulutnya sambil menunggu wanita itu berbicara lebih dulu."Minumlah! Teh mu sudah mulai ding
Raya termangu di depan kolam renangnya. Mata cantiknya mengamati kilauan air yang tertempa sinar matahari sore. Ini sudah pukul enam sore, warna matahari sudah berubah hingga keperakan, namun setelah berjam-jam menunggu, suaminya belum pulang dan belum memberinya kabar.Raya mencelupkan kakinya ke dalam kolam. Tanpa Fajar, semuanya menjadi membosankan. Dia tidak tertarik melakukan apa pun jika Fajar tak ada di sisinya Baru saja Raya mengangkat sebelah kakinya ke permukaan, bahunya di sentuh lembut. Gadis itu berbalik dan mata kosongnya langsung berbinar bahagia. Namun, buka Raya namanya kalau tidak menuhankan gengsi."Kapan kau pulang? Aku tak mendengar suara mobilmu."Fajar duduk di samping Raya. Mengamati rambut panjang yang terurai berantakan itu."Baru saja. Kenapa? Merindukanku?"Raya mencibir, menyembunyikan rona pipinya. Dia tak mau mengakuinya, tapi otak dan tubuh tak bekerja sama. Dia malah menghambur ke pelukan suaminya itu. Fajar terkekeh senang sambil mengecup puncak kepa
Beberapa jam yang lalu, mereka berkumpul di sebuah restoran sederhana. Fajar, ibunya dan ayahnya. Dua manusia yang pernah menjadi suami istri itu sempat berbincang sekilas. Mereka memutuskan untuk berdamai dan meluruskan kesalah pahaman kepada Fajar setelah berdebat dengan sengit Beberapa menit.Ayahnya sempat menangis memeluk putra semata wayangnya saat Fajar sampai di restoran beberapa jam yang lalu. Meminta maaf telah menelantarkan Fajar kecil yang menderita di tinggal sang ibu. Dia tak menyangka, Fajar tumbuh menjadi pria yang gagah dan tampan. Fajar hanya diam walaupun dalam hatinya dia juga merindukan ayahnya itu.Semuanya terungkap, walaupun sempat ada pertengkaran kecil, pada akhirnya dua orang itu mengalah dan berdamai.Ayahnya terlihat lebih tua dari seharusnya, rambutnya memutih dengan kerut yang tak bisa di hitung jumlahnya. Dia terlihat miskin dan sakit-sakitan, tubuhnya kurus dan kering, belum lagi baju kemeja lusuh yang sudah memudar warnanya.Ternyata pernikahan kedua
Dua manusia yang sama-sama tak bahagia dan menderita setelah kata 'sah' digaungkan beberapa jam yang lalu, dua manusia yang dipaksa untuk bersama bahkan tidak peduli dengan hati berlumur benci yang menyelimuti mereka selama ini.Acara sakral tapi palsu itu sudah terjadi tiga jam yang lalu, tanpa syukuran atau pun resepsi.Seorang laki-laki tampan berwajah datar dan dingin memandang tajam wanita di sudut kamar, dia sudah muak dengan sikap manja danberlebihan gadis itu."Berhentilah menangis! seolah-olah kau adalah korban," bentaknya, pria dingin yang baru menyandang status sebagai seorang suami.Wanita yang masih memakai gaun pengantin itu terus saja menutup wajahnya, suara isakan pilu belum juga hilang bahkan sudah satu jam lamanya, dia belum mau menerima kenyataan ini, kenyataan sudah menjadi istri pria yang sangat dibencinya.laki-laki itu bernama Fajar, memukul m
Fajar dilempar dengan kasar ke dalam kamar besar yang diyakininya sebagai kamar milik Raya. Dia terkekeh pahit dengan apa yang terjadi dengannya, dia dilempar bagaikan cucian basah. Itulah yang dibencinya dari semua orang kaya, mereka memperlakukan orang seenaknya, bahkan nilai harga dirinya sudah tidak ada lagi.Fajar menangkap pergerakan Raya di sudut tempat tidur. Wanita itu penampilannya kacau, rambutnya acak-acakan, dengan piyama merah muda melekat di tubuhnya, matanya sembab dan berkantung hitam.Apa ayahnya juga mengurungnya sama dengan Fajar? Fajar melihat nasi dan air minum yang belum tersentuh sama sekali. Fajar mendecih malas, gadis manja yang bahkan sudah tidak gadis lagi, kenapa malah bertingkah dia yang paling menderita?"Heh," sapa Fajar malas. Wanita itu diam saja, tapi mata tajamnya menatap Fajar dengan berani."Kau tidak akan memakannya? Kalau begitu ntukku saja, dasar anak orang ka
Dua orang yang saling membenci, saling diam karena merasa sama -sama lelah lalu saling membuang muka. Dari tadi Fajar mengamati kamar Raya, mencari celah untuk kabur, namun kamar itu lebih kokoh dari sebuah penjara. Setiap jendela di lapisi besi padat berupa terali yang sangat kuat. Fajar harus mencari akal untuk melarikan diri.Tiba-tiba pintu terbuka kasar, seonggok baju dilempar dari luar oleh penjaga pintu.Suara besar berseru dari luar. "Bung, kau harus mandi, itu pakaian gantimu."Pintu kembali ditutup kasar, Fajar memungut baju dan celana itu."Heh, dimana kamar mandimu?"Raya tidak menanggapi, dia diam saja memandang keluar jendela.Fajar mendecih. "Bahkan dengan keadaanmu yang sekarang kau masih bersikap sombong, kesialan apa yang menimpaku sehingga harus terlibat dengan keluargamu," celoteh Fajar.Raya memandan
Mata sembab itu milik Raya, menengadahkan wajah cantiknya kelangit-langit kamar, dia sedikit tenang setelah menumpahkan kemarahannya kepada Fajar. Dia tidak pernah bahagia dengan hidupnya, terkurung bagaikan tawanan dan tidak boleh kemana -mana.Dari dulu dia tidak pernah pergi tanpa pengawal ayahnya. Ke sekolah, ke Mall, dan kemanapun dia diikuti oleh dua pria berbadan kekar dan berotot kuat yang tak lain adalah anak buah ayahnya. Raya tidak memiliki kesempatan untuk bergaul dengan siapa yang diinginkannya, dia dijauhi dan tidak ada yang mau berteman dengannya. Hanya kepada Marsel dia bisa membuka diri walaupun sedikit, Raya ditaklukkan dengan bujuk rayu dan mulut manis pria itu sehingga dia menerima Marsel sebagai kekasihnya.Malam itu puncaknya ketika perayaan ulang tahun alumni kampusnya. Dia berhasil memanipulasi ayahnya agar pengawalan tidak dilakukan lagi karena hanya orang dalam yang merupakan alumni kampusnya yang diperbolehka