Ia masih menatap foto sang istri, entah kenapa pada waktu itu darah yang cocok dengan golongan darah istrinya tidak ada di bank darah sehingga akhirnya sang istri tidak tertolong.
Entah permainan siapa yang membuat golongan darah sang istri tidak ada di bank darah manapun saat istrinya membutuhkannya dan apa motifnya, Manan benar-benar tidak tahu. Manan sangat kalut saat itu apalagi golongan darah sang istri sangat langkah sang istri mempunyai golongan darah yang sama dengan ayah mertuanya, yang saat itu melakukan perjalanan pulang dari luar kota dan waktu tidaklah banyak.Dia juga heran mengapa di saat adik Iparnya mendapatkan kabar yang mengejutkan tentang Suaminya. Manan menghembuskan napasnya awalnya pria itu sangat kasihan pada Safia yang kehilangan anak, tetapi karena itu pula yang membuatnya harus menikahi Safia setelah masa idahnya. Wanita itu dan keluarganya tidak pernah tahu apa yang terjadi dengan Akran.Ia mendes4h sambil memegang sebuah amplop coklat dari perusahaan Akran. Didalamnya ada dua buah surat untuk Safia. Lelaki itu menatap benda itu dengan hati gamang, ia sangat dilema harus diberikan ataukah tidak. Akhirnya ia pun menyimpan amplop itu di laci meja kerjanya.Ia berfikir sejenak, berusaha menguak semua yang terjadi. Namun tidak menemukan jawabannya lelaki yang ditemui kemarin mengaku bukan Akran tetapi begitu sangat mirip.'Apa Akran mempunyai saudara kembar, lalu kemana saudara kembarnya selama ini? kenapa baru muncul setelah Akran meninggal?' pikir Manan. Bahkan Manan dan juga keluarga Safia tidak boleh sama sekali mengunjungi makam ituManan menaruh potret almarhumah istri pertamanya dan keluar dari ruangan kerjanya berjalan menuju kamar Safia.Lelaki itu memutar gagang pintu, tetapi ternyata terkunci, ia yakin Safia saat ini sangat ketakutan padanya. Ia memutar badannya berbalik arah menuju ke ruangan kerja untuk mengambil kunci serepnya lalu kembali lagi dan membuka pintu dengan kunci serep. Pintu terbuka dan Manan pun masuk ke dalam."Kenapa di kunci? Kau takut aku melihatmu? Bukankah itu yang kau inginkan agar aku melihat tubuh polosmu, agar kau mendapatkan kehangatan, dan agar aku menjamahmu bukan? Karena kau haus sentuhan maka bersedia menikah denganku bukan?" sarkasnya sambil tersenyum sinis."Mas hentikan aku tidak begitu, Kau boleh tidak menyentuhku dan pernikahan kita hanyalah di atas kertas," ucap Safia sambil bangun dari pembaringannya dan duduk di bibir ranjang.Mana bisa begitu aku tidak akan menyia-nyiakan hal ini saat kau bersedia untuk memberikan ASImu pada Amar aku pun mengambilnya kali ini pun sama kamu memberikan tubuh dengan bersedia menikah denganku maka nikmati hidup denganku, sesuai yang ku mau sekarang buatkan makanan untukku aku lapar," ucap Manan dingin sambil meraih anaknya dan membawa ke luar kamar Safia."Satu lagi, jangan biasakan Amar tidur di sini bersamamu! Kau mengerti!" ucap Manan memperingatkan.Manan berjalan menuju kamar Amar dan menaruh putranya di dalam box bayi. Safia menatap nanar sang mantan kakak ipar yang kini jadi suaminya.Ia menghembuskan napasnya dan beranjak dari duduknya berjalan malas menuju dapur. Ia membuka lemari pendingin dan mulai mencari sesuatu yang bisa di masaknya.Ada beberapa sayuran dan ayam. Ia segera memasak nasi, membumbui ayam tersebut dan memasaknya lalu memotong sayurannya dan di buat sub. Kemudian menggoreng ayam serta membuat sambal.Satu jam makanan telah siap dan meletakan di atas meja lalu memanggil Manan. "Mas sudah siap katanya lapar," ucap Safia berjalan menuju kamarnya."Hai, kau mau kemana? Temani aku dan layani aku makan," ucapnya..Safia menghebuskan napas ingin sekali saat ini ia mengambil tongkat baseball dan memukulkan ke kepala suaminya itu. Dengan malas ia pun berjalan mengikuti Manan.Mereka sudah sampai di meja makan dengan suara baritonnya ia pun memerintahkan Safia Duduk sangking keras hingga ia pun terkejut.Safia mulai menyendokan nasi, sayur, ayam dan sambal lalu meletakan di depan Manan. "Kau tidak makan?" tanyanya."Tidak aku makan nanti," ucap SafiaManan menggeser piringnya ke depan Safia. "Makan itu!""Apa, Ini?" tanyanya sambil melebar matanya."Iya dan habiskan!" jawab Manan."Mas ini banyak loh? protesnya sambil menatap nasi yang ada di depannya"Siapa suruh tidak tanya dulu, karena kau yang ambil maka makanlah!" ucap Manan sambil mengambil nasi dan lauk sendiri lalu menyuap makanan tanpa menghiraukan Safia.Safia menelan salivanya sendiri, makanan sebanyak itu harus dia habiskan. "Dasar lelaki tidak punya perasaan," umpatnya."Apa yang kau tunggu, habiskan segera! aku menunggumu di sini dan aku tidak mau tahu dan harus habis aku tidak ingin anakku kelaparan karena kau tidak mau makan!" tandasnya tegas.Safia melotot kearah Manan. "Kalau aku tidak menghabiskannya apa yang bisa kau lakukan padaku?" tanya Safia."Kau melawanku, baiklah jangan kau habiskan dan saat ini pula kau kumakan, pilih yang mana tergantung kecerdasanmu!" tekan Manan.Safia terdiam berdebat pun percuma karena tidak akan pernah menang dan dimenangkan apalah dirinya bagi Manan. 'Sungguh pria ini sangat menyebalkan,' pikirnya.Safia berusaha menghabiskan makanannya ia takut hal yang tadi terulang kembali. Perutnya sudah terasa sangat penuh dan di piring masih tinggal sedikit ia berusaha bernegosiasi dengan Manan. "Aku sudah sangat kenyang boleh ini kubuang, aku jamin Amar tidak akan kelaparan," jawab Safia."Habiskan atau kau lebih suka ...." Manan menatap tajam pada Safia."Iya aku habiskan!" teriak Safia lalu menyuapkan makanan dengan cepat setelah itu berlari ke kamarnya dan menutup rapat serta menguncinya ia tidak peduli kalau Manan akan marah pada dirinya. Rasa mual
Safia melihat bunga itu masih segar tentunya baru saja ada seseorang datang kesini. 'Siapa?' pikir Safia.Kembali ia menyapukan pandangannya tidak ada siapa-siapa selain dirinya. Ia menghembuskan napas, terkadang menginginkan sesuatu yang mustahil datang padanya. Semua orang yang dicintainya telah pergi, ingin sekali ia bertemu dengan satu cinta yang memberikan cinta yang lainnya yaitu mendiang suaminya.ia tidak pernah bermimpi tentang pria yang masih di hatinya itu, dan tidak bisa mengunjungi makamnya sama sekali. 'Kenapa mereka melarangku berkunjung di makamnya bukankah ia suamiku,' pikir Safia Ia ingin menanyakan ini sekali lagi pada Manan tetapi pria itu sudah berubah dia bukan lagi kakak ipar yang hangat seperti dulu.Duduk di pusara yang kakak sambil menabur bunga ia mengeluh, "Kakak suamimu sekarang adalah suamiku tetapi bukan suami yang semestinya seperti pernikahan yang bahagia, aku tidak mencintainya dan ia membenciku seolah sumber mas
Manan menggendong Safia menuju kamar wanita itu membaringkan di ranjang. "Istirahatlah! Setelah ini kita butuh tenaga untuk mengarungi rumah tangga yang hampa ini, dulu pernah kukatakan padamu jangan menikahi pria itu, kau malah menuduhku yang bukan-bukan dan karena pria itu pula aku kehilangan Lailaku. Tidak peduli betapa sakitnya dirimu karena kamu memilih hidup denganku," ucap Manam lalu ia meninggalkan kamar Safia.Ia berjalan kembali ke ruangan kerjanya mencoba untuk mengerjakan pekerjaannya yang terbengkalai beberapa hari. Satu jam, dua jam Manan mulai bosan. ia berjalan menuju kamar safia membukanya lalu menutupnya dengan sangat kasar.Safia terjengkit dan terbangun dari tidurnya. dan langsung mencapai kesadaran penuh melihat sekilas lelaki yang mengacaukan tidurnya itu, sambil mendengus kesal."Kenapa? Kau ingin marah padaku," ucapnya sambil duduk di sofa."Tidak, bukankah aku tidak punya hak untuk marah di rumah ini," ucap Safia
Manan menghentikan langkahnya, ia berjalan berbalik arah dan menatap pria itu dengan tajam."Apa yang ingin kau katakan lagi hai pecundang!" teriaknya marah."Aku hanya ingin memastikan Mas Manan bisa menjaga rahasia ini, aku akan kembali saat aku telah selesaikan urusanku!" ucapnya sambil membersihkan darah yang ada di hidungnya."Apa kau gila! otakmu kau taruh di mana hah?" ucap Manan gusar."Aku tidak gila, Mas, aku masih sangat mencintainya," ucap pria itu menunduk."Cinta katamu, Jika kau mencintainya menghilanglah tanpa mengusik dan menghancurkan keluargaku. Kau tahu aku juga mencintai istriku dan mereka merenggut dia dari sisiku apa perlu ku hancurkan otakmu agar kau berfikir waras!" teriaknya semakin keras kemarahan sudah sampai di ubun-ubun."Mas tenanglah! Tolong duduk dulu, apa kau kira aku tidak sedih dengan apa yang kau alami aku juga kehilangan putriku dan aku tidak berdaya," ucapnya menunduk."Tidak b
Safia semakin ketakutan saat pintu terbuka, ia berlari ke kamar mandi dan mengunci pintunya. Terdengar suara Manan memanggilnya."Safia dimana kamu? Hai mainanku ke marilah! Aku pasti bisa menemukanmu! Ayo jangan bersembunyi! Di manapun kau berada pasti bisa kutemukan kecuali yang menyembunyikan kamu adalah cantikku Laila." Teriakan itu menggema.Sejenak Sunyi, Safia tidak mendengarkan lagi teriakan Manan. Namun, tak lama kemudian terdengar umpatan lagi dari mulut pria itu."Laila aku sangat merindukanmu, lelaki brensek itu membuatmu meninggalkanku. Kenapa ia tega melakukan pada cintaku?" ucap lelaki itu berulang kali hingga ruangan kembali sunyi. Safia menunggu selama tiga puluh menit akhir ia pun keluar, dan melihat Manan tertidur di lantai kamar Safia. Ia keluar dari kamarnya dan menuju kamar Manan yang di tempati Amar tidur. bayi lelaki itu tampak masih terlelap dan tidak terusik apapun.Ia terlelap beberapa saat lalu terdengar suara tangisan Amar dan Safia memberikan ASInya set
Safia menjauhkan mukanya. Namun, tiba-tiba saja tangan Manan meraih kepala Safia dan menekan serta menempelkan ke mukanya dengan sangat erat."Kenapa kau begitu takut, aku ini suamimu, 'kan? Bisa merasakan semua yang ada di kamu, Aku ingin mencicipi bibirmu, apa semanis milik Lailaku, atau justru hambar," ucap Manan lalu lelaki itu menyambar bibir Safia melum4tnya kemudian menggigitnya sampai berdarah."Benar-benar tidak berasa," ucapnya.Safia mengusap bibir yang berdarah, sambil menatap tajam Manan. Pria itu dengan santai mengambil gelas berisi jus lemon hangat."Kenapa rasanya masam, seperti wajahmu? Beri gula lagi jangan terlalu banyak setidaknya ada manis di rasa asam," perintahnya sambil menggeser gelasnya ke depan Safia Safia mengusap air matanya lalu mengambil gelas dan beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju meja dapur lalu membuka toples berisi gula dan diambilnya satu sendok gula dimasukan ke dalam gelas jus lemon dan diaduknya kemudian kembali kemeja makan lalu
"Apa? Aku kau suruh menghabiskan lagi?" protesnya."Kenapa? Kau ingin yang lain?" tanya Manan"Tidak nanti kuhabiskan," teriaknya sambil berlari menuju kamar Manan lalu mengambil Amar yang ada di box dan membawanya ke kamar.Manan telah selesai dengan sarapannya. Ia menatap piring Safia lalu beranjak dan pergi ruangannya Safia. Safia terperanjat pasalnya ia tengah menyusui. "Mas Manan kenapa masuk?" tanya Safia. dengan wajah memerah karena malu."Kenapa? Kau Istriku, 'kan aku akan ke kantor jelas kau harus cium punggung tanganku bukan?" tanya Manan sambil melihat putranya yang menyusu. 'Andai itu kau Laila, mungkin aku lebih bahagia,' batinnya.Safia meraih punggung tangan Manan dan lalu menciumnya. Manan hanya menatapnya sebentar lalu pergi keluar dari kamar Safia.Tetapi baru saja mencapai pintu Safia, menghentikan langkahnya. Manan berhenti dan menoleh kebelakang. "Ada apa?""Bagaimana dengan pintu kamarku K
Citra menatap atasan seolah tak percaya apa yang ditanyakan beliau padanya. Dengan mulut setengah menganga ia terpaku."Aku memberikan dua hari libur untukmu, bersenang-senanglah dengan kekasihmu!" ucap Manan selanjutnya."Oh ... tidak Tuan, saya tidak ingin libur, tolong jangan beri saya libur saya sedang butuh uang untuk biaya sekolah adik-adik saya, jika saya libur bonus transportasi akan hilang," jawab Citra sedikit takut.Aku tidak akan memotong bonusmu, aku khawatir saja satu Minggu kau bekerja denganku kau akan pingsan," jawab Manan dengan Mimik datar."Tidak, Pak, saya senang bekerja dengan Anda," jawab Citra."Hem ... bohong, kamu tadi sempat mengeluh, 'kan?" tanya Manan.Citra mendongak mengigit bibirnya. 'Mati aku! Pak Manan tahu,' pikirnya."Maaf, Pak, lain kali saya tidak mengeluh, tolong jangan pecat saya," ucap Citra memohon."Siapa yang memecatmu? Aku ingin kau libur, Citra. Kupikir selama ini aku telah memforsir tenaga dan perasaanmu." Terdengar des4h4n berat."Aku ta