Beberapa jam yang lalu, mereka berkumpul di sebuah restoran sederhana. Fajar, ibunya dan ayahnya. Dua manusia yang pernah menjadi suami istri itu sempat berbincang sekilas. Mereka memutuskan untuk berdamai dan meluruskan kesalah pahaman kepada Fajar setelah berdebat dengan sengit Beberapa menit.Ayahnya sempat menangis memeluk putra semata wayangnya saat Fajar sampai di restoran beberapa jam yang lalu. Meminta maaf telah menelantarkan Fajar kecil yang menderita di tinggal sang ibu. Dia tak menyangka, Fajar tumbuh menjadi pria yang gagah dan tampan. Fajar hanya diam walaupun dalam hatinya dia juga merindukan ayahnya itu.Semuanya terungkap, walaupun sempat ada pertengkaran kecil, pada akhirnya dua orang itu mengalah dan berdamai.Ayahnya terlihat lebih tua dari seharusnya, rambutnya memutih dengan kerut yang tak bisa di hitung jumlahnya. Dia terlihat miskin dan sakit-sakitan, tubuhnya kurus dan kering, belum lagi baju kemeja lusuh yang sudah memudar warnanya.Ternyata pernikahan kedua
Dua manusia yang sama-sama tak bahagia dan menderita setelah kata 'sah' digaungkan beberapa jam yang lalu, dua manusia yang dipaksa untuk bersama bahkan tidak peduli dengan hati berlumur benci yang menyelimuti mereka selama ini.Acara sakral tapi palsu itu sudah terjadi tiga jam yang lalu, tanpa syukuran atau pun resepsi.Seorang laki-laki tampan berwajah datar dan dingin memandang tajam wanita di sudut kamar, dia sudah muak dengan sikap manja danberlebihan gadis itu."Berhentilah menangis! seolah-olah kau adalah korban," bentaknya, pria dingin yang baru menyandang status sebagai seorang suami.Wanita yang masih memakai gaun pengantin itu terus saja menutup wajahnya, suara isakan pilu belum juga hilang bahkan sudah satu jam lamanya, dia belum mau menerima kenyataan ini, kenyataan sudah menjadi istri pria yang sangat dibencinya.laki-laki itu bernama Fajar, memukul m
Fajar dilempar dengan kasar ke dalam kamar besar yang diyakininya sebagai kamar milik Raya. Dia terkekeh pahit dengan apa yang terjadi dengannya, dia dilempar bagaikan cucian basah. Itulah yang dibencinya dari semua orang kaya, mereka memperlakukan orang seenaknya, bahkan nilai harga dirinya sudah tidak ada lagi.Fajar menangkap pergerakan Raya di sudut tempat tidur. Wanita itu penampilannya kacau, rambutnya acak-acakan, dengan piyama merah muda melekat di tubuhnya, matanya sembab dan berkantung hitam.Apa ayahnya juga mengurungnya sama dengan Fajar? Fajar melihat nasi dan air minum yang belum tersentuh sama sekali. Fajar mendecih malas, gadis manja yang bahkan sudah tidak gadis lagi, kenapa malah bertingkah dia yang paling menderita?"Heh," sapa Fajar malas. Wanita itu diam saja, tapi mata tajamnya menatap Fajar dengan berani."Kau tidak akan memakannya? Kalau begitu ntukku saja, dasar anak orang ka
Dua orang yang saling membenci, saling diam karena merasa sama -sama lelah lalu saling membuang muka. Dari tadi Fajar mengamati kamar Raya, mencari celah untuk kabur, namun kamar itu lebih kokoh dari sebuah penjara. Setiap jendela di lapisi besi padat berupa terali yang sangat kuat. Fajar harus mencari akal untuk melarikan diri.Tiba-tiba pintu terbuka kasar, seonggok baju dilempar dari luar oleh penjaga pintu.Suara besar berseru dari luar. "Bung, kau harus mandi, itu pakaian gantimu."Pintu kembali ditutup kasar, Fajar memungut baju dan celana itu."Heh, dimana kamar mandimu?"Raya tidak menanggapi, dia diam saja memandang keluar jendela.Fajar mendecih. "Bahkan dengan keadaanmu yang sekarang kau masih bersikap sombong, kesialan apa yang menimpaku sehingga harus terlibat dengan keluargamu," celoteh Fajar.Raya memandan
Mata sembab itu milik Raya, menengadahkan wajah cantiknya kelangit-langit kamar, dia sedikit tenang setelah menumpahkan kemarahannya kepada Fajar. Dia tidak pernah bahagia dengan hidupnya, terkurung bagaikan tawanan dan tidak boleh kemana -mana.Dari dulu dia tidak pernah pergi tanpa pengawal ayahnya. Ke sekolah, ke Mall, dan kemanapun dia diikuti oleh dua pria berbadan kekar dan berotot kuat yang tak lain adalah anak buah ayahnya. Raya tidak memiliki kesempatan untuk bergaul dengan siapa yang diinginkannya, dia dijauhi dan tidak ada yang mau berteman dengannya. Hanya kepada Marsel dia bisa membuka diri walaupun sedikit, Raya ditaklukkan dengan bujuk rayu dan mulut manis pria itu sehingga dia menerima Marsel sebagai kekasihnya.Malam itu puncaknya ketika perayaan ulang tahun alumni kampusnya. Dia berhasil memanipulasi ayahnya agar pengawalan tidak dilakukan lagi karena hanya orang dalam yang merupakan alumni kampusnya yang diperbolehka
Raya menutup hidungnya saat perutnya bergejolak hebat, bau kotoran sapi sangat pekat dan menusuk hidungnya, belum lagi sapi itu mengibaskan ekornya ke depan wajah Raya. Fajar menjadikan pemandagan itu sebagai hiburan, dia tidak berhenti tertawa sambil memegang perutnya."Hoeeekkkk." Akhirnya Raya memuntahkan isi perutnya keluar bak mobil, Fajar mendengus jijik melihat muntahan itu terbang dan berceceran di jalan. Mobil melaju kencang membelah jalan kecil yang hanya muat dilewati dua mobil yang berselisih, sekarang bahkan sudah jam dua pagi, udara pun dingin membekukan tulang.Dua jam kemudian mereka berhenti di simpang tiga arah ke kota. Fajar sengaja berhenti di sana, jika mereka ke kota sama saja mengantarkan nyawa ke ayah Raya. Raya menggosok kedua tangannya yang terasa beku, jalan ini sangat gelap dan mereka mengandalkan cahaya minim dari lampu senter yang ada pada HP Fajar."Membawamu sangat menyusahkan," ketus Faja
Raya kesal dengan Fajar, tidak sedikit pun suami palsunya itu berniat membantu. Rumah ini dipenuhi debu yang cukup tebal, belum lagi daun -daun kering yang ikut menyelinap masuk ke dalam rumah dan teronggok di sudut dapur. Sapu yang digunakan Raya tidak berdaya membersihkan daun basah yang cukup berat. Tangkai sapu itu sudah patah, tampaknya bu Asni sengaja meninggalkan barang-barang yang memang tidak layak lagi untuk digunakan.Raya membuka jaketnya, menyisakan kaos tak berlengan yang mulai basah oleh keringat. Dua jam dia hilir mudik membersihkan rumah itu dan sekarang dia lelah dan merasa lapar.Raya duduk di samping Fajar, menatap dongkol laki-laki yang selalu berwajah dingin dan bermulut pedas itu. Mereka harus berfikir bagaimana cara mengisi perut, Raya tidak membawa se-sen pun uang saat kabur karena dia tidak terbiasa membawa uang cash dan tidak sempat mengambil kartu ATM-nya. Sekarang Raya menyesal dengan kecerobohannya itu.&
Fajar mendengar penjabaran pak Sultan, seorang kepala adat yang sangat dihormati dan disegani di desa ini. Orangnya sangat bijak dan arif, dialah orang yang pertama kali dijumpai oleh Fajar untuk melaporkan jika dia mulai menjadi warga di desa ini.Tujuan Fajar menemui pak Sultan, adalah sebagai tempat bertukar cerita berkaitan dengan kelanjutan hidupnya kedepan. Di sini ijazahnya tidak laku, semua warga secara umum berladang kopi dan berkebun, mereka hidup sederhana tanpa kemajuan yang berarti.Adat istiadat masih dipegang teguh di sini. Segala permasalahan akan dirembukkan oleh beberapa tokoh masayarakat dan diputuskan oleh kepala adat yaitu pak Sultan sendiri."Anak muda, kau terlalu tampan untuk menjadi warga di sini, apa kau yakin akan menjadi pekerja kasar sementara kau punya peluang menjadi lebih baik diluar sana?"Fajar mengangguk sejenak. "Saya sudah yakin pak, bekerja apapun asalkan mendapatkan uang."Dia butuh makan dan beras t