Share

Bab 7 Apa yang sebenarnya terjadi?

Ia masih menatap foto sang istri, entah kenapa pada waktu itu darah yang cocok dengan golongan darah istrinya tidak ada di bank darah sehingga akhirnya sang istri tidak tertolong.

Entah permainan siapa yang membuat golongan darah sang istri tidak ada di bank darah manapun saat istrinya membutuhkannya dan apa motifnya, Manan benar-benar tidak tahu. Manan sangat kalut saat itu apalagi golongan darah sang istri sangat langkah sang istri mempunyai golongan darah yang sama dengan ayah mertuanya, yang saat itu melakukan perjalanan pulang dari luar kota dan waktu tidaklah banyak.

Dia juga heran mengapa di saat adik Iparnya mendapatkan kabar yang mengejutkan tentang Suaminya. Manan menghembuskan napasnya awalnya pria itu sangat kasihan pada Safia yang kehilangan anak, tetapi karena itu pula yang membuatnya harus menikahi Safia setelah masa idahnya. Wanita itu dan keluarganya tidak pernah tahu apa yang terjadi dengan Akran.

Ia mendes4h sambil memegang sebuah amplop coklat dari perusahaan Akran. Didalamnya ada dua buah surat untuk Safia. Lelaki itu menatap benda itu dengan hati gamang, ia sangat dilema harus diberikan ataukah tidak. Akhirnya ia pun menyimpan amplop itu di laci meja kerjanya.

Ia berfikir sejenak, berusaha menguak semua yang terjadi. Namun tidak menemukan jawabannya lelaki yang ditemui kemarin mengaku bukan Akran tetapi begitu sangat mirip.

'Apa Akran mempunyai saudara kembar, lalu kemana saudara kembarnya selama ini? kenapa baru muncul setelah Akran meninggal?' pikir Manan. Bahkan Manan dan juga keluarga Safia tidak boleh sama sekali mengunjungi makam itu

Manan menaruh potret almarhumah istri pertamanya dan keluar dari ruangan kerjanya berjalan menuju kamar Safia.

Lelaki itu memutar gagang pintu, tetapi ternyata terkunci, ia yakin Safia saat ini sangat ketakutan padanya. Ia memutar badannya berbalik arah menuju ke ruangan kerja untuk mengambil kunci serepnya lalu kembali lagi dan membuka pintu dengan kunci serep. Pintu terbuka dan Manan pun masuk ke dalam.

"Kenapa di kunci? Kau takut aku melihatmu? Bukankah itu yang kau inginkan agar aku melihat tubuh polosmu, agar kau mendapatkan kehangatan, dan agar aku menjamahmu bukan? Karena kau haus sentuhan maka bersedia menikah denganku bukan?" sarkasnya sambil tersenyum sinis.

"Mas hentikan aku tidak begitu, Kau boleh tidak menyentuhku dan pernikahan kita hanyalah di atas kertas," ucap Safia sambil bangun dari pembaringannya dan duduk di bibir ranjang.

Mana bisa begitu aku tidak akan menyia-nyiakan hal ini saat kau bersedia untuk memberikan ASImu pada Amar aku pun mengambilnya kali ini pun sama kamu memberikan tubuh dengan bersedia menikah denganku maka nikmati hidup denganku, sesuai yang ku mau sekarang buatkan makanan untukku aku lapar," ucap Manan dingin sambil meraih anaknya dan membawa ke luar kamar Safia.

"Satu lagi, jangan biasakan Amar tidur di sini bersamamu! Kau mengerti!" ucap Manan memperingatkan.

Manan berjalan menuju kamar Amar dan menaruh putranya di dalam box bayi. Safia menatap nanar sang mantan kakak ipar yang kini jadi suaminya.

Ia menghembuskan napasnya dan beranjak dari duduknya berjalan malas menuju dapur. Ia membuka lemari pendingin dan mulai mencari sesuatu yang bisa di masaknya.

Ada beberapa sayuran dan ayam. Ia segera memasak nasi, membumbui ayam tersebut dan memasaknya lalu memotong sayurannya dan di buat sub. Kemudian menggoreng ayam serta membuat sambal.

Satu jam makanan telah siap dan meletakan di atas meja lalu memanggil Manan. "Mas sudah siap katanya lapar," ucap Safia berjalan menuju kamarnya.

"Hai, kau mau kemana? Temani aku dan layani aku makan," ucapnya..

Safia menghebuskan napas ingin sekali saat ini ia mengambil tongkat baseball dan memukulkan ke kepala suaminya itu. Dengan malas ia pun berjalan mengikuti Manan.

Mereka sudah sampai di meja makan dengan suara baritonnya ia pun memerintahkan Safia Duduk sangking keras hingga ia pun terkejut.

Safia mulai menyendokan nasi, sayur, ayam dan sambal lalu meletakan di depan Manan. "Kau tidak makan?" tanyanya.

"Tidak aku makan nanti," ucap Safia

Manan menggeser piringnya ke depan Safia. "Makan itu!"

"Apa, Ini?" tanyanya sambil melebar matanya.

"Iya dan habiskan!" jawab Manan.

"Mas ini banyak loh? protesnya sambil menatap nasi yang ada di depannya

"Siapa suruh tidak tanya dulu, karena kau yang ambil maka makanlah!" ucap Manan sambil mengambil nasi dan lauk sendiri lalu menyuap makanan tanpa menghiraukan Safia.

Safia menelan salivanya sendiri, makanan sebanyak itu harus dia habiskan. "Dasar lelaki tidak punya perasaan," umpatnya.

"Apa yang kau tunggu, habiskan segera! aku menunggumu di sini dan aku tidak mau tahu dan harus habis aku tidak ingin anakku kelaparan karena kau tidak mau makan!" tandasnya tegas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status